Sisi Gelap Pemilihan Ketua Umum: Dinasti Politik yang Menjadi Rahasia Umum

Oleh: Asri Fitriyani Nursholihah, Peserta LKK HMI Cabang Bogor 2024 asal Cabang Purwakarta

Pemilihan Ketua Umum, baik melalui musyawarah mufakat maupun demokrasi, seharusnya berlandaskan AD/ART dan konstitusi organisasi yang berlaku. Namun, dengan adanya dinamika politik praktis dan keberadaan oknum-oknum tertentu, prinsip luber jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) sering kali hanya menjadi jargon kosong yang tak pernah diwujudkan.

Salah satu fenomena yang merusak esensi pemilihan Ketua Umum adalah praktik “Sistem Dinasti Politik”. Fenomena ini menjadikan momentum pemilihan lebih menyerupai formalitas belaka yang dirancang demi melanggengkan kekuasaan kelompok tertentu. Orang-orang yang haus jabatan dan kekuasaan sering kali menghalalkan segala cara demi mempertahankan eksistensi mereka, bahkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip dasar demokrasi dan konstitusi.

Sistem dinasti politik terus dipertahankan oleh kelompok tertentu yang memandang jabatan struktural sebagai alat utama untuk meningkatkan dominasi dan eksistensi mereka. Kekuasaan dianggap sebagai hal yang harus diwariskan, bukan diamanahkan berdasarkan kompetensi.

Ironisnya, sistem ini kadang dianggap “pro” jika kandidat yang diusung memiliki kualitas dan elektabilitas tinggi. Namun, permasalahan muncul ketika pemimpin yang mereka pilih tidak memiliki kredibilitas, integritas, atau kemampuan memadai. Alih-alih mendukung calon yang layak, kelompok ini lebih fokus mempertahankan kekuasaan demi kepentingan mereka sendiri, tanpa memikirkan dampaknya bagi organisasi atau komunitas.

Praktik politik dinasti ini semakin diperparah dengan sikap apatis sebagian mahasiswa. Ketidakpedulian terhadap dinamika politik internal organisasi memberikan ruang bagi kelompok ambisius untuk terus menjalankan agenda mereka. Di sisi lain, mahasiswa yang melek akan penyimpangan dan cacatnya konstitusi sering kali berada dalam posisi kontra, memperjuangkan perubahan agar organisasi kembali ke jalur yang benar.

Mahasiswa sebagai Agent of Change memiliki tanggung jawab besar untuk mengawasi, mengkritisi, dan memperbaiki sistem yang telah menyimpang. Perlawanan terhadap politik dinasti tidak hanya harus dilakukan secara vokal, tetapi juga melalui tindakan nyata yang sesuai dengan prinsip demokrasi.

Untuk mengatasi permasalahan ini, langkah awal yang bisa dilakukan adalah dengan menjunjung tinggi aturan dalam konstitusi secara konsisten. Mahasiswa harus memahami bahwa kekuasaan bukan untuk diwariskan, melainkan untuk diamanahkan kepada individu yang kompeten dan memiliki visi jelas.

Menghindari politik praktis dan dinasti politik dalam pemilu menjadi kunci untuk menciptakan sistem yang adil dan demokratis. Kesadaran kolektif dari seluruh elemen mahasiswa sangat diperlukan untuk menjaga keberlangsungan organisasi yang sehat dan bebas dari kepentingan kelompok tertentu.

Sistem dinasti politik adalah ancaman bagi esensi demokrasi, baik di tingkat organisasi mahasiswa maupun masyarakat umum. Oleh karena itu, mahasiswa harus berperan aktif dalam memastikan pemilihan Ketua Umum berjalan sesuai dengan konstitusi dan mengedepankan prinsip luber jurdil. Dengan begitu, regenerasi kepemimpinan dapat berjalan secara sehat, berintegritas, dan memberikan manfaat nyata bagi semua pihak.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *