Fikih  

Apa yang Dimaksud dengan Hadats?

Apa yang Dimaksud dengan Hadats?
Ilustrasi

Pada pembahasan thaharah, kita menjadi tahu bahwa thaharah itu berfungsi mensucikan dan membersihkan diri kita dari hadats dan najis.

Sekarang, mari kita perdalam pengetahuan kita tentang apa yang dimaksud dengan hadats.

Sangat penting bagi kita untuk tahu tentang hadats. Apalagi Rasulullah Saw pernah bersabda dari riwayat Abu Hurairah yang berbunyi:

لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاَةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

Artinya: Allah tidaklah menerima shalat salah seorang di antara kalian ketika ia berhadats sampai ia berwudhu. (HR. Bukhari dan Muslim)

Maksud hadits di atas bahwa suci dari hadats (hadats besar dan kecil) merupakan syarat sahnya shalat.

Pengertian Hadats

Ibn Manzur dalam Lisan al-‘Arab bahwa hadats secara bahasa berarti sesuatu yang baru, maksudnya sesuatu yang sebelumnya tidak ada kemudian menjadi ada. (Ibn Mandlur, Lisan al-‘Arab, Kairo: Dar al-Ma’arif, t.th, hlm. 797)

Dari defini di atas menunjukkan bahwa pada awalnya manusia itu suci, tapi karena melakukan perbuatan tertentu yang menjadikan manusia tidak pada kondisi suci. Agar kembali suci, maka hadats perlu diangkat dengan thaharah.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hadats adalah keadaan tidak suci pada diri seorang Islam, yang menyebabkan ia tidak boleh shalat, tawaf, memegang kitab suci al-Quran, dan sebagainya. (Tim Penyusun Kamus Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa, 2008, hlm. 500)

Menurut madzhab Malikiyah yang diwakili oleh Syihabuddin Ahmad bin Idris Al-Qarafi, dalam kitabnya Adz-Dzakhirah, bahwa hadats adalah keadaan dimana seseorang dilarang secara syara’ (hukum) untuk melaksanakan ibadah. (Syihabuddin Ahmad bin Idris Al-Qarafi, Adz-Dzakhirah, juz 1, Beirut: Dar al-Garb, 1994, hlm. 326)

Dalam pandangan madzhab Syafi’iyah yang diwakili oleh Syaikh al-Islam Syamsuddin Muhammad bin Abi al-‘Abbas Ahmad bin Hamzah bin Syihabuddin ar-Ramli, yang terkenal dengan nama Imam Ramli, dalam kitabnya Nihāyah al-Muhtāj yang merupakan kitab penjelas dari kitab al-Minhāj ath-Thalibin karya Imam an-Nawawi, bahwa hadats adalah status hukum syar’i (hukmi) pada tubuh seseorang yang menghilangkan kesucian. (Imam Ramli, Nihāyah al-Muhtāj Syarh al-Minhāj ath-Thalibin li an-Nawawi, juz 1, Maktabah Asy-Syamilah, hlm. 169)

Dalam pandangan madzhab Hanafiyah, yang diwakili oleh ‘Alauddin Abu Bakr bin Mas’ud bin Ahmad al-Kasani, dalam kitabnya Badāi’ ash-Shanāi’ fi Tartib asy-Syarāi’, bahwa hadats adalah keluarnya najis dari manusia baik lewat kedua lubang kemaluan atau lewat lubang lainnya (seperti mulut; muntah), baik sengaja atau tidak sengaja. (‘Alauddin Abu Bakr bin Mas’ud bin Ahmad al-Kasani, Badāi’ ash-Shanāi’ fi Tartib asy-Syarāi’, juz 1, Maktabah Asy-Syamilah, hlm. 306)

Dalam pandangan madzhab Hanabilah, yang diwakili oleh Manshur bin Yunus bin Idris al-Bahuti, dalam kitabnya Kasysyāf al-Qinā’ ‘an Matan al-Iqnā’, bahwa hadats adalah segala yang mewajibkan wudhu’ atau mandi janabah. (Manshur bin Yunus bin Idris al-Bahuti, Kasysyāf al-Qinā’ ‘an Matan al-Iqnā’, juz 1, Maktabah Asy-Syamilah,  hlm. 34)

Intinya, hadats adalah sebuah kondisi tubuh dimana seseorang tidak boleh menjalankan beberapa ritual ibadah, dan hadats itu hanya bisa diangkat dengan wudhu’, mandi janabah atau tayammum.

Adapun penjelasan tentang jenis hadats yaitu hadats kecil dan hadats besar, In Syā’a Allah akan dibahas pada pembahasan khusus tersendiri. Wa Allāhu a’lām bi ash-shawwāb.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *