Oleh: Devi Sulistiowati, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.
Hukum dagang atau biasa disebut dengan hukum bisnis ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan yang lainnya. Khususnya dalam hal perniagaan. Dengan demikian hukum dagang adalah hukum perdata khusus. Pada mulanya kaidah hukum yang kita kenal sebagai hukum dagang saat ini mulai muncul di kalangan Pedagang sekitar abad ke-17. Kaidah-kaidah hukum tersebut sebenarnya merupakan kebiasan diantara mereka yang muncul dalam pergaulan di bidang perdagangan. Oleh sebab itu, hukum dagang terletak dalam lapangan perikatan, yang khusus timbul dari lapangan perusahaan. Perikatan-perikatan itu ada yang bersumber dari undang-undang, sabagaimana dalam ketentuan hukum perdata. Jadi, yang dimaksud dengan hukum dagang / bisnis adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan menyangkut perdagangan atau peniagaan.
Di dalam bisnis sering terjadi persengketaan bisnis. Pada umumnya sengketa (konflik) hanya bisa diselesakan melalui jalur pengadilan karena di kalangan professional hukum sering menggunakan jalur litigasi (pengadilan) dan seringkali mengabaikan jalur non litigasi yang lebih mudah. Dalam hal ini Alternatif Penyelesaia Sengketa (APS) atau lebih dikenal Alternative Dispute Resolution (ADR) atau sering juga disebut dengan istilah Out of Court Settlement (OCS).
Adapun beberapa pendapat mengenai APS atau Alternative Dispute Resolution (ADR). Pertama, APS adalah mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Dalam konteks ini, mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat berupa penyelesaian sengketa melalui Arbitrase, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, dan lain-lain.
Kedua, APS adalah forum penyelesaian sengketa di luar pengadilan dan arbitrase. Hal ini mengingat penyelesaian sengketa melalui APS tidak dilakukan oleh pihak ketiga. Sedangkan dalam forum pegadilan atau abritase, pihak ketiga (Hakim Atau Arbiter) mempunyai kewenangan untuk memutus sengketa yang bersifat kooperatif, seperti halnya negosiasi, mediasi, dan sebagainya. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan APS termasuk juga penyelesaian sengketa yang diatur oleh peraturan perundang-undangan, tetapi berada di luar pengadilan, seperti Badan Penyelesaian Pajak (BPSP), Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), dan sebagainya.
Tenik negosiasi, mediasi, dan konsiliasi tidak dikenal di Indonesia. Namun, secara tidak sadar masyarakat Indonesia telah menerapkan mekanisme APS, yakni yang disebut musyawarah untuk mufakat. Asas musyawarah untuk mufakat telah lama dikenal dan dipromosikan oleh pemerintah sebagai sesuatu budaya bangsa Indonesia. Penyelesaian sengketa diluar peradilan (ADR) lebih menguntungkan dari pada penyelesaian sengketa melalui jalur peradilan. Keuntungan dimaksud adalah Pertama, Proses lebih cepat, artinya penyelesaian sengketa dapat dilaksanakan dalam hitungan hari, minggu, atau bulan, tidak seperti halnya penyelesaian lewat jalur pengadilan yang memerlukan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan.
Kedua, biaya lebih murah dibandingkan penyelesaian sengketa/konflik melalui jalur litigasi, Ketiga, sifatnya informal karena segala sesuatunya dapat ditentukan oleh para pihak yang bersengketa seperti menentukan jadwal pertemuan, tempat pertemuan, ketentuan-ketentuan yang mengatur pertemuan mereka, dan sebagainya.
Keempat, kerahasian yang terjamin, artinya materi yang dibicarakan hanya diketahui oleh kalangan terbatas, sehingga kerahasiaan dapat terjamin dan tidak tersebar luas atau terpubliskasikan. Kelima, adanya kebebasan memilih pihak ketiga, artinya para pihak dapat memilih pihak ketiga yang netral yang mereka hormati dan percayai serta mempunyai keahlian dibidangnya.
Keenam, dapat menjaga hubungan baik persahabatan, sebab dalam proses yang informal para pihak berusaha keras dan berjuang untuk mecapai penyelesaian sengketa secara kooperatif sehingga mereka tetap dapat menjaga hubungan baik. Ketujuh, lebih mudah mengadakan perbaikan-perbaikan, artinya apabila menggunakan jalur ADR akan lebih baik lebih mudah mengadakan perbaikan terhadap kesepakatan yang telah dicapai seperti menegosiasikan kembali suatu kontrak baik mengenai substansi maupun pertimbangan yang menjadi landasannya termasuk konsiderans yang sifatnya non hukum. dan Kedelapan, putusan bersifat final, artinya putusan yanga diambil oleh para pihak adalah final sesuai kesepakatan yang telah dituangkan di dalam kontrak.
Pada era global, penyelesaian sengketa di luar pengadilan lebih popular dan praktis dibandingkan dengan menempuh lembaga litigasi. Kebutuhan ekonomi global memerlukan fleksibilitas dan solusi yang cepat dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindarkan bahwa sedapat mungkin tidak melalui litigasi karena lebih lama dan mahal karena hal-hal prosedural dan birokratis.