Ini hanyalah seuntai rasa, yang berbaju kata. Katakanlah aku pengecut karena hanya dari sini aku sanggup mengungkapkan kata. Sebuah kata dan rasa yang meruncing pada satu topik yang senada. Satu topik yang menuai rasa. Rasa yang sering disebut dengan cinta.

Kedatanganmu bak bulan ditengah gelapnya gerhana. Air ditengah gersangnya Sahara. Namun sayang, itu hanya praduga awal saja.

Ternyata terlalu cepat bagiku menilaimu. Begitu pandainya kau menawarkan rasa nyaman lewat senyummu, perhatian mum candamu.

Dengar lah wahai kamu! Aku nyaman bersamamu. Hariku tak lagi kelabu semenjak kedatanganmu. Topeng kesedihanku seakan luntur hanya dengan tatapanmu. Air mata ku terserap sudah hanya karena celotehanmu. Kecewaku terbayarkan hanya karena kejutan2 kecil darimu. Sungguh, jikalau buih dilautan menyatu, tak akan cukup untuk menggambarkan betapa besar rasa nyaman itu.

Aku seakan dibutakan oleh mu. Aku tak peduli lagi apapun diluar sana, hanya kamulah duniaku kala itu. Aku tak peduli kurangmu. Bahkan aku tak peduli bagaimana kelamnya masa lalumu.

Maaf, sekarang aku mau menarik semua pujiku untukmu. Aku ingin menghapus semua rasa nyaman bersamamu. Bukan karena aku bosan, sungguh aku wanita yang terlalu setia untuk secepat itu berpaling.

Kamu memang indah, sangat. Tapi sayang, indahmu bak pelangi saja. Menghiasi dunia dengan mewahnya warna, memberi kebahagiaan bagi dunia, namun hanya sesaat.

Itu lah kamu. Kamu yang tiba-tiba muncul digerbang hatiku. Menerobos masuk tanpa ba-bi-bu. Bahkan, dengan lancang kamu ikut menuliskan warna-warni indah dalam kelabunya hariku. Ketika aku merasa teramat nyaman, sampai rasanya surga ada di genggaman ku, kamu berubah. Kamu bukan kamu yang kukenal dulu .

Baca Juga  Tragedi di bawah Gerimis

Perlahan aku pun tau, bahwa alasanmu berbubah tidak lain dan tidak bukan karena dia. Gadis itu. Gadis berambut coklat yang teramat manis saat tersenyum. Gadis yang ternyata pernah menjadi bagian terindah dari masa lalumu. Gadis itu meninggalkan mu tanpa sebab. Aku yakin kau teramat hancur kala itu. Jangan tanya bagaimana aku bisa mengetahui semua itu. Kebersamaan kita yang cukup singkat itu agaknya sudah cukup bagiku untuk memahami duniamu. Bahkan terlalu mengerti lebih dari kamu memahami duniamu sendiri .

Di masa kerapuhanmu itulah kita bertemu. Entah sebab apa kamu tiba-tiba menyapaku dengan senyuman manismu. Waktu itu hatiku belum tergetar sedikit pun olehmu. Namun, sepertinya takdir ingin mempermainkan kita lebih dalam lagi. Detik demi detik pun berlalu, dan entah bagaimana takdir bekerja kita terus menerus dipertemukan dalam pertemuan-pertemuan manis bersama mu.

Perlahan hatiku luluh, sudah kucoba dengan sekeras mungkin untuk mengumpulkan kepingan hatiku. Namun, mereka lebih memilih bernaung dalam pelukanmu. Pun akhirnya kubiarkan saja polah mereka. Toh, kamu seriuas dengan hubungan kita.

Ternyata detik itu juga menjadi detik terbodoh sepanjang kisahku . Harusnya sedari dulu aku menghindari mu. Karena aku tak ubahnya seperti pelampiasanmu saja. Pelampiasan dari si gadis manismu itu. Lihat saja reaksimu ketika dia kembali ke dunia kita. Duniamu seakan hanya terpusat padanya, binar matamu begitu merekah saat kembali melihat senyuman nya, bibirmu tak hentinya membentuk bulan sabit sala sapaan hangat darinya kembali mewarnai diary mu.

Baca Juga  Dinamika Rasa

Lalu aku? Aku ditinggalkan begitu saja, sekan tak pernah ada ‘Kita’ dalam kamus besar kisah ini. Setidakberharga itukah aku di matamu? Tolong, aku bukan sampah. Hargailah aku sedikit saja. Baiklah, aku mengalah. Aku akan mundur. Biarkan dia menjadi pendamping mu memainkan peran protagonis dalam drama kelam ini. Tapi setidaknya jangan begini, jangan menyia-nyiakan aku sejauh ini.

Aku tidak akan menyalakan kamu yang kembali bersatu dengannya, bukankah cinta memang tidak bisa dipaksakan kan? Yasudah, kali ini biarkan lah hatiku kembali tersakiti. Tak apa, asalkan kamu bisa bahagia. Berjanjilah setelah ini kita masih tetap berteman ya, aku akan belajar bagaimana caranya menghilangkan rasa cinta ini. Lain kali aku akan lebih berhati-hati lagi, agar aku tidak mudah tertipu oleh pelangi semacammu. Indah, tapi hanya sesaat.

 

Naila Aulia
Aku Menulis karena pada dasarnya hidup adalah berbagi; ilmu, inspirasi, cerita, kasih dan cinta

    Tata Cara Shalat Gerhana

    Previous article

    Miris! Tabuhan Rebana Santri Demak Iringi Prosesi Natal di Semarang

    Next article

    You may also like

    Comments

    Ruang Diskusi

    More in Zetizen