Rangkaian Kata dalam Bentang Jarak (2) Kebingungan

Baladena.ID/Istimewa

Pagi itu, aku duduk sambil menatap mentari yang menyapa semesta. sambil Menikmati  hangatnya teh manis yang ku buat dari dapur asrama tempatku bermukim saat ini. Tiba-tiba pikiranku tertuju pada laki-laki berkacamata yang telah lama ku kenal itu, Qolbi. Pendiam, begitulah kebanyakan orang menilai ketika pertama kali bercengkrama dengannya. Dia memang pendiam dalam segi bicara, tapi tidak dalam segi tulisan. Dia sangat cerewet dalam mengeluarkan kata-kata. Apalagi sajak cinta yang seringkali ia rangkai untuk pujaan hati.

Setelah kepulangannya dulu, banyak peristiwa dan hal-hal yang tak pernah terfikir sebelumnya termasuk tentang rasa yang ku kira hanya gurauan semata. Hmmm…. itulah yang sering membuatku  berfikir tentang sifat cinta yang begitu misterius. Tak tahu kapan datang dan juga perginya. Tak tahu pula siapa yang akan datang dan menetap untuk kemudian mengucapkan kata akad. Dirimu aja tak tahu sebabnya, apalagi aku yang terus menanyakan tentang apa? Bagaimana? Kok bisa? namun tak kunjung jua menemukan jawabnya.

“Allah Maha pemberi rasa, salahkah jika ia menumbuhkan rasa cintaku untukmu?” tuturnya ketika aku menanyakan perihal semua ungkapan rasanya.

“Nuri, semua keikhlasan, kesabaran dan juga perhatianmu itulah yang membuat mataku terbuka bahwa ada perempuan baik yang selalu ada untukku saat ini.” tambahnya

Percakapan yang tak bisa aku balas dalam sekejap itu juga, apalagi langsung bertatap muka dan berhadapan dengannya. Huft.. Begitu cupunya diriku, mati kutu seketika. Lamunan sambil menatap mentari pagi itu akhirnya aku akhiri dan beranjak naik ke asrama untuk mengerjakan rutinitas yang lain.

Tiba-tiba wajah pendiam yang begitu sederhana itu nampang di depanku, dan menyapaku dengan suaranya yang tak begitu keras.

“Hai, Nuri. Apa kabar pagi ini? Kelihatannya wajahmu terlihat bingung. Adakah yang bisa aku perbuat agar wajahmu bisa rapi tanpa harus di setrika oleh senyum manis dari pujangga pagi ini?” sapa sekaligus ledeknya.

“Alhamdulillah baik, Bi. Dasar…. tukang gombal. Bisanya kui lohhhhh……”

Aku langsung berlalu dari hadapannya dan segera bergegas untuk naik ke lantai asrama. Dalam setiap langkahku hanya satu yang terpikirkan, ungkapan perasaannya kala itu. Ya, aku tahu memang datangnya cinta itu tidak bisa ditebak termasuk muara dari cinta itu juga. Benar-benar misterius dan membuat orang dilema tentang kepastian setelah pengungkapan itu. Hingga waktu terus berjalan, dan rotasi bumi terasa begitu cepat.

Matahari telah berpamitan kepada bumi untuk undur diri menyinarinya. Sebentar lagi bulan datang untuk sedikit memberikan cahaya pada kegelapan yang seringakali menghidupkan kesunyian di dalamnya. Tak lupa bintang turut hadir juga untuk  menghiasi malam agar langit indah dipandang oleh beribu pasang mata yang sedang menikmata pesona Pencipta Yang Maha Segalanya.

Cahaya yang ada itu semua sebenarnya adalah pantulan sinar matahari. Ia sebenarnya hanya bersembunyi dibalik kegelapan. Namun, sinarnya tetap terpancar untuk sparing patnernya dalam menerangi bumi. Itulah kiranya ibarat aku dan kamu. terkadang aku jadi matahari kamu  menjadi rembulan begitu juga sebaliknya. Saling suport meski hanya dibelakang layar hingga pada akhinya segala tingakah dan peristiwa tersebut menumbuhkan rasa yang telah kau ungkapan kepada penawan hati.

Seperti biasa, sebelum mata terpejam aku mencoba menjelajahi imajinasiku yang semakin hari tak terbatas arah geraknya. Lengkap dengan kombinasi impian yang ada di dalam proposal hidupku. Proposal yang seingkali aku ajukan dalam setiap untaian do’a dan sujudku ketika mengadu kapada-Nya agar semua bisa di acc secara sempurna.

Kebingungan yang melanda kali ini akan aku jadikan pelajaran dan tameng hati bahwa setiap perjalanan pasti ada pengalaman dan di setiap pengalaman selalu ada pembelajaran. Nah, disitulah pengalaman menjadi guru terbaik untuk kehidupan agar terus baik dan lebih baik dari sebelum-sebelumnya.

Notif dari whatshapp masuk membuat dering hpku berbunyi. Ada pesan dari Qolbi yang dikirimkan untukku. Kali ini dia mencoba menjelaskan secara perlahan meski belum semuanya tuntas.

“Teruntuk bidadariku, suporter perjuangan kehidupanku. Aku tak tahu sejak kapan rasa itu tumbuh, aku tak tahu pula sejak kapan jiwa ini baper dengan semua perhatian dan kesabaranmu dalam membersamaiku mewujudkan mimpi-mimpi kehidupan. Aku tak tahu juga sejak kapan sajak indahku itu bukan hanya sajak gombalan yang sering aku terbangkan ke beberapa perempuan. Namun, semua sajak itu benar-benar ungkapan apa yang berhasil dirasakan oleh jiwa ini. Nuri, kehadiranmu mampu membangkitkanku. Wahai bidadari tak bersayap, kau dikirimkan Tuhan pada waktu yang tepat.”

Setelah membaca pesannya aku menghela nafas panjang. Sadar dan takut akan rencana-Nya di masa mendatang. Aku tak berkutik dengan mata masih tertuju pada ponsel yang memuat pesan tersebut. Setelah bebarapa detik, jariku akhirnya menari di atas keyboard dan mengirimkan pesan balasan kepada Qolbi.

“Sejauh kaki kita melangkah, sajauh itu pula harapan tercapai. Sebanyak do’a diterbangkan sebanyak itupula harapan berubah menjadi kenyataan. Seluas kesabaran samudra hati, seluas itu pula kasih sayang yang bisa terbentang dari berbagai ujung. Aku hadir bukan untuk merengkuh hatimu, aku hadir hanya ingin membuatmu menjadi manusia yang terus berjalan di lintasan kebenaran. Namun, aku juga tak bisa menyalahkanmu perihal muara rasa yang berlayar kepadaku. Karena sejatinya semua tentang rasa tak pernah bisa diprediksi. Namun, hanya satu yang ku pegang bahwa cinta itu menguatkan untuk mencapai harapan, cinta itu membangkitkan jiwa yang haus akan siraman. Jika kamu menganggap aku orang yang bisa memberikan semua itu maka teruskanlah hingga Tuhan mengirimkan orang untuk menggantikan posisiku di hatimu. Terima kasih atas kejujuran perasaanmu, Qolbi.”

Usai pesan itu terkirim, lamunanku kembali melintas hingga pada akhirnya mataku tak sanggup lagi untuk melihat atap kamar yang penuh dengan tulisan proposal kehidupan dan impian di masa mendatang. Aku tertidur dengan kebingungan yang sedikit terkurangi.

Sekali lagi, semua itu adalah rencana yang telah disiapkan oleh-Nya. Tentu dengan duri konsekuensi dan juga buah yang terkandung di dalamnya. Pahit manis, suka duka harus berani kita rasakan. Pasti selalu ada hikmah dari semua kejadian yang ada. Yang terpenting do’a dan ikhtiar yang maksimal harus kita sertakan dalam setiap hembuasan nafas dan langkah yang kita tempuh.

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *