Corona dan Pelanggar ‘Social Distancing’

Baladena.ID/Istimewa

Kasus virus Corona (COVID-19) di Indonesia mencapai 514, 48 orang meninggal dan 29 orang sembuh. Untuk menekan angka penyebaran, Presiden Joko Widodo (Jokowi) didorong menerbitkan peraturan pemerintah (PP) untuk mempertegas kebijakan pembatasan sosial atau social distancing. Social distancing adalah pembatasa sosial yang bertujuan untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit di wilayah tertentu. Hal ini disampaikan Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred) dalam 9 poin usulan kepada pemerintah terkait pandemi virus Corona (COVID-19). Pernyataan tersebut ditekan Ketua Forum Pemred Kemal Gani dan Sekretaris Arifin Asydhad.

“Mendorong Pemerintah membuat kebijakan social distancing yang diperkuat oleh peraturan pemerintah yang mengikat dan berkekuatan hukum. Ini misalnya terhadap acara kerumunan seperti acara pernikahan dan kegiatan ibadah. Jika dimungkinkan pula, pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, dan siapa saja untuk terus menerus meminta seluruh warga masyarakat saling membantu, tidak saling menyalahkan dan melecehkan,” bunyi poin nomor 2 sikap Forum Pemred, dalam pernyataan yang diterima detikcom, Senin (23/3/2020).

Namun sampai saat ini masih ada temuan-temuan kasus di beberapa tempat seperti di Jakarta yang mengindikasikan adanya community transmission, yaitu situasi penyebaran virus yang dapat berasal dari mana siapa saja, menjangkiti seseorang tanpa perlu ada riwayat ke luar negeri atau berkontak dengan orang lain yang positif Covid-19. Menurut Nurul Nadia, konsultan kesehatan masyarakat dan peneliti di Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI), pemberlakuan social distancing ini harus dipertegas. “Orang-orang yang terinfeksi dan menunjukkan gejala ringan justru bisa saja masih banyak yang berkeliaran dan berpotensi menulari orang lain. Maka dari itu, kerja dari rumah, jangan banyak berkumpul. Acara-acara publik juga harus dilarang supaya mereka (jika positif Covid-19) tidak menulari orang-orang yang daya tahan tubuhnya rendah dan menyebabkan penyebaran kasus ini makin meningkat,” ujar Nurul.

Gubernur Provinsi DKI Jakarta menghimbau sekolah-sekolah melakukan kegiatan belajar mengajar jarak jauh selama dua minggu sebagai salah satu upaya social distancing. Nurul mengatakan, waktu yang disebutkan itu berdasarkan durasi rata-rata virus bertahan yakni sekitar tujuh sampai 10 hari. Adapun masa karantina yang lazim dilakukan orang terinfeksi adalah 14 hari. Namun berdasarkan bukti-bukti kasus terdahulu, penutupan sekolah bisa berjalan efektif selama lima sampai enam minggu.

Logika dasarnya, misalkan ada seseorang yang sudah tertular Covid-19 tapi seseorang itu tidak tahu. Kemudian, seseorang itu dalam dua minggu terakhir sudah bertemu banyak orang. Kalau seseorang itu melakukan isolasi atau hanya menerapkan social distancing selama dua minggu, mungkin setelahnya seseorang itu sudah sembuh sendiri dan tidak menginfeksi orang lain. Tetapi ada orang yang sudah kontak dengan seseorang yang tertular Covid-19 satu minggu terakhir dan menularkan ke orang lain juga. Jadi, kalau isolasi dirinya terlalu cepat atau hanya selama dua minggu, sudah ada penyebaran yang mungkin tidak terlihat gejalanya.

Dengan adanya kasus masyarakat yang kurang peduli terhadap social distancing, maka banyak juga yang meresahkan hal itu. Karena pada dasarnya masyarakat yang telah melakukan social distancing merasa terancam oleh perilaku orang-orang yang kurang peduli akan social distancing yang mana mereka masih banyak berkeliaran di luar, nongkrong-nongkrong, pesta-pesta dan masih banyak kegiatan lain yang kurang penting. Pada video yang beredar di youtube, dokter Tirta sebagai salah satu dokter yang menangani pasien Covid-19 mengatakan bahwa ia telah sering kali menegur langsung terhadap masyarakat yang berkeliaran dan nongkrong-nongkrong, namun teguran dokter Tirta diabaikan begitu saja, mereka menganggap bahwa nyawanya adalah nyawanya, jika meninggal adalah dia yang meninggal, sebelum terserang Covid-19 dia ingin berpesta dan bersenang-senang dahulu. Hal inilah yang membuat masyarakat menjadi resah.

Resah artinya tidak tenang, gugup, rusuh hati. Masyarakat merasa resah karena mengingat kembali bahwa penyebaran Covid-19 yang begitu mudah, cepat dan masih minimnya APD (Alat Pelindung Diri) seperti masker dan handsanitizer yang pada saat ini sedang langka persediaannya. Sejumlah tenaga medis juga telah kuwalahan menangani kasus tersebut.

Untuk mengatasi masalah masih membandelnya warga yang tak mengindahkan aturan social distancing, Presiden Joko Widodo (Jokowi) didesak menerbitkan Perppu Karantina Kesehatan yang didalamnya mengatur perihal social distancing. Pemerintah daerah juga bisa menggunakan diskresinya melalui polisi pamong praja bersama polisi melakukan tindakan memaksa dalam konteks penegakan ketertiban umum dalam situasi Tanggap Darurat Wabah Corrona. Tindakan ini bisa dilakukan jika lockdown tidak dilakukan. Abdul Fickar mengatakan jika kemudian harus ada dasar hukum agar social distancing bersifat memaksa, maka pemerintah dapat memberlakukan karantina wilayah sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan. Di situ, warga yang tak patuh terhadap aturan apat dipidana paling lama setahun dan denda maksimal Rp 100 juta.

Harapan untuk masyarakat yang masih sering melanggar aturan agar lebih mengindahkan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan pemerintah guna kebaikan bersama dan dapat memberlakukan social distancing serta menahan diri agar tidak bepergian untuk sekedar bermain atau berkumpul yang menghadirkan banyak orang.

Oleh: Fathinnuha Husni Amalia, Mahasiswi Jurusan Psikologi FPK UIN Walisongo Semarang

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *