Aku tak mengerti lagi tentang caraku kepada mereka. Bukan untuk Benci tapi kenyataannya tidak sesuai angan-angan.
Tidak semua hal yang kulakukan untuk membuatmu jatuh. Apalagi patah. Kini kuhanya bisa berdiam sejenak. Sambil melihat indahnya malam. Kecemburuan hanya bisa kutahan di kerongkongan. Pantang bagiku untuk meluapkan.
Melihat kau yang sedang asik bersenda gurau saat bertatap muka dengannya.
Alangkah perihnya hati ini, ketika sang mentari itu muncul dihapanku. Kutahan tetesan air mata yang membasahi pipi. Mencoba memahami keadaan dengan sepenuh logika.
Tetapi kenapa harus mentari itu? Kenapa bukan yang lain. Apakah salah jika perhatianku tetap setia untuknya.
Sungguh, alangkah menyiksanya kehadiranmu yang membuat goresan perih seperti duri terinjak. Aku bukanlah dia, yang bisa membuat hari-harimu penuh tawa dengan diiringi berbagai topik yang ada.
Sebatas itu coretan yang kuungkap. Mentari malam disinari dengan bintang yang terang. Semangatmu membuatku melupakan masalah yang menimpa.
Hari-harimu membuat kecerianku terasa lebih ceria dari sebelumnya. Dengan nasihat yang kau berikan padaku. Sungguh sangat kagum dengan tingkahmu yang kau berikan kepada mentari yang itu bukan aku.
Semarang, 9 April 2020
Oleh: Putri Pesisir, Pengejar Cita, Pelukis Tawa