Pemberitaan perpolitikan di Indonesia dihebohkan dengan pengumaman reshuffle kabinet Jokowi-Ma’ruf. Walaupun, enam sosok menteri baru yang terpilih bukanlah sosok yang asing lagi dalam dunia perpolitikan. Namun, nama Sandiaga Uno yang terpilih sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Menparekraf RI) memberikan daya kejut luar biasa di mata publik.

Selama kurang lebih setahun, Sandiaga Uno menjadi lawan politik pasangan Jokowi-Ma’ruf pada pilpres 2019. Kini, Sandi mengikuti jejak Prabowo yang telah dahulu bergabung dengan kabinet Presiden Jokowi sebagai Menteri Pertahanan Republik Indonesia (Menhan RI).

Padahal, sebelumnya, Sandi mengungkapkan ke beberapa media akan tetap berada dalam jalur opisisi dari pemerintahan Jokowi. Diransil dari detik.com (2019), Sandi berpendapat agar partai nonkoalisi Jokowi pada pilpres 2019 sebaiknya menjadi oposisi. Menurut Sandi, partai yang tidak menang ini berada di lingkaran kekuasaan agar tetap ada pihak-phak yang mengkritisi pemerintah.

Opisisi Bukan Musuh Pemerintah

Pilpres 2019 memang telah berlalu dan sebagai bentuk kedewasaan berdemokrasi perpecahan politik harus diakhiri. Namun, banyak cara agar bisa mengakhiri perpecahan tersebut,  bukan malah bergabung ke dalam lingkaran kekuasaan. Sebab, pada dasarnya, salah satu etika politik negara demokrasi adalah rival politik akan menjadi oposisi.

Pembangunan negara, bukan hanya dari dalam lingkaran kekuasaan, oposisi juga penting dalam pengawalan kebijakan pemerintah. Prinsip demokrasi yang memberikan kebebasan berpendapat kepada seluruh rakyatnya dan memposisikan rakyat sebagai kedaualatan tertinggi tidak memberikan jaminan bahwa pemerintah dapat menerjemahkan aspirasi rakyat secara keseluruhan.

Baca Juga  Permasalahan Tindak Pidana Money Laundering

Oposisi, sebagaimana yang dimaksudkan, bukanlah sekadar sikap asal berbeda. Prof. Nurcholish Madjid, cendekiawan muslim Indonesia, menjelaskan bahwa oposisi tidak perlu dipahami sebagai sikap menentang, tetapi ada support-nya juga. Kelompok oposisi lebih dimaknai sebagai kekuatan penyeimbang (check and balance) yang bisa membuat perasaan-perasaan tersumbat tersalurkan.

Saat ini, nasi telah menjadi bubur, Sandi telah resmi dilantik sebagai menteri dalam kabinet Jokowi-Ma’ruf. Semoga dapat bekerja dengan baik. Pembelajaran ke depannya adalah para politisi harus memahami dan menjunjung tinggi etika politik negara demokrasi. Salah satunya, rival politik menjadi pengawas kekuasaan.

Meskipun demikian, opisisi sebagai dasar etika politik negara demokrasi juga harus dijunjung tinggi oleh seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya politisi saja. Kegiatan oposisi dapat dipahami sebagai konsep amar makruf dan nahi mungkar. Setiap orang menyerukan kepada kebaikan dan mencegah kepada kemungkaran. Dengan kata lain, dalam konteks politik, para oposan tetap mengatakan baik jika kebijakan pemerintah baik, dan berani menegur dan mencegah, jika kebijakan pemerintah buruk.

Oleh: Kodrat Alamsyah, Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam

Kodrat Alamsyah
Ketua Umum BPL Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Semarang 2019-2020, Direktur Umum Center for Democracy and Religious Studies (CDRS) Semarang 2018-2020, Ketua Asosiasi Ilmu Falak Mahasiswa Islam (AFMI) 2017-2020, Wasekum Bidang Informasi dan Media PW GPII Jawa Tengah 2017-2021. Mahasiswa Ilmu Falak UIN Walisongo

    Transparansi Pejabat Publik di Masa Pandemi

    Previous article

    Pro Kontra Parpol Kala Jokowi Bangun ‘Kabinet Capres 2024’

    Next article

    You may also like

    Comments

    Ruang Diskusi

    More in Gagasan