Harta yang paling berharga adalah keluarga
Istana yang paling berharga adalah keluarga
Puisi yang paling bermakna adalah keluarga
Mutiara tiada tara adalah keluarga
Ya begitulah kutipan lirik yang tepat untuk mengutarakan perasaanku. Pada tanggal 22 Desember adalah hari yang sangat spesial bagi seluruh perempuan tangguh yang telah melahirkan dan mengandung kita selama 9 bulan. Oh iya perkenalkan namaku….
“Kina….” aku terkejut dalam tidurku.
Langsung saja aku beranjak dari kasur dan segera berlari menuju kesumber suara, dan ternyata Kakakku yang memanggil.
“Kina kamu tidak sekolah?” tanya Kakakku.
Aku yang masih setengah sadar, langsung bergegas ke kamar mandi untuk bersiap pergi ke sekolah.
10 menit kemudian… aku pun keluar dari kamar mandi dengan seragam yang telah aku gunakan, aku melihat jam yang ternyata sudah pukul 06.00 WIB. Aku harus segera berangkat ke sekolah karena takut terlambat.
“Assalamualaikum…” ucap Ayahku.
“Waalaikumsalam…” jawab kami serentak.
Aku langsung beranjak untuk berpamitan kepada Ayah, Ayah pun terheran-heran karena melihat aku sudah berpakaian lengkap untuk pergi ke sekolah.
“Kamu mau kemana, Dek?” tanya Ayahku.
“Kina mau pergi ke sekolah Yah” jawabku bertepatan dengan suara adzan yang berkumandang. Akupun terheran-heran adzan apa ini, kenapa berkumandang pukul 6.15. Kakakku yang melihat itupun tertawa terbahak-bahak karena ia berhasil menipuku. Ayahku yang melihat itupun lantas menggelengkan kepala. Aku yang sudah terlanjur kesal langsung saja melempar tasku kesembarangan arah dan langsung menuju keluar rumah, ternyata langit sudah gelap. Aku tidak menyadari sangkin paniknya.
“Ha…Ha…Ha…” tawa Kakakku menggelegar dalam rumah.
“Kakak tidak boleh seperti itu,” ujar Ayahku.
Aku hanya memasang wajah murung karena kejahilan Kakakku.
“ Sudahlah, aku mau ke kamar dulu ya,” pamitku kepada Ayah.
“ Bentar, Dek, Ayah mau berbicara sebentar,” ujar Ayah.
Akupun langsung mengambil posisi duduk di sebelah Kakakku dan mendengarkan ayah berbicara.
“ Dek berhubung besok adalah hari ibu, Ayah mau mengajak kalian silahturahim ke makam Ibu,” ujar Ayahku.
“ Wah Ayah aku mau ke makam Ibu, sudah lama juga kan kita tidak berkunjung ke makam Ibu,” ucapku dengan penuh semangat.
“ Kakak juga setuju yah, berhubung besok kakak juga libur kuliahnya,” tambah Kakakku.
“ Yasudah Adek ganti baju dulu sana, Ayah sama kakak tunggu di meja makan ya,” ucap Ayahku.
“ Ya, Ayah,” jawabku.
Aku pun langsung beranjak dari tempat duduk dan langsung menuju kamar untuk berganti pakaian rumah. Setelah selesai aku langsung menuju ke ruang makan karena Ayah dan kakakku sudah menunggu untuk menyantap makan malam bersama. Setelah selesai makan kami langsung menuju kamar masing-masing untuk mengistirahatkan tubuh.
Kring….kring…kring….
Alarm berbunyi tanda waktuku untuk bangun dan bersiap diri ke makam Ibu, aku pun tak lupa untuk membersihkan dan merapikan kamar terlebih dahulu sebelum mandi. Setelah semua sudah selesai aku langsung bergegas turun ke bawah untuk menemui Ayah dan kakakku yang sudah menunggu di meja makan.
“ Selamat pagi yah, Kak,” sapaku dengan riang.
“ Selamat pagi, Dek,” jawab mereka serentak.
Kami pun menyantap sarapan dengan tenang, setelah selesai kami langsung menuju ke luar untuk pergi ke makam Ibu. Ketika di luar aku bertemu dengan temanku yang sedang membawa kue.
“Wah bagus sekali kuenya,” ucapku kepada Icha.
“Oh ya dong, inikan spesial untuk Ibuku tersayang,” jawab Icha.
Akupun sedikit murung melihat Icha bisa merayakan hari Ibu bersama, sedangkan aku hanya bisa mengucapkan dari jauh. Tiba-tiba Kakakku datang untuk mengalihkan kesedihanku.
“Ayo, Dek, Ayah sudah menunggu di mobil. Kami duluan ya Icha,” pamit Kakakku kepada Icha.
Kami langsung bergegas menuju ke mobil Ayah dengan saling merangkul satu sama lain. 15 menit kemudian kami sampai ke makam Ibu, kami pun tak lupa untuk membeli bunga. Kaki kecilku melangkah antusias hingga menemukan pusara Ibuku. Kami langsung mengirimkan doa kepada Ibu yang dipimpin oleh Ayah. Air mataku tak bisa tertahankan lagi. Aku segera menghapus air mataku agar tidak terlihat oleh Ayahku.
“Selamat hari Ibu ya, Ibuku tersayang,” ucapku dengan sedih.
“Aku ingin membelikan Ibu kue yang cantik seperti yang Icha belikan untuk Ibunya, tapi aku hanya bisa memberikan kue itu untuk Ayah bulan depan. Sedangkan Ibu akan mendapatkan Al-fatihah istimewa dariku hari ini” tambahku.
Desir angin perlahan menyentuh kulit, kami pun beranjak untuk pulang ke rumah setelah melepas rindu dengan Ibu. Aku dengan tak rela beranjak menyusul Kakak dan Ayah untuk ke mobil. Percakapan batin meminta untuk terus berlanjut, meminta pertemuan yang sayangnya semesta tidak memberi izin atas semua itu. Hingga lamunanku buyar ketika Ayah memanggilku.
“Dek, sudah jangan terlalu dipikirkan. Ibu sudah tenang disana, kamu kirim do’a saja untuk Ibu ya,” ucap Ayahku.
Aku pun hanya menganggukan kepala saja pertanda setuju dengan ucapan Ayah. Butiran air mataku perlahan menetes lagi karena teringat kembali kenangan dua tahun lalu bersama Ibu, aku hanya tersenyum setiap kali aku mengingat momen-momen bersama keluarga lengkapku dulu. Bolehkah aku rindu tuhan, kepada ia yang kini jauh dariku. Apakah Ibu akan datang ke dalam mimpiku walau hanya sejenak? atau sekedar memelukku? aku ingin merasakan hal itu kembali. Aku tidak tahu aku sudah dewasa atau masih menjadi gadis kecilmu yang manja. Dua tahun sudah aku tidak bersamamu Ibu, rasa kehilangan itu semakin menyiksa batinku. Hingga aku coba untuk bangkit kembali dan meyakinkan diri ini bahwa jasadmu memang ada di bawah sana tapi hati dan jiwamu ada di sini, di hatiku. Love you Ibu, istirahatlah dengan tenang di sana. Semoga tuhan kelak mempertemukan kita di surganya, sejuta cinta dan rinduku untukmu Ibu.
Oleh: Annisa Arianti, Sanja SMK Planet Nufo Mlagen Rembang asal Bandung, Pengurus IPM Planet Nufo.