Antara Kekerasan Seksual dan Kondisi Psikologis Perempuan

Antara Kekerasan Seksual dan Kondisi Psikologis Perempuan

Oleh : Wahyuni Tri Ernawati *

Aktivis HMI  dan mahasiswa  jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi  UIN Walisongo Semarang

Yang sebenarnya menjadi hal tabu, kini nampak wajar-wajar saja didalam perspektif masyarakat. Padahal dulunya sangat dijaga dan dihormati, tapi sekarang seperti bebas tanpa sekat pembatas. Lingkungan seperti itulah yang menjadi salah satu penyebab timbulnya perilaku amoral, dimana kebanyakan kaum perempuan sebagai korban. Jika demikian, adakah pihak yang mau disalahkan? Terkadang kambing hitam malah menjadi pelarian.

Pasalnya, perilaku amoral tersebut berdampak besar terhadap kondisi korban, baik berupa fisik maupun mental. Sehingga masa depan si perempuan menjadi suram dan mengkhawatirkan. Dari sanalah dapat diketahui bahwa tindakan preventif sangat diperlukan agar  korban tidak terus menerus menjamur. Terlebih diera digitalisasi seperti sekarang, berbagai pihak harus bersinergis baik secara action  di dunia maya maupun nyata.

Kekerasan seksual sudah tidak asing lagi menyapa pendengaran masyarakat, mulai dari yang taraf mikro hingga makro. Korbannya pun beragam umurnya, bahkan anak perempuan yang masih balita juga dijadikan sasaran. Lantas, dimanakah letak perikemanusiaan? Padahal manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang paling sempurna. Dengan adanya akal, manusia dapat membedakan mana yang benar dan mana yang sifat binatang.

Allah berfirman dalam QS. Al-a’raf ayat 33 :

قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”.

Dalam surat tersebut, sudah dijelaskan dengan tegas bahwa perbuatan yang melampaui batas seperti melakukan kekerasan seksual adalah haram hukumnya, sehingga seseorang akan memperoleh dosa jika tetap melakukannya. Naudzubillah. Oleh sebab itu, manusia harus memperbaiki iman dan tingkat ketakwaan kepada Allah agar terhindar dari tindakan yang menyimpang.

Seiring berkembangnya zaman, kekerasan seksual ikut bertransformasi menjadi kejahatan yang levelnya lebih tinggi dari tahun-tahun silam. Tetapi hal tersebut, tidak diimbangi dengan penanganan yang baik dan hasil memuaskan. Komisioner Komnas Perempuan, Ririn Khariroh menyebutkan bahwa sebanyak 50 persen kasus perempuan yang melaporkan tindak kekerasan seksual, berakhir dengan jalur mediasi.

Jalur mediasi yang dimaksud adalah mengawinkan korban dengan pelaku kekerasan seksual. Jadi, tidak ada tindak lanjut lebih mengenai kasus-kasus kekerasan seksual yang telah beredar. Di sinilah para korban (perempuan) menjadi pihak yang paling dirugikan. Meski kebanyakan berakhir pada jalur pernikahan, tapi fisik dan mental tetap terguncang.

Kekerasan seksual membuat bekas pada si korban dan akan teringat selama sisa kehidupan. Karena pada dasarnya, kondisi psikologis mereka belum siap untuk menerima perlakuan yang sedemikian rupa. Ada yang menjadi trauma dan depresi sebab terbayang peristiwa tersebut. Ada juga yang menjadi stres dan hilang akal sehingga muncul pemikiran untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya bunuh diri.

Padahal bunuh diri adalah sesuatu yang dibenci oleh Allah SWT. Ada beberapa cara untuk sedikit meringankan beban psikis dari efek samping kekerasan seksual :

  1. Membagi cerita tentang pelecehan seksual yang baru saja dialami pada orang yang bisa dipercaya. Bagi semua perasaan yang muncul. Jangan menyimpan sendiri beban yang dimiliki.
  2. Apabila tekanan akibat kejadian pelecehan terlalu besar dan semakin tidak nyaman, ada baiknya untuk segera menemui psikiater atau mereka yang ahli dibidangnya.
  3. Apabila timbul keinginan untuk menyakiti diri sendiri atau bunuh diri, segera bicara pada orang terdekat baik teman atau keluarga untuk menemani.
  4. Berusaha untuk memaafkan diri sendiri dan berjuang untuk maju. Cara ini memang membutuhkan waktu lama, tapi kalau tidak dimulai dari diri sendiri akan susah terjadi.

Di Indonesia sendiri, beberapa waktu yang lalu bahkan sekarang pun masih hangat-hangatnya orang-orang berbicara tentang RUU PKS. Tuntutan RUU yang membahas tentang penghapusan kekerasan seksual. Jika ditilik lebih dalam, RUU tersebut mempunyai tujuan yakni menjadi sebuah upaya mendekatkan akses keadilan bagi korban, melalui suatu paradigma baru yang menjamin masyarakat bebas dari kekerasan seksual dan menciptakan proses hukum yang lebih merangkul korban dan memperhatikan haknya.

Sampai sekarang, RUU PKS masih belum jelas, karena adanya polemik yang berkelanjutan di masyarakat Indonesia. Entah bagaimana nasib akhirnya, apakah disahkan atau tidak, yang terpenting apabila banyak manfaat dan benar-benar untuk kepentingan umat, kenapa tidak?. Bangsa ini bisa dikatakan darurat kepastian hukum. Jangan sampai kasus kekerasan seksual semakin memperparah citra bangsa di mata dunia.

Demi terciptanya keharmonisan bermasyarakat dan bernegara, maka marilah bersama-sama menjaga kondisi sekitar dengan mencegah tindakan-tindakan amoral seperti kekerasan seksual. Karena banyak sekali dampak buruk yang ditimbulkan dari hal tersebut. Para perempuan sebagai korban tentu merasakan kerugian yang sedemikian besar, hingga mengancam masa depan, terutama bagi si calon anak itu sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *