Oleh: Dr. Mohammad Nasih

Pengasuh Rumah Perkaderan dan Tahfidh al-Qur’an Monas Institute Semarang dan Pesantren Planet NUFO Rembang; Pengajar Ilmu Politik di Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ

PENDAHULUAN

Kemajuan sebuah negara sangat ditentukan oleh kualitas warganya. Sedangkan kualitas warga negara sangat ditentukan oleh karakternya. Karakter adalah sikap dan perilaku yang telah menjadi kebiasaan, sehingga ia muncul tanpa melalui proses berpikir lagi. Sebab, ia sudah mengendap dalam alam bawah sadar.

Paradigma yang ada di alam bawah sadar itulah yang akan mewujud ke salam kehidupan masyarakat. Karena itulah, diperlukan jumlah manusia berkarakter yang makin banyak, agar terjadi akselerasi perwujudannya. Dengan adanya banyak pribadi berkarakter itu, berarti terdapat banyak agen yang bisa diharapkan untuk memperjuangkan perubahan sosial menjadi lebih baik. Jika mereka mendapatkan kesempatan kepeminpinan, maka mereka akan mendapatkan kesempatan melakukan perubahan secara cepat karena bisa melakukan “revolusi dari atas”. Namun, jika pun kesempatan memimpin itu belum ada, mereka akan mampu melakukan perjuangan kultural dengan terus menjaga keadaban dalam kehidupan bermasyarakat.

POKOK PERMASALAHAN

Untuk melahirkan mahasiswa yang memenuhi kualifikasi sebagai sumber daya yang mampu mencipta dan mengabdi dengan tulus/ikhlas demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridlai oleh Tuhan Yang Maha Esa, perlu diperjelas beberapa hal:
Pertama, karakter apa atau yang bagaimana yang akan melahirkan manusia dengan kualifikasi tersebut?

Kedua, langkah-langkah apa yang harus dilakukan oleh perguruan tinggi untuk mewujudkannya?

Ketiga, apa yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk membuat usaha tersebut optimal?

ANALISISA

Para pendiri negara (founding fathers and mothers) telah membentuk atau mengkonstruksi Indonesia merdeka sebagai negara-bangsa yang religius (religious nation-state). Indonesia berbeda dengan negara-negara bangsa yang sebelumnya telah ada di Barat-Eropa yang berkarakter sekuler bahkan di antaranya sampai tidak mengizinkan visibilitas agama apa pun di ruang publik. Padahal, agama sesungguhnya mengandung nilai-nilai yang sangat diperlukan untuk membangun negara. Karena itulah, negara-bangsa yang sekuler dalam konsepsi Barat-Eropa itu dipandang tidak sesuai dengan realitas bangsa Indonesia yang percaya kepada agama dengan spirit pembangunan. Mencerabut agama dari negara dipandang tidak realistis. Sebaliknya, menyatukannya bisa menyebabkan masalah mengingat ada banyak agama yang ada di Indonesia. Karena itu, ditemukan jalan baru dengan cara menjadikan agama sebagai landasan moral dan etika dalam bernegara.

Baca Juga  Narasi Menyesatkan Fundamentalisme dan Radikalisme Islam

Ini merupakan konsepsi yang sangat canggih, dan untuk mempraktikkannya diperlukan upaya untuk membangun kebijakan yang berdasarkan objektifikasi ajaran agama, apa pun itu, sehingga bisa diterima oleh semuanya. Dalam konteks inilah, agama bertemu dengan sains dan teknologi untuk memberikan legitimasi tentang kebenaran ajarannya.

Untuk bisa mewujudkan itu, karakter manusia yang harus dibangun oleh perguruan tinggi adalah:

Pertama, mendalam dalam agama. Orang yang memahami agama secara mendalam, akan menemukan hakikat kebenaran. Ia akan melihat petunjuk yang terang benderang dari Tuhan, sehingga siap sedia melakukan perjuangan, karena segala yang dia kerjakan murni karena Tuhan, bukan pamrih dari sesama manusia. Jika melakukan sesuatu karena manusia, maka yang dilakukan itu tidak akan optimal. Sebab, ada banyak kesempatan orang lain tidak melihat dan merasakan. Namun, jika karena Allah, ia akan selalu termotivasi, karena Allah tidak pernah tertidur, bahkan terserang kantuk pun. Pengawasan yang melekat dari Allah inilah yang akan membangun manusia pekerja keras dengan sepenuh kualitas integritas. Sebab, dengan pemahaman agama yang mendalam, spiritualitas juga akan menjadi semakin kuat. Pengawasan melekat akan membuat segala tindakan terjaga di dalam koridor kebenaran, tidak melenceng dan menyeleweng.

Kedua, cinta kepada bangsa/negara. Yang dimaksud cinta kepada bangsa/negara adalah menyatu dengan semua yang ada di dalamnya, termasuk keberagaman SARAnya. Kecintaan itu bisa diwujudkan dalam bentuk kebanggaan menjadi bangsa Indonesia yang menganggap segala entitas SARA yang ada di dalamnya memiliki posisi yang sama di hadapan negara. Tidak ada satu suku yang didiskriminasi oleh negara atau suku lain yang mayoritas sekalipun misalnya. Kesadaran kebangsaan di Indonesia sesungguhnya juga sudah sangat jauh melampaui Barat-Eropa. Bahkan Amerika yang disebut-sebuat sebagai kampiun demokrasi pun dalam konteks ini kalah jauh dibandingkan dengan Indonesia. Sebab, di Amerika, dan juga di Eropa, masih sering terjadi diskriminasi yang disebabkan oleh perbesaan SARA. Bahkan nuansanya masih bisa ditemukan hingga hari ini. Sedangkan di Indonesia, hal itu tidak pernah ditemukan, pun sebelum era kemerdekaan. Bahkan, kemerdekaan itu bisa diraih karena seluruh entitas SARA mau dan mampu menggalang persatuan. Dan itu terjadi karena mereka merasa sama dan sederajat. Tidak ada yang merasa lebih tinggi lalu menganggap yang lain lebih rendah.

Baca Juga  Menggapai Tujuan Pendidikan Nasional

Ketiga, cinta kepada ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu pengetahuan sangat diperlukan disamping untuk melakukan objektifikasi ajaran-ajaran agama juga terutama untuk mengakselerasi kemajuan. Hubungan antara agama dengan ilmu pengetahuan sebagaimana dengan pilitik, juga tidak bisa dipisahkan. Sebab, sains dan teknologi sesungguhnya merupakan alat yang bisa menunjukkan bahwa alam semesta adalah juga ayat-ayat Tuhan. Dalam konteks ini, civitas akademika harus mampu berperan secara optimal dengan indikator konkret berupa temuan-temuan baru yang memberi manfaat bagi kemanusiaan. Kerja-kerja yang sebelumnya sulit bahkan tidak mungkin menjadi semakin mudah dengan adanya temuan-temuan baru di bidang sains dan teknologi. Terutama mahasiswa harus memanfaatkan kesempatan akses pendidikan tinggi untuk menjadi insan pencipta yang tidak cukup hanya dengan inovatif, tetapi harus selalu kreatif.

Perguruan tinggi harus selalu memberikan motivasi kepada para mahasiswa agar mereka terus memiliki semangat untuk maju dan memiliki daya saing. Di era teknologi canggih ini, tidak ada lagi sekat penghalang dan hambatan untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Yang paling diperlukan adalah panduan agar para mahasiswa langsung mengarah kepada keberhasilan, atau setidaknya terhindar dari kegagalan yang tidak perlu. Dengan media tersebut, panduan kepada mahasiswa bisa diberikan secara semi bahkan benar-benar privat menyesuaikan bakat dan minat.

Program merdeka belajar yang telah dicanangkan oleh pemerintah harus dimanfaatkan seoptimal mungkin sekaligus untuk pengabdian dalam masyarakat agar karakter positif mahasiswa menjadi semakin kuat. Mereka harus memiliki kesadaran yang terus menguat bahwa Ilmu pengetahuan yang telah mereka kuasai bukan untuk kesejahteraan diri sendiri, tetapi didedikasikan kepada seluruh bangsa Indonesia sebagai wujud terima kasih kepada rakyat yang secara tidak langsung sesungguhnya merupakan kontributor penyelenggaraan pendidikan.

Baca Juga  Hafal al-Qur'an dalam 10.000 Jam

PENUTUP

Berdasarkan analisis di atas, ada beberapa kesimpulan yang bisa ditarik, yaitu:

Pertama, karakter yang harus dikembangkan dan dikuatkan pada diri mahasiswa adalah karakter nasionalis-religius. Dengan karakter ini, mahasiswa yang merupakan generasi penerus kepemimpinan masa depan akan memiliki komitmen kebangsaan dan keummatan yang dijalinkelindankan secara erat.

Kedua, perguruan tinggi harus memiliki metodologi yang canggih dan rasional untuk memperkuat pemahaman keagamaan dan juga penanaman nilai-nilai Pancasila sebagai dasar falsafah negara-bangsa Indonesia.

Ketiga, pemerintah harus terus meningkatkan dukungan kepada dunia pendidikan, agar makin mampu mengakselerasi kemajuan negara dengan pengembangan sains dan teknologi. Tidak bisa diingkari bahwa indikator utama kemajuan negara adalah kemajuan sains dan teknologi yang berhasil dikembangkan oleh anak-anak bangsanya. Dan itu akan bisa digesa apabila semakin banyak anak bangsa yang bisa mengakses pendidikan tinggi dan memiliki kesadaran substansial untuk mengabdi. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Dr. Mohammad Nasih, M.Si.
Oleh: Dr. Mohammad Nasih, Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ, Pembangun Qur’anic Habits di Rumah Perkaderan MONASH INSTITUTE Semarang dan Sekolah Alam Planet NUFO Pilanggowok Mlagen Rembang.

    Politikus Demokrat: Jika Laporan Risma Benar, Maka Rezim Jokowi Lebih Kejam Dari Teroris

    Previous article

    Bolehkah Membatalkan Puasa Karena Sangat Lelah dan Haus?

    Next article

    You may also like

    Comments

    Ruang Diskusi