*Oleh: Malik Fajar, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal
Tertangkapnya dan ditetapkannya Rudi Suparmono, Mantan Kepala Pengadilan Negeri Surabaya oleh Penyidik Kejaksaan Agung, membuat bertambahnya daftar Hakim yang terlibat dalam kasus suap vonis bebas Ronald Tannur.
Ronnald Tannur merupakan penganiaya kekasihnya, Dini Sera Afriani hingga meninggal pada Oktober 2023 lalu. Rudi diduga berperan dalam menentukan komposisi Majelis Hakim untuk membebaskan Ronald Tannur.
Sebelumnya 3 (tiga ) Hakim PN Surabaya yang memberikan putusan bebas kepada Ronald Tannur, sudah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo. Mantan Pejabat Mahkamah Agung (MA) yaitu Zarof Richar (ZA) juga ikut terlibat dalam kongkalikong dan permainan kotor ini.
Mereka semua diduga menerima suap, yang dilakukan oleh Lisa Rahmat, selaku pengacara atau kuasa hukum dari Ronald Tannur, untuk membebaskan kliennya. Lisa Rahmat (LS) sudah ditetapkan sebagai tersangka terlebih dahulu bersamaan dengan Ronald Tannur.
Dalam perannya Lisa Rahmat meminta kepada ZA, selaku mantan pejabat MA yang sudah punya relasi dengan Hakim-Hakim, yang ruang lingkupnya dibawah MA, untuk Menemui Rudi, yang saat itu masih menjabat sebagai Kepala PN Surabaya dengan tujuan memesan dan memastikan agar komposisi Hakim yang menyidangkannya perkaranya bisa memvonis terbebas dari hukum.
Hakim pesanan yang dilakukan oleh LS berhasil membuat kliennya mendapatkan putusan bebas, tetapi hal tersebut menyisakan keanehan dan sangat mencederai rasa keadilan bagi masyarakat maupun bagi keluarga korban.
Dalam perkembangan kasus ini, Meirizka Widjaja Tannur yang merupakan Ibu dari Ronnald Tannur juga menjadi Terdakwa dalam kasus dugaan suap kepada para Hakim tersebut.
Hakim yang seharusnya menjunjung tinggi prinsip independensinya, terbebas dari tekanan, pengaruh, atau campur tangan, justru ikut dalam keterlibatan perkara suap yang merupakan sebuah bentuk pengkhianatan terhadap amanah yang diemban dan prinsip penegakan hukum.
Kejadian Hakim pesanan ini tidak hanya meruntuhkan integritas pribadi seorang Hakim itu sendiri, tetapi mencederai rasa keadilan dan menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan dan nilai keadilan itu sendiri.
Ketika putusan Hakim di pengaruhi oleh tekanan, pengaruh atau campur tangan dari pihak luar, maka aspek keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi dan menjadi hal yang utama berubah menjadi komoditas yang dapat diperjualbelikan, dapat digadaikan dan menjadi alat untuk memenuhi kepentingannya sendiri atau golongannya. Sehingga tujuan hukum yang sebenarnya, yang diharapkan dan yang dicita-citakan, yaitu membawa keadilan tidak tercapai.
Hal itu menunjukkan aparat penegak hukum kita yang menjadi garda terdepan untuk memastikan, hukum yang dicita-citakan tercapai masih jauh dari harapan. Yang seharusnya berorientasinya meletakan segala sesuatunya pada aspek keadilan substantif hanya berfokus pada keadilan prosedural semata.
Demikian dengan Prinsip merdeka yang sejatinya bebas dari tekanan, pengaruh dan intervensi daripihak manapun dan siapapun tidak bisa di terapkan. Prinsip-prinsip yang dilanggar menandakan kurangnya dan lemahnya integritas mereka.
Bukan tidak mungkin suatu hari, masyarakat tidak mempercayai keberadaan badan peradilan lagi, lantaran semakin merosotnya nilai dan prinsip dari penegak hukumnya. Sehingga bisa dibayangkan kejadian atau kondisi tidak adanya hukum seperti pencurian yang di bakar massa, penagihan utang yang dilakukan dengan cara cara kekerasan dan pembunuhan yang dibalas dengan pembunuhan. Hal tersebut hanya segelintir contoh saja dari ketidaan hukum yang mengatur.
Apabila hal itu terjadi bukan hanya masyarakat yang tidak mempercayai badan peradilan akan tetapi menjadi hilang pula kepercayaan warga negara terhadap negara.
Oleh karena itu, reformasi badan peradilan penting untuk segera dilakukan, dan diperlukan upaya serius dari Pemerintah dan Mahkamah Agung selaku episentrum dari badan peradilan dibawahnya untuk membangun sistem peradilan yang benar benar adil.
Peningkatan kompetensi penegak hukum, pengawasan internal dengan ketat dan transparansi dan keterbukaan menjadi hal yang wajib. Kemudian jika ada oknum anggotanya yang coba bermain main dan terlibat dalam suatu tindak kejahatan, maka harus mendapatkan hukuman yang lebih berat ketimbang kejahatan yang dilakukan oleh warga biasa.
Proses peradilan yang bersih, bebas campur tangan dari pihak manapun akan mencerminkan bahwa badan peradilan tetap terjaga marwahnya dan mampu menjadi garda terdepan untuk masyarakat dalam pencarian keadilan.
Dengan demikian kepercayaan akan keberadaan badan peradilan dan sistemnya akan kembali tumbuh, mengingat kepercayaan terhadap badan peradilan atau lembaga yudikatif merupakan suatu keniscayaan bagi kelangsungan sebuah negara.