Masalah Klasik Pendidikan Indonesia

Sebelum memulai pembahasan mengenai pendidikan di Indonesia serta segala problematikanya, kita harus mengetahui terlebih dahulu apa itu pendidikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan berasal dari kata didik (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan. Dari asal kata tersebut pendidikan merupakan suatu yang dilakukan dengan penuh kesadaran membimbing dan melatih objek/peserta didik agar melakukan sesuatu yang baik untuk pengembangan dirinya dalam segala aspek.

Berbicara mengenai pendidikan, ada beberapa hal yang selalu menjadi sorotan publik, diantaranya ialah tenaga pendidik, kurikulum, peserta didik, serta fasilitas pendidikan. Hal tersebut menjadi masalah klasik yang hingga kini tak kunjung usai. Padahal, kalau kita sadari, sesungguhnya pendidikan menjadi tumpuan utama untuk mengembangkan seluruh bidang maupun sektor agar sampai pada level negara maju. Sektor teknologi misalnya, bisa maju dan berkembang manakala sektor pendidikan sudah maju dan mapan.

Pemerintah sebagai lembaga negara mempunyai andil besar dalam menangani masalah pendidikan, terutatama mereka yang bergelut dan begerak dalam bidang pendidikan. Namun, tidak bisa dipungkiri pula beberapa oknum yang memanfaatkan pendidikan sebagai lahan bisnis, bahkan bersekongkol untuk merusak pendidikan di Indonesia. Fenomena ini patut untuk kita tindak lanjuti. Merekalah yang dirasa memunculkan berbagai dinamika permasalahan yang ada di dunia pendidikan.

Beberapa Problematika

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Pertama kita akan membahas tentang tenaga pendidik yang ada di Indonesia. Berbagai Universitas baik negeri maupun swasta tiap tahunnya melahirkan tenaga didik puluhan ribu lebih. Banyak diantara mereka yang sudah memenuhi kualitas serta pengalaman yang dirasa cukup untuk menjadi seorang tenaga pendidik. Namun, kedudukan mereka tergeser oleh tenaga pendidik yang sebenarya secara kualitas dirasa masih kurang untuk mengambil peran tersebut, bahkan kebanyakan dari mereka hanya terobsesi dengan pangkat tinggi dan juga gaji.

Hal tersebut sangat disayangkan, ditambah lagi mereka tidak mempunyai kemauan kuat secara ikhlas untuk mengabdikan dirinya dalam mendidik generasi-generasi penerus yang akan membawa perubahan ke arah yang lebih maju.

Selain itu, penyebaran tenaga pendidik yang kurang merata menyebabkan timbulnya kecemburuan sosial, terutaama bagi mereka yang masih berada di daerah tertinggal. Porsi pendidikan yang mereka dapatkan juga tidak sebagus di daerah maju dikarenakan minimnya tenaga pengajar.

Problematika selanjutnya ialah mengenai kurikulum. Istilah kurikulum sendiri sebenarnya muncul dari Bahasa Yunani, curir, yang diartikan dengan pelari. Dan curere yang berarti tempat berpacu.

Sebenarnya istilah tersebut muncul dari dunia olahraga, yang kemudan diadobsi oleh dunia pendidikan dengan maksud agar peserta didik dapat mencapai memperoleh pengetahuan yang ada dan menyelesaikannya dalam waktu tempuh yang sudah ditetapkan.

Jika kita menengok kembali sejarah dalam dunia pendidikan, sampai saat ini Indonesia sudah mengalami perubahan kurikulum sebanyak sepuluh kali yaitu 1) Rentjana Pelajaran 1947, 2) Rentjana Pelajaran Terurai 1952, 3) Rentjana Pendidikan 1964 4) Kurikulum 1968 5) Kurikulum 1975 6) Kurikulum 1984 7) Kurikulum 1994 dan Suplemen Kurikulum 1999 8) KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) pada tahun 2004 9) KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) 10) Kurikulum 2013.

Dari berbagai kurikulum tersebut, sebenarnya sudah memiliki capaian masing-masing dan juga memiliki arah tujuan yang pasti. Namun, pada kenyataannya dalam implementasi tidak sesuai dengan ekspektasi bahkan memunculkan persoalan yang mendalam dan malah menambah kisruh keadaan negeri ini.

Selain hal tersebut dengan adanya kurikulum membuat sebagaian besar tenaga pendidik terlalu berpatok penuh pada kurikulum yang ada, tanpa melakukan inovasi. Sehingga menciptakan metode belajar yang kurang efektif dan efisien serta jauh dari kata inovatif.

Walhasil, peseta didik merasa jenuh dan pada akhirnya malah membenci mata pelajaran yang disampaikan oleh tenga pendidik.

Bukan hanya itu, adanya target yang harus dicapai dalam waktu yang telah ditentukan berdasarkan kurikulum yang ada membuat para tenaga pendidik seringkali hanya mengejar target sesuai kurikulum tanpa mempedulikan apakah objek atau peserta didik dapat memahami materi yang disampaikan secara komperehensif atau malah tidak ada yang bias dipahami sama sekali.

Seringkali dalam menyampaikan pembelajaran yang berpatok teguh pada kurikulum membuat peserta didik kurang terlalu memahi materi, akan tetapi ketika mereka bertanya malah diejek dan juga dikatakan memperlambat materi yang akan disampaikan.

Akhirnya membuat peserta didik malas untuk bertanya kembali dan pada akhirnya tidak akan memahami materi.

Masalah selanjutnya yang sering digembor-gemborkan dalam dunia pendidikan ialah mengenai fasilitas.

Fasilitas pendidikan merupakan hal yang tak kalah pentingnya dalam menunjang pembelajaran. Seringkali pembelajaran terhambat ketika fasilitas pendidikan tak lagi layak bahkan tersedia. Hal tersebut sering di wilayah pedesaan terutama pada daerah tertinggal ditambah lagi akses ke kota besar dengan jalan yang begitu sulit untuk ditempuh.

Untuk mengantisipasi hal-hal diatas perlu perhatian dari pihak yang mempunyai pengaruh besar dalam negara yaitu pemerintah dan masyarakat.

Pemerintah sebagai lembaga yang memfasilitasi masyarakat dalam memperoleh pendidikan harus memperhatikan betul hal-hal yang menunjang suksesnya pendidikan dan segala sistemnya yang diselenggarakan di Indonesia. Diantaranya ialah memperhatikan kualitas guru, mengkaji ulang kurikulum apakah masih relevan dengan keadaan peserta didik di zaman sekarang atau tidak.

Selain itu, fasilitas yang lengkap harus dipenuhi demi terwujudnya pendidikan yang mempunyai kualiatas tinggi.

Kualitas guru harus benar-benar di perhatikan, mulai dari aspek keilmuan, akhlak dan juga kemampuannya dalam memberikan motivasi bagi peserta didiknya. Tenaga didik tanpa keilmuan yang cukup hanya akan menyesatkan muridnya atau dengan kata lain tidak bisa membuat peserta didiknya berkembang. Keilmuan tersebut haruslah disertai dengan akhlak yang baik.

Guru digugu lan ditiru, itulah salah satu alasan kenapa guru harus mempunyai akhlak yang bagus karena Ia merupakan panutan bagi peserta didik dan juga lingkungan sekitar.

Keilmuan dan juga akhlak yang baik harus diikuti juga dengan kemampuan tenaga didik untuk memberikan motivasi bagi peserta didiknya untuk dapat mencapai apa yang menjadi cita-cita dan juga tujuannya.

Selain itu pendidik harus bisa memotivasi peserta didiknya saat mengalami hal terburuk dalam hidupnya sehingga Ia mampu bangkit dan berjuang kembali pada jalan impiannya.
Selain itu, kurikulum yang mungkin sudah tidak relevan lagi apabila digunakan bisa dilakukan revisi dengan tetap memperhatikan kemashlahatan bagi peserta didik.

Sebenarnya kurikulum terbaik itu ada pada pendidik. Hal tersebut dikarenakan karena pendidik yang hanya tahu bagaimana keadaan peserta didik serta seni dan metode yang tepat untuk terus melakukan perbaikan dan inovatif.

Semua hal di atas tidak akan berjalan dengan baik dan lancar apabila tidak ada fasilitas yang memadai dan mendukung semua pembelajaran.

Oleh karena itu, fasilitas harus dipenuhi dan juga dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin. Kolaborasi antara tiga hal diatas sangat menentukan keberhasilan suatu pendidikan yang maju dan juga modern serta bersih dari oknum-oknum yang memanfaatkan pendidikan untuk menambah kekayaan diri tanpa memikirkan nasib bangsa.

*Afifah Ainun Ni’mah, Pengurus Kohati HMI Komisariat Dakwah Walisongo Semarang, Wakil Direktur Bidang Dakwah dan Toleransi di Center for Democracy and Religious Studies (CDRS) Kota Semarang.

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *