Life  

Surga Ada di Kakimu

Perpisahan merupakan muara akhir pada setiap pertemuan. Sebab, suatu hal di dunia tidak ada yang abadi. Begitupula perjumpaan dengan pujaan hati. Tatkala semesta mennggunakan magnetnya untuk menarik dua insan dari arah yang tak disangka-sangka, saat itulah semesta menyatukan kita. Namun, tatkala Sang Pemersatu menghendaki kita untuk berpisah, maka disitulah kesabaran dan komitmen kita untuk tetap menghamba pada-Nya diuji.

Perpisahan hadir bukan untuk melemahkan, bukan untuk menimbulkan luka dan bukan pula untuk menghancurkan jiwa dan hati seseorang untuk terus mengarungi nahkoda kehidupan. Akan tetapi sebaliknya, perpisahan hadir membawa sejuta hikmah bagi hamba-Nya yang berserah. Kehadirannya mampu menimbulkan sepirit luar biasa bagi mereka yang tabah dan mampu mengambil hikmah.

Dari sanalah Aku mulai belajar bagaimana harus menata hati tatkala orang kesayangan pergi karena Sang Kuasa lebih mencintaiya. Kepiluan mendalam bagai ombak dahsyat yang menghantam pantai hati yang sedang bahagia seusai bertemu mentari jiwa. Masih seperti mimpi, tapi Aku tidak boleh larut dalam kepiuan karena sejatinya tiap-tiap jiwa akan merasakan mati. Meski Aku memilikinya tapi ingat Dialah Sang Pemilik segala sesuatu.

Terjatuh, sakit dan tak kuasa menopang diri tatkala hati dihujani kabar duka tatkala engkau pergi. Seketika dengan begitu derasnya air mata terus berjatuhan membasahi wajah. Turun dari mobil, ku mulai melangkahkan kaki menuju pintu rumah yang sudah dipenuhi lautan manusia dengan linangan air mata. Kakiku tak sanggup melangkah lagi, hatiku hancur tatkala melihat mentariku terbujur kaku tanpa bisa menyapaku.

Ku dekatkan wajahku ke wajahnya, aku peluk erat tubuhnya dengan menahan derasnya air mata yang sudah antre ingin menjebol pelupuk mata. Semua yang menyaksikanku ikut hanyut dalm kepiluan yang mendalam. Begitu pula ayahku, namun Ia lebih tegar dariku. Dia berada di samping bunda ditemani dua sahabat karibnya yang selalu setia. Adikku yang masih berumur 10 tahun lebih bersikap tegar, meski sebelumnya dia sempat nangis sejadinya-jadinya tapi sanak saudaraku berhasil menenangkannya.

Ini bukan mimpi, apalagi tipu daya dari Sang Ilahi. Melainkan ini bentuk cinta dari-Nya pada Bundaku. Dia mengambilnya dengan lembut, tanpa menimpakan rasa sakit yang sering di lalui kebanyakan orang ketika kematian menjemputnya. Inilah yang selalu ku tanamkan dalam hati ketika keadaan diri mulai berontak dengan kenyataan dan takdir yang sudah terjadi. Menyusun kembali kekuatan untuk menjalani kehidupan tanpa sosok mentari yang pernah menyinari jiwa.

Kini dua tahun telah berlalu. Senyum indah di wajahmu, hangat dekap pelukmu dan segala kasih sayangmu yang pernah kau berikan untukku tak pernah bisa ku lihat dan kurasakan kembali. Rindu, itu pasti. Akan tetapi bagiku bukanlah pertemuan yang dapat mengobatinya. Namun, menghidupakan kembali semangat juangmu dalam diriku untuk menuju tujuan hidup yang sebenarnya itulah obat rinduku.

Aku percaya, Allah memiliki rencana terindah dibalik kejadian itu. Melatih diri untuk terus bersabar, kuat dan tabah itulah salah satu pembelajarannya. Masih terus bersyukur, karena Allah masih memberikanku kesempatan untuk hidup. Dia masih memberikan umur pada Ayahku dan mengizinkanku untuk terus berbakti padanya.

Hari demi hari terus Aku lewati tanpa hadirmu yang mampu meneduhkan jiwa dan pikiranku. Peran menjadi putri pertama dan juga ibu bagi Adek perempuanku sudah menjadi hal biasa, meski terkadang air mata ikut andil dalam perjalanan kehidupan kami. Tapi itu bukan alasan untuk tidak melakukan perubahan untuk terus meningkatkan kualitas diri guna meraih cita agar tidak selamanya jadi mimpi yang terus bersarang dalam memori.

Hari ini tepat tanggal 22 Desember kali kedua Aku tidak bisa lagi mengucapkan “selamat hari ibu, terimakasih atas segala curahan kasih sayang dan juga perjuanganmu untuk kami”. Namun, ada hal yang berbeda. Meski demikian, kali ini Aku merasa lebih tegar dari biasanya. Jiwaku terasa lebih bangkit, semangatku tambah berkobar tatkala melihat berbagai story temanku yang terpasang di berbagai sosmed.

Bukan ucapan selamat yang di harapkan. Tetapi langkah dan sikap kita dalam mewujudkan harapan orang tua untuk menjadi pribadi yang semakin lebih baik dan berguna bagi bangsa dan negara serta agama. Introspeksi diri apakah kita sudah benar dalam menjalani peran sebagai seorang anak yang seharusnya berbakti bukan protes dan mencaci maki.

Untukmu mentariku yang telah kembali. Meski raga tak bisa lagi saling bertatap dan juga berucap, tak dapat lagi saling memeluk erat, namun percayalah do’a dan harapan terus ku panjatkan kepada-Nya. Dalam hembusan nafas dan detakan jantung Aku masih merasakan kasih sayangmu. Alfatihah untukmu semoga surga tempat terbaik bagi mentari yang telah mendahului Kami.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *