Menyoal RUU Ketahanan Keluarga

Istimewa

ANGGOTA KELUARGA DISAMAKAN DENGAN ANGGOTA MILITER

Zoon Politicon  merupakan istilah yang dikemukakan oleh Aristoteles untuk menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang tidak bisa hidup sendiri. Kita sebagai manusia sudah dikodratkan untuk hidup bersosialisasi dan berkelompok. Salah satu contohnya adalah dengan membentuk sebuah keluarga. Allah telah berfirman dalam Surat Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya: “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”

Selain itu, setiap orang juga memiliki hak untuk membangun keluarga. Sebagaimana diatur dalam Pasal 28B ayat 1 dan 2.

(1) Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Dengan demikian Ketahanan Keluarga merupakan salah satu bentuk perwujudan amanat konstitusi dan harus diatur dalam bentuk Undang-Undang.

(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Setiap keluarga pasti ingin memiliki keluarga yang sejahtera dan berkualitas. Dalam UU Nomor 52 Tahun 2009 dijelaskan bahwa keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Sedangkan, keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Dari penelitian global the Family Strengths Research Project yang dilakukan pada ribuan keluarga di 25 negara, salah satu temuan pentingnya adalah bahwa nilai-nilai dan keyakinan yang dianut oleh keluarga sangat berpengaruh dalam menguatkan keluarga. Dengan banyaknya keluarga yang ada di Indonesia, maka DPR RI berinisiatif membuat RUU Ketahanan Keluarga. Dengan semangat Strong Families Make Strong Nation, DPR telah merumuskan sebanyak 146 pasal. Namun, RUU ini dinilai kontroversial karena terlalu mengurusi hal privat. Dalam Bab I Ketentuan Umum, terdapat definisi tentang ketahanan keluarga, kerentanan keluarga, pelatihan ketahanan keluarga, krisis keluarga, dan lain-lain. Penggunaan kata-kata tersebut seperti memposisikan keluarga sama halnya medan militer. RUU ini diusulkan oleh lima orang anggota DPR RI dari empat fraksi yang berbeda. Mereka adalah anggota Fraksi PKS Ledia Hanifa dan Netty Prasetiyani, anggota Fraksi Golkar Endang Maria Astuti, anggota Fraksi Gerindra Sodik Mujahid, dan anggota Fraksi PAN Ali Taher. Berikut beberapa pasal dalam draft RUU ini yang banyak dikritik dan dinilai terlalu mengurusi hal privat.

Pertama, mengatur perasaan suami-istri. Dalam pasal 24 ayat (2) tertulis bahwa setiap suami-istri wajib saling mencintai, menghormati, menjaga kehormatan, setia, serta memberikan bantuan lahir dan batin satu sama lain. Padahal setiap orang tidak bisa mengatur apa isi kepala yang orang lain, apalagi untuk mengatur perasaan.

Kedua, kewajiban suami-istri. Pasal 25 mengatur tentang kewajiban suami-istri. Kewajiban suami pada ayat (2) terdapat 4 seperti, menjadi kepala keluarga, melindungi keluarga dari diskriminasi, melindungi diri dan keluarga dari penyimpangan seksual serta pelbagai masalah perjudian, pornografi, dan seks bebas. Sedangkan kewajiban istri tertera pada ayat (3) mengatur urusan rumah tangga, menjaga keutuhan keluarga, dan memenuhi hak suami-anak. Kewajiban suami istri tidaklah harus banyak menuntut, yang penting bagaimana kesepakatan suami istri dalam mengatur rumah tangganya sendiri.

Ketiga, mengatur penggunaan sperma dan ovum. Dalam pasal 26 ayat (2) setiap suami istri berhak memperoleh keturunan secara alamiah ataupun teknologi reproduksi bantuan. Dan juga ada pelarangan jual-beli sperma dan ovum dalam pasal 31.

Keempat, pengadaan rumah yang layak huni. Setiap keluarga wajib memiliki rumah yang layak huni sebagaimana tertera dalam pasal 33 ayat (2). Rumah yang layak huni harus memiliki  sirkulasi udara, pencahayaan, dan sanitasi air yang baik; memiliki ruang tidur yang tetap dan terpisah antara orang tua dan anak serta terpisah antara anak laki-laki dan anak perempuan; ketersediaan kamar mandi dan jamban yang sehat, tertutup, dapat dikunci, serta aman dari kejahatan seksual. Aturan ini hanya diperuntukan untuk orang golongan menengah ke atas dan dinilaai tidak memandang keluarga yang kurang mampu.

Kelima, wajib lapor penyimpangan seksual. Suatu keluarga dikategorikan krisis keluarga apabila ada anggota keluarganya yang mengalami pelecehan seksual. Pasal 86 mengatur setiap orang yang mengalami pelecehan seksual wajib melaporkan diri ke Badan atau Lembaga Rehabilitasi untuk ditangani. Korban pelecehan seksual sudah disamakan dengan pengguna narkoba. Badan atau lembaga yang dimaksud juga belum jelas seperti apa dan terlebih lagi Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) belum juga disahkan.

Keenam, melarang aktivitas seks menyimpang. Penjelasan dari pasal 85, ayat (1) menerangkan bahwa yang dimaksud dengan “penyimpangan seksual” adalah dorongan dan kepuasan seksual yang ditunjukan tidak lazim atau dengan cara-cara tidak wajar, meliputi antara lain, sadisme, masochisme, homosex, lesbian, incest. Sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual dengan menghukum atau menyakiti lawan jenisnya. Masochisme kebalikan dari sadisme adalah cara seseorang untuk mendapatkan kepuasan seksual melalui hukuman atau penyiksaan dari lawan jenisnya. Homosex (pria dengan pria) dan lesbian (wanita dengan wanita) merupakan masalah identitas sosial dimana seseorang mencintai atau menyenangi orang lain yang jenis kelaminnya sama. Incest adalah hubungan seksual yang terjadi antara orang yang memiliki hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah, ke atas, atau menyamping, sepersusuan, hubungan semenda, dan hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang untuk kawin.

DPR seharusnya memprioritaskan aturan yang dirasa lebih dibutuhkan seperti UU Penghapusan Kekerasan Seksual. Dan juga, dalam pembuatan undang-undang harus mempertimbangkan sosial ekonomi masyarakat serta melibatkan pakar dan aktivis dalam pembuatan rancangan undang-undang. Bukan membuat rancangan dahulu baru dibagikan pada khalayak.

Oleh: Syafrina Hamadah, Nyantri di Pondok Pesantren Ibnu Hajar (PPIH), Kota Semarang.

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *