Anak itu harus dididik dengan baik dan benar. Kebiasaan baik untuk anak itu harus ditanamkan sejak dini agar dapat melekat pada diri anak. Sebab, kebiasaan baik pada anak yang dipupuk sejak dini bisa memiliki dampak positif untuk jangka panjang, sehingga kebiasaan positif ini akan diteruskan sampai dewasa. Tidaklah benar jika ada yang beranggapan bahwa anak akan berubah dengan sendirinya saat anak tumbuh dewasa nanti. Semua itu tergantung dari pola asuh yang diterima saat masih balita.
Usia dini pada anak merupakan usia emas yang perlu diperhatikan penuh, agar tumbuh kembang anak lebih optimal dengan baik. Pasalnya, pada usia ini, anak mengalami tumbuh kembang terhadap otak anak yang sangat pesat. Oleh karena itu, faktor yang dapat menunjang perkembangan si kecil, seperti asupan pendidikan yang baik pada anak perlu perhatian secara maksimal.
Tanpa disadari, mendidik anak yang dilakukan oleh orang tua zaman now itu masih sama sebagaimana pola asuh yang dilakukan orang tua zaman old. Pola asuh yang dilakukan orang tua zaman old sudah seharusnya tidak berlaku untuk orang tua zaman now. Sebab, mendidik anak itu idealnya sesuai dengan zamannya, tanpa memaksa untuk menjadi sama apa yang pernah dirasakan orang tua zaman now dahulu saat masih seusia anaknya saat ini. Ini seharusnya dipahami oleh semua orang tua bahwa jika ingin menyiapkan anak untuk masa depannya, maka cobalah para orang tua untuk mengevaluasinya.
Pada usia golden years, anak menyerap informasi banyak. Karakter anak dibentuk hingga berusia 6 tahun. Setelah masa itu terlewat, maka pola asuh yang diterima akan menetap menjadi sifat dan perilakunya. Jika hal positif yang diterima oleh anak, maka karakter positif pula yang dimilikinya. Untuk itu, merancang pola asuh yang tepat harus menjadi kegiatan utama bagi orang tua.
Di antara kesalahfatalan mendidik anak yaitu komunikasi orang tua terhadap anak. Komunikasi secara verbal, misalnya. Komunikasi verbal sangat berpengaruh bagi anak, karena anak berpotensi mudah merekam apa yang didengar. Contoh realita orang tua saat ini seringkali mengatakan bahwa anak diminta untuk segera tidur dengan alasan agar bisa bangun untuk sekolah esok harinya. Cara menidurkan anak yang begini, maka efek sampingnya itu anak akan berimajinasi bahwa bangun pagi itu untuk sekolah, bukan untuk mendirikan shalat subuh. Maka yang tertancap dalam pikiran anak ketika bangun itu yang diingat berangkat sekolah. Ini mungkin sesuatu yang sepele, tetapi efek pada anak itu berbahaya dan ini menjadi PR untuk parent milenial.
Selain itu, ada pula yang menakut-nakuti si anak bahwa jika tidak segera tidur, nanti akan ada hantu atau digigit nyamuk atau lain-lain yang berkaitan dengan menakut-nakuti anak. Tanpa disadari, dampak bagi anak sangat kuat, karena yang dibayangkan oleh anak sebelum tidur itu sesuatu yang menakutkan, bahkan menyeramkan. Anehnya, banyak orang tua yang justru itu menjadi jurus andalannya. Padahal, itu akan berimbas pada anak. Mengapa demikian? Karena anak lebih mudah menyimpan memori-memori yang baru dan memori itu akan terus diingat hingga tumbuh dewasa, jangan sampai mata rantai pola asuh yang model begitu masih berlanjut hingga ke cucu cicit Anda.
Contoh lain yang terjadi di lapangan adalah anak sedang latihan berjalan kemudian terjatuh atau kegiatan apa pun yang menyebabkan si kecil menangis, maka hindari untuk menyalahkan sesuatu agar si kecil berhenti menangis, karena secara tidak langsung, ini memberikan pengaruh pada anak untuk selalu menyalahkan sesuatu hingga seseorang sejak dini. Orang tua pada umumnya itu seringkali menyalahkan sesuatu yang jelas-jelas tidak salah. Cara yang begitu itu termasuk pola asuh lama yang sudah seharusnya diperbaharui, karena saat ini sudah memasuki era milenial yang terus berkembang, karena era milenial yang terus berkembang inilah yang seharusnya orang tua lakukan evaluasi bersama dengan baik di antaranya, bahasa mendidik anak.
Oleh: Fauziyatus Syarifah, Alumnus Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Walisongo Semarang