Stunting dan Tanggung Jawab Perempuan

Dalam beberapa tahun belakangan ini, dari tahun 2013 sampai sekarang, kasus stunting pada anak menjadi sorotan utama para petinggi-petinggi negara sekaligus beberapa masyarakat. Namun ada beberapa masyarakat terkhusus ibu rumah tangga yang belum menyadari hal tersebut karena minimnya pengetahuan dan informasi yang belum merata. Bahkan, ada yang menganggap bahwa stunting itu bukan masalah yang serius.

Menurut World Health Organization (WHO), stunting adalah masalah kekurangan gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama. Akibatnya, gangguan pertumbuhan pada anak seperti tinggi badan anak lebih rendah atau pendek dari standar usianya. Sebagian besar masyarakat Indonesia belum memahami istillah tersebut. Mereka menganggap bahwa kondisi anak yang bertubuh pendek disebabkan oleh faktor genetik (keturunan) dari kedua orang tuanya.  sehingga masyarakat menerimanya dengan baik-baik saja tanpa berbuat apa-apa.

Data Riset Kesehatan Nasional 2018 menunjukkan bahwa 30,8 persen anak Indonesia mengalami stunting, jika dibandingkan dengan riset pada tahun 2013 yakini 37,2 persen, angka stunting mengalami penurunan. Namun, angka tersebut masih jauh dari target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yaitu 20 persen.

Seperti yang kita ketahui faktor genetik merupakan faktor determin kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (ekonomi, budaya dan sosial) dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain, stunting adalah masalah kesehatan yang sebenarnya bisa dicegah.

Kasus stunting akan mengakibatkan terenggutnya kesejahteraan dan masa depan anak-anak. Pravelensi di Indonesia menunjukkan bahwa stunting merupakan masalah genting yang harus diselesaikan. Hal tersebut sempat menjadi sorotan juga dalam debat calon presiden  2019 pada putaran ketiga.

Beda Stunting dan Pendek

Anak-anak yang mengalami stunting pasti pendek, tetapi pendek bukan berarti stunting. Sebagaian besar masyarkat bisa mengalami kebingungan yang serupa. Orang tua yang menyadari pertumbuhan anak sedang terhambat, tetap menganggap normal karena tak bisa membedakan kapan anak yang pendek mengalami stunting atau gangguan pertumbuhan tertentu.

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), perbedaan antara pendek dan stunting dapat dilihat dari penyebabnya. Sebab, tubuh pendek bisa disebabkan oleh banyak hal. Sedangkan stunting lebih disebabkan oleh gizi buruk yang berkepanjangan (malnutrisi kronis), infeksi berulang dan penyakit kronis.

Dalam presentase kementrian kesehatan  balita, Indonesia termasuk negara penderita gizi buruk akut dan kronis. Agar lebih jeli dalam menangangi kasus stunting kita perlu memahami bagaimana pola pertumbuhan anak pendek (short stature), mengingat cakupannya yang begitu luas. Berdasarkan standar WHO, pertumbuhan anak pada usia 0-5 tahun dikatakan mengalami gangguan termasuk stunting bila nilai Z -2, jika tinggi badannya hanya sekitar 8,5-11,75 cm–lebih pendek daripada rata-rata normal anak seusianya. Sementara anak bisa disebut dwarfisme dan stunting berat (severely stunting) bila nilai Z -3.

Peran Perempuan dan Keluarga

Menjadi seorang ibu adalah harapan hampir setiap perempuan. Dalam pepatah Arab, al-ummu madrasatu al-ulaa, ibu adalah madrasah pertama bagi buah hatinya. Tentu saja ada maksud yang dalam dari perkataan itu. Dengan kata lain, perkembangan anak, terlebih di masa-masa awal, bergantung sejauh mana pola asuh sang ibu.

Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Hal ini dikarenakan anak stunted, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisiknya tapi juga terganggu perkembangan otaknya. Hal ini tentu akan sangat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas serta kreativitas di usia-usia produktif.

Untuk mengatasi stunting, pemerintah sebaiknya mengadakan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadarkan pentingnya gizi seimbang, mamemberi pengertian bagaimana cara mendeteksi secara dini kalau ada bayi atau ibu hamil yang kekurangan gizi dan bagaimana memberikan treatmen secara cepat dan tepat.

Tak hanya dari aspek kesehatan saja, peningkatan peran perempuan dalam ekonomi keluarga dan pengasuhan anak juga penting. Pasalnya, jika perempuan punya posisi ekonomi baik dalam keluarga daya tawar merekapun lebih baik.  Dalam penetuan belanja keluarga perempuan diharapkan bisa mengutamakn gizi anak dalam belanja keluarga.

Pemerintah seharusnya juga bisa memberikan perhatian  khusus kepada perempuan  Indonesia. Untuk menekan angka kurang gizi dan stunting pemenuhan nutrisi bagi ibu hamil tidak boleh disepelekan. Asupan gizi seimbang selama 1.000 hari pertama kehidupan anak menjadi penting untuk menghindari generasi dengan gejala stunting.

Tidak hanya dengan pemberian gizi seimbang, Kesadaran pencegahan stunting juga perlu diiringi dengan menjalankan perilaku hidup bersih dan sehat. Caranya bisa dimulai dengan menjaga kebersihan lingkungan dan sanitasi rumah, serta membiasakan anak untuk berolahraga.

Balita yang mendapatkan asupan gizi seimbang sejak dalam kandungan akan mengalami tumbuh kembang lebih optimal dibandingkan dengan anak yang kekurangan nutrisi. Hal ini menjadi penting untuk disoroti karena stunting juga akan memberikan pengaruh pada kehidupan anak pada masa depan.

Gejala stunting terjadi sejak bayi berada dalam kandungan dan dampaknya terlihat saat anak berusia dua tahun. Anak yang mengalami stunting ketika dewasa justru berpeluang terjangkit penyakit kronis, seperti diabetes, kanker, stroke, dan hipertensi, serta kemungkinan mengalami penurunan produktivitas kerja pada usia produktifnya. Oleh sebab itu, diperlukan upaya aktif dari berbagai pihak  untuk menciptakan masyarakat Sadar Stunting yang dimulai dari skala terkecil yaitu ibu dan keluarga. Wallahu a’lamu bi al-shawaab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *