Menolak Aktivis ‘Kampret’

“Peran mahasiswa adalah agen of change, agen of social control, dan iron stock.” Kalimat tersebut, doktrin pertama yang diajarkan kepada adek-adek mahasiswa baru oleh senior-senior kampus hingga tenaga pendidik di perguruan tinggi. Doktrin tersebut dijadikan sebuah usaha agar mereka sadar bahwa mereka bukan sebagai siswa lagi, melainkan sebagai mahasiswa, yang jika “di-i’rab-i” kata tersebut terdiri dari maha dan siswa, yang berarti seorang siswa yang mencapai tingkat paling tinggi.

Maka menjadi tidak mengherankan, jika banyak mahasiswa serius menaikkan grade kesiswaannya. Tidak sedikit dari mereka yang mengambil peran sebagai aktivis.  Mereka asyik berdiskusi tentang berbagai permasalahan, baik tentang seluk-beluk kampus, kondisi masyarakat, hingga berbagai kebijakan pemerintahan. Terkadang, itu semua dilakukan hingga mereka lupa waktu. Pada malam hari misalnya, mereka asyik berdiskusi hingga fajar tiba. Karena begitu senang dan semangat, sampai tidak terasa waktu berjalan begitu cepat.

Tentu itu tidaklah menjadi sebuah masalah, tetapi jika mereka berdiskusi hingga fajar tiba dan membuat mereka terkapar di pagi hari, lalu itu berakibat pada melupakan kewajiban-kewajiban mereka, tentu ini menjadi sebuah permasalahan.

Tidak salah jika ada mahasiswa atau aktivis yang demikian ini diberi gelar sebagai “aktivis kampret”. Kenapa kampret? Seperti diketahui, kampret adalah kelelawar kecil pemakan serangga, hidungnya berlipat-lipat. Mereka aktif di malam hari sehingga mereka tertidur di siang hari. Jadi kalau ada aktivis yang hanya bisa jernih pikirannya di malam hari, sehingga menghabiskan waktu malamnya untuk diskusi, sementara pagi-siang-sorenya digunakan untuk tidur, maka dia layak mendapat gelar sebagai aktivis kampret.

Terlebih yang demikian ini terjadi pada mahasiswa muslim yang menjalani peran sebagai aktivis. Sangat miris, bukan? Disadari atau tidak, sering kali mereka mendeklarasikan diri mereka sebagai kader umat dan kader bangsa yang akan menggantikan posisi strategis orang-orang yang sedang mengisi pembangunan negeri ini dan berjanji akan membawa negeri ini ke arah yang lebih baik lagi. Tentu saja pembangunan negeri ini dilakukan di saat orang-orang sedang berlomba-lomba dalam mencari rezeki.

Suatu waktu, Mbah bertanya kepada penulis: “Nak, bukankah membangunkan dirimu (sendiri) di pagi hari lebih mudah dari pada membangun sebuah negeri yang baik?”

Pertanyaan sepele. Namun, tidak mudah dijawab oleh siapa saja yang tidak terbiasa bangun di pagi hari. Jika berpikir secara jernih, pertanyaan tersebut merupakan kritik terhadap mahasiswa-mahasiswa yang telah dijabarkan di atas. Tentu ini mesti dipahami sebagai kritik yang konstruktif untuk para mahasiswa, terlebih mereka yang aktivis.

Meneladani Muhammad

Dalam buku The 100 karya Michael H. Hart, dikatakan bahwa Muhammad adalah tokoh paling berpengaruh di dunia sebagai penyebar agama Islam sekaligus penguasa Arabia.  Di balik kesuksesan Muhammad yang menjadi tokoh berpengaruh nomor wahid itu, dia memiliki beberapa kunci, salah satu yang paling sederhana adalah tidak tidur di pagi hari. Rasulullah SAW juga mendoakan kaumnya yang gemar beraktivitas di pagi hari: “Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” (HR. Abu Daud no. 2606, Ibnu Majah No. 2236 dan Tirmidzi No. 1212).

Dan Ibnu al-Qayyim berkata dalam kitab Madarijus Salikin bahwa di antara hal yang makruh menurut para ulama adalah tidur setelah shalat Shubuh hingga matahari terbit karena waktu tersebut adalah waktu memanen ghanimah (waktu meraih kebaikan yang banyak).

Sebagai mahasiswa yang selalu dituntut berpikir secara jernih dan objektif, maka dia perlu introspeksi diri terhadap kegiatan yang selalu dilakukan di malam hari. Apakah hal itu lebih banyak hal bermanfaat atau keburukan? Bahkan ada sebuah pepatah mengatakan, “Jangan bangun kesiangan. Rezeki keburu dipatok ayam.”

Tidur di pagi hari juga menyebabkan beberapa resiko kesehatan. Dilansir dalam liputan 6.com, banyak begadang di malam hari dan tidur di pagi hari mengakibatkan berbagai macam penyakit, di antaranya: rawan penyakit kanker darah, penyakit diabetes, penyakit jantung, sakit kepala, dan risiko kematian.

Penulis merekomedasikan untuk tidak begadang di malam hari agar tidak tidur di pagi hari. Begadang boleh saja, tetapi jangan jadikan sebuah kebiasaan dan jika ada perlunya. Senada dengan lagu Rhoma Irama yang berjudul “Begadang”. Jadikanlah malam sebagai istirahatmu dan pagi sebagai waktumu untuk mencari keberkahan, bukan malah sebaliknya atau sengaja dibalik-balik.

Allah SWT berfirman: “Dialah yang menjadikan malam bagi kamu supaya kamu beristirahat padanya dan (menjadikan) siang terang benderang (supaya kamu mencari karunia Allah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar.” (QS. Yunus: 74).

Juga firman Allah dalam QS. al-Furqon ayat 47: “Dialah yang menjadikan untukmu malam (sebagai) pakaian, dan tidur untuk istirahat, dan Dia menjadikan siang untuk bangun berusaha.”

Bagaimana, masih tidak malu dicap sebagai aktivis kampret? Mari dekonstruksi diri atas gelar tersebut, supaya menjadi aktivis yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad saw. Aktivis yang diberkati dan diridlai oleh Allah swt. Aktivis yang menjadi harapan masyarakat Indonesia. Wallahu a’lam bi al-shawaab.

Oleh: Yusuf Abdullah, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Iqbal Walisongo Semarang Periode 2019-2020. Alumnus Pondok Pesantren Al-Amin Prenduan, Sumenep, Madura.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *