Oleh : M. Arif Rohman Hakim, Seorang Kader yang karena kecelakaan sejarah harus mengemban amanah menjadi Ketua Umum HMI Komisariat Dakwah 2016-2017 dan Sekretaris Umum HMI Korkom Walisongo 2017-2018
Ribuan mahasiswa itu memenuhi gedung-gedung birokrasi. Orasi dilayangkan, genderang digaungkan. Gedung wegah wakil rakyatku siang ini ramai. Bukan karena ada sholawatan Habib Syaikh, bukan pula konser ambyar ala-ala Didi Kempot, apalagi konser tunggal Tri Suaka feat Nabila Suaka.
Ribuan Mahasiswa itu datang dan mencoba merangsek masuk ke dalam gedung paling elit dan diperebutkan di negeri ini. Lolongan anjing seakan mereka indahkan. Bahkan beberapa kali petugas yang menyemprotkan gas air mata pun tak mereka hiraukan. Justru mereka malah menikmatinya. Seolah-olah seperti anak kecil yang kegirangan saat bermain air hujan.
Solidaritas! Mereka katakan solidaritas, karena bagi mereka, satu kali menjalankan demonstrasi untuk menyuarakan aspirasi rakyat lebih baik daripada seribu kali kuliah di dalam kelas. Mereka membentangkan spanduk, mengepalkan tinju ke langit, juga memegang bendera kuning sambil berucap; “Inalillahi Wa inalilllahi Rojiun, Wakil Rakyat Negeri Ini Telah Mati Suri”. Ibu pertiwi berduka, ribuan mahasiswa bersorak-sorai, merayakan kematian nurani petinggi negeri yang sudah sekian kali menutup akses orang susah untuk sekadar hidup.
Suasana yang amat terik nun gaduh sesaat menjadi sepi saat mereka meneriakkan lirik aksi juang, buruh tani, dan sumpah mahasiswa. Suasana kembali memanas saat mereka menyanyikan Mars HMI.
Bersyukur dan ikhlas
Himpunan mahasiswa islam
Yakin usaha sampai
Untuk kemajuan
Hidayah dan taufik
Bahagia HMI
Berdoa dan ikrar
Menjunjung tinggi syiar islam
Turut qur’an dan hadits
Jalan keselamatan
Ya Allah berkati
Bahagia HMI
“Brukk”, sebuah pentungan polisi melayang tepat di kepala bagian belakangku. Sesaat kemudian aku tersungkur, dan tiba-tiba aku dihadapkan pada sosok yang persis seperti aku. Bak pinang dibelah dua, semua sama, tak ada yang berbeda dari kami. Katanya, “Dengarkan aku, saudaraku. Akan Aku keluarkan semua keresahanmu”.
Kanda, Dinda ingin bertanya,
Katanya, kita harus berteman lebih dari saudara
Namun, kadang Dinda bingung
Saudara seperti apa?
Sebab, Dinda seringkali berjuang sendirian.
Dan saat Dinda terjatuh, tak jarang Kanda tertawakan
Bersyukur dan Ikhlas
Kanda, seringkali Dinda menyaksikan Kanda menyeringai
Terlebih saat ada proyek dari pemerintah
“Dinda, segera selesaikan proposalnya ya. Nanti Kanda yang mengatur goalnya”
Tempo hari, Kanda juga bilang sama Dinda
“Dinda, besok maju di Konfercab ya? Biar nanti posisi Kanda aman. Kan, nanti Dinda juga yang enak jika ada kegiatan”
Jadi, bagaimanakah konsep Bersyukur dan Ikhlas menurut Kanda?
Himpunan Mahasiswa Islam
Kanda, Dinda bingung. Kenapa Dinda harus berhimpun?
Apa benar kata orang-orang di luar sana?
“Kalian itu hanya dimanfaatkan oleh senior-senior busuk”
Dan mengapa kita harus ber-Islam?
Kan lebih baik Kita Diskusi tentang Tuhan sampai dini hari
Tak peduli adzan, apalagi ngaji
Seperti kata Kanda, “Tenang Dinda, Tuhan tidak perlu dibela”
Yakin Usaha Sampai, untuk Kemajuan
“Tak peduli salah atau benar, halal atau haram, yang terpenting tujuan Kita Berhasil”
Itu kan yang sering Kanda ajarkan.
Melobi sana-sini, dan bahkan mempermainkan konstitusi
Ah, bodo amat dengan HMI, yang pentingkita sukses menjalankan misi
Lantas, kemajuan seperti apa yang nanti dapat Kita ciptakan?
Hidayah dan Taufik
Sering Kita berproses bersama, Kanda
Diskusi dari Magrib sampai dini hari
Dan kemudian menghabiskan siang untuk tidur
Bangun, makan, diskusi, ngopi, dan sesekali Pubg(i)
Mungkinkah dengan tingkah seperti ini, Hadayah dan Taufik menjamah Kita?
Setiap kali adzan, kita tutup telinga.
Dan berlanjut membahas Tuhan
Bahagia HMI
Sesederhana itukah kebahagian Kita, Kanda?
Mencukupkan diri dengan perangai jahiliah
Percuma HMI dilambangkan dengan keseimbangan
Jika seimbang yang kita timbang bukan amalan yaumiyah
Namun hanya melulu dengan rupiah
Berdoa dan Ikrar
“Innasholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil alamin”,
Tersentak Dinda, Kanda
Mengingat saat penutupan LK 1 dulu
Betapa gagah Kanda saat itu.
Maju ke depan forum dengan mut dan peci usang
Membacakan pembaiatan, seperti saat Soekarno-Hatta membacakan Proklamasi
Tapi, Kanda.
Mungkinkah doa kita di dengar, sedangkan kewajiban saja tidak pernah Kita tunaikan?
Menjunjung Tinggi Syiar Islam
Tersenyum kecut Dinda, Kanda
Ajaran Islam kita begitu kaffah
Jangankan norma agama, Tuhan saja kita lawan
Gagah bukan Kita, Kanda?
Turut Quran dan Hadist Jalan Keselamatan
Jarang sudah Kita melakukan kajian Ke-Islaman klasik
Apalagi untuk sekedar membuka dan membaca al-Qur’an
Adzan kita abaikan demi sebuah rapat kepengurusan
Qiyamul lail Kita tinggalkan demi sebuah kajian ke-Tuhanan
Lantas, jalan keselamatan seperti apa yang akan Tuhan berikan?
Ya Allah Berkati, Bahagia HMI
Kanda, betapa munafik Kita ya?
Pikiran Kita masih saja begitu picik
Apakah Kanda yakin?
Jika Tuhan akan memberkati Kita?
Bukankah kausalitas itu berlaku untuk Tuhan dan manusia?
Sudah bahagiakah Kita, Kanda?
HMI Untuk Siapa?
Kita dikader untuk menjadi seorang pemenang, bukan pecundang.
Beradu kepicikan untuk memenangkan sebuah jabatan dalam kepengurusan
Dan berakhir dengan progam kerja yang tak ada
Kanda bilang, di masa depan HMI akan membawa negeri ini menjadi lebih baik
Tapi, Kanda. Bukankah hari esok HMI juga bisa merusak?
Lalu, HMI untuk apa?
Dan Dosakah Lafran Pane?
“Kartonyono neng ati medhot janji”, teriak seorang petugas kepolisian dengan suara parau.
“Sudah bangun, Dinda? Ayo kita kembali ke mendan perang. Penjara bukan tempat pejuang seperti Kita. Teman-teman juga masih bertahan di Senayan”,
*Diadaptasi dari tulisan Fazlur Rahman Lubis dengan sedikit gubahan