Tanggal 28 Oktober 2018 telah berlalu. Semua orang sudah kembali pada kesibukan dan kebutuhannya masing-masing. Mereka beranggapan bahwa kewajiban mereka untuk memperingati tanggal 28 Oktober sebagai Hari Sumpah Pemuda telah usai. Mereka tidak memahami bagaimana dulu, tanggal 28 Oktober bisa disahkan sebagai Hari Sumpah Pemuda.
“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan ku cabut semeru dari akarnya . Beri aku 10 pemuda, niscaya akan ku guncangkan dunia”
Bercermin dari ucapan Soekarno tersebut, para pemuda bangsa Indonesia seharusnya selalu bertambah semangatnya dalam membangun bangsa ini. Mereka harus mulai untuk menyiapkan diri sebagai pemimpin bangsa di masa mendatang. Mereka harus berlomba-lomba untuk menjadi salah satu dari sepuluh pemuda yang dapat mengguncang dunia.
Tapi sayang, dewasa ini, realita yang terjadi justru sangat memprihatinkan. Dulu, saat tanggal 28 Oktober 2018, pemuda bangsa mengucapkan sumpah pemuda dengan lantang dan bersemangat. Mereka sangat menjiwai nilai-nilai atas isi dari sumpah pemuda. Bagi mereka, sumpah pemuda merupakan wujud dari tekad untuk bersatu demi kemerdekaan.
Sementara sekarang, pemuda bangsa malah mengalami kememerosotan dalam menjiwai dan menggali makna dari isi Sumpah Pemuda. Tekad untuk bersatu yang dulu ada, kini sudah mulai mengikis dan hampir habis.
Sumpah pemuda berisikan tiga rumusan. Pertama, kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. “ Bhineka tunggal ika “ adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan rumusan yang pertama.
Tidak sama bukan berarti tidak dapat bersatu. Banyaknya perbedaan dan keragaman merupakan anugerah. Akan dapat dikatakan pelangi, apabila terdiri dari berbagai macam warna. Tetapi pemuda sekarang, justru banyak yang melenceng. Banyak di antara mereka yang terlalu fanatik terhadap suatu golongan hingga menimbulkan banyak perpecahan.
Contoh dari timbulnya perpecahan adalah tragedi meninggalnya suporter klub sepak bola Persija., saat pertandinga Persija vs Persib. Sebab fanatisme buta terhadap suatu klub sepak bola, mereka sampai membiarkan nyawa orang melayang.
Rumusan yang awalnya bertumpah darah, malah menjadi tertumpah darah|. Para pemuda tidak lagi mengatas namakan tanah air dalam bersikap atau mengambil langkah dan keputusan. Kepentingan pribadi maupun kelompok justru lebih banyak mendominasi. Padahal seharusnya mereka mengerti bahwa sumpah pemuda lahir karena adanya persatuan diantara pemuda zaman dulu.
Rumusan yang kedua, yakni kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia. Menurut para ahli, bangsa adalah suatu komunitas etnik yang memiliki ciri-ciri berupa memiliki nama, memiliki wilayah tertentu, memiliki mitos leluhur bangsa, kenangan bersama, satu atau beberapa budaya yang sama, dan solidaritas tertentu.
Inilah yang perlu kita kritisi bersama. Solidaritas bangsa Indonesia (tidak hanya dalam kalangan pemuda saja) sudah tidak lagi tampak. Contoh nyata yang dapat kita ambil adalah konflik Dayak vs Bugis. Konflik yang muncul adalah adanya “ permainan “ pada proyek pendaftaran calon peserta tender. Padahal untuk menyikapi masalah tersebut kita bisa menyikapinya dengan bijak, seperti dengan melakukan musyawarah antarkelompok.
“Berbahasa satu, bahasa Indonesia” begitulah frasa di poin ketiga sumpah pemuda. Manfaat Bahasa Indonesia dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa Indonesia seseorang dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan.
Bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat dan tepat diterima oleh masyarakat.
Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan politik, ekonomi, sosial, budaya mudah diinformasikan kepada seluruh masyarakat dengan menggunakan bahasa persatuan ini. Apabila arus informasi antarmanusia meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan seseorang. Apabila pengetahuan seseorang meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat tercapai.
Namun nyatanya sekarang, kalangan pemuda justru banyak yang tidak menggunakan bahasa persatuan dalam berkomunikasi. Mereka acap kali menggunakan bahasa asing seperti Bahasa Inggris dan Bahasa Arab. Sebenarnya, menggunakan bahasa asing bukanlah suatu kesalahan. Tapi kadang kala ada beberapa orang tidak mau menggunaka Bahasa Indonesia karena takut kelihatan tidak gaul.
Seiring berjalannya waktu, Bahasa Indonesia yang baik dan benar justru semakin terlupakan. Telah tergantikan oleh bahasa-bahasa asing yang dipadukan dengan bahasa “ gaul “ masa kini. Jika pemuda bangsa saja tidak mau menggunakan bahasa persatuan sebagai bahasa untuk berkomunikasi, lalu siapa yang akan menggunakannya?.
Bukankah bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa persatuan agar dapat digunakan oleh bangsa Indonesia itu sendiri. Kalau memang tidak ada yang mau mempertahankan dan melestarikan bahasa persatuan ini. Lalu untuk apa rumusan ketiga dalam sumpah pemuda itu ada?
Untuk itu, sebagai pemuda calon pemimpin bangsa, seharusnya mampu mengemban amanat untuk mengamalkan ketiga rumusan yang ada dalam sumpah pemuda. Jangan sampai peristiwa sumpah pemuda 90 tahun yang lalu itu, hanya sebagai formalitas jasa. Sebab, kalau bukan kita, siapa lagi yang akan menjalankannya. Kalau bukan sekarang, kapan lagi. Wa Allahu A’lam bi al-Shawwab.