Mendarahdagingkan Sumpah Pemuda

Eva Safitri

Masih terngiang di telinga kita dan masih terpatri di ingatan sebuah kasus pilu yang menyayat hati akan kedangkalan moral manusia tak berperikemanusiaan yang tega menyamakan saudaranya sendiri dengan binatang. Bukankah kita satu Indonesia, aku Indonesia dan kau pun Indonesia? Lantas mengapa masih saja bergulat dengan masalah perbedaaan yang memang sebenarnya tak berujung?

Kita tahu bahwa Indonesia tidak akan indah tanpa perbedaan. Perbedaan bak pelangi yang tidak akan menarik dan tidak akan indah, jika hanya terdiri satu warna saja. Pelangi akan semakin indah dengan berbagai warnanya dengan nuansa yang cerah setelah tangisan langit. Begitupun Indonesia, dengan ribuan pulau yang tersebar dari Sabang hingga Merauke dan jutaan manusia yang mendiami wilayahnya dari berbagai suku, bahasa, agama dan  budayanya terikat rapi dalam satu kata yaitu Indonesia.

Rantai motor tak akan bisa berfungsi tatkala mata rantainya putus, walaupun itu hanya satu bagian saja, begitu juga dengan Indonesia. Semuanya akan bermasalah ketika satu mata rantai itu putus. “Sekali kau berulah atas nama bangsa, maka jutaaan rakyat Indonesia siap melenyapkanmu.” Prinsip ini bisa dimasukkan dalam diri kita agar menumbuhkan jiwa persatuan nasionalis kita.

Sebagaimana sumpah yang telah dilontarkan pada masa itu dan masa sekarang ini sudah sepatutnya kita menepatinya dengan mencintai tanah air, bangsa dan bahasa Indonesia dengan  sepenuh hati menerima segala perbedaan yang melekat didalamnya melalui pengamalan butir-butir ikrar sumpah pemuda berikut:

Pertama, Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia. Kedua, kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa satu, bangsa Indonesia. Ketiga, kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.

Disinilah peran pemuda diuji dalam menangani masalah ini. Pada zaman penjajahan Belanda, pemuda Indonesia mengambil langkah aktif untuk menyikapi penindasan yang terjadi. Berbeda dengan masa sekarang, Indonesia dihadapkan pada masalah yang datang dari bangsanya sendiri. Tindakan dari pemuda sangat diharapkan sebagai bentuk revitalisasi persatuan dan kesatuan bangsa. perjuangan terberat pemuda pemudi Indonesia saat ini bukanlah menggantikan sebuah esame semata, tetapi merevolusi mindset atau cara pandang kepada nilai-nilai kebangsaan yang beradab.

Berbagai organisasi pemuda dari berbagai belahan bumi Indonesia membulatkan tekad  untuk bersatu, menanggalkan  jubah perbedaan demi persatuan untuk mengenyahkan penjajah dari bumi pertiwi, mereka tidak lagi mewakili kepentingan masing-masing daerahnya melainkan atas nama bangsa Indonesia mereka bersatu dalam perbedaan.

Butuh pembuktian untuk menunjukan rasa kecintaan kita pada tanah air, bangsa dan bahasa Indonesia. Adapun contoh pembuktian cinta kepada tanah air dapat dilakukan dengan senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai nasionalisme dan patriotisme dalam kehidupan sehari-hari, seperti berlaku bijaksana, bertanggungjawab, berani, gemar memperdalam budaya yang ada di Indonesia.

Pembuktian cinta kepada bangsa Indonesia dapat diwujudkan dengan sikap toleransi terhadap masyarakat Indonesia yang beragam. Sebagai contoh, tatkala kita hidup berdampingan dengan masyarakat yang berbeda agama, hendaknya kita menghargai agama apa yang mereka anut dan tidak mengganggu jalan ibadah mereka.

Dalam lingkup terkecil, kita dapat ambil contoh perbedaan pendapat dalam suatu musyawarah, maka sikap toleransi sangat dibutuhkan. Menghargai setiap pendapat yang dilontarkan orang lain meskipun tidak sesuai dengan pendapat kita adalah wujud toleransi yang merupakan implementasi nilai-nilai sumpah pemuda butir kedua.

Adapun pembuktian nilai-nilai sumpah pemuda yang terakhir, yaitu  menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia adalah salah satu alat pemersatu bangsa. Bahasa Indonesia dapat mempersatukan masyarakat Indonesia yang heterogen bahasanya. Tidak bisa dibayangkan, jika Indonesia yang begitu luas ini dengan perbedaan bahasa di setiap daerahya tidak memiliki bahasa resmi sebagai bahasa penghubung antar daerah. Tentu kita akan mengalami kesulitan untuk berkomunikasi.

Orang Aceh berbicara dengan bahasa gayonya dan orang Jawa berbicara dengan bahasa jawanya. Tentu tidak akan selaras dan tidak akan terjadi komunikasi yang baik. Disinalh dibuthukan bahasa Indonesia sebagai penyatuan perbedaan bahasa.

Pemuda, sebagai generasi penerus bangsa, sudah sepatutnya menjunjung setinggi-tingginya bahasa Indonesia agar senantiasa terjaga hingga selama-lamanya. Meskipun masuknya globalisasi yang tak terbendung dapat sewaktu-waktu melunturkan bahasa Indonesia, tetapi dengan pemahaman akan pentingnya Bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu bangsa dapat mencegah nilai-nilai negatif dari globallisasi yang masuk.

Oleh: Eva Safitri, Mahasiswi Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *