Pemimpin Dzalim Salah Pilih? Ingin Ketawa Tapi Takut Dosa

HMI Semarang
Ilustransi/net

Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dzalim kepada sesama manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapatkan siksa yang pedih” (QS asy-Syura: 42).

Sebelum membaca tulisan ini, baiknya istighfar terlebih dahulu, memohon ampunan kepada Allah atas dosa yang telah kita perbuat. Terutama dosa kita jika menjadi bagian dari pemimpin yang tidak amanah. Tapi semoga saja para pembaca budiman kembali sadar ke jalan yang hanif dan menjadi pemimpin amanah.

Menurut pandangan Islam, pemimpin dzalim akan mendapatkan Adzab dari sang pemilik adzab, Allah swt. Tidak mudah menjadi pemimpin amanah, tapi tidak sulit juga menjadi pemimpin yang baik. Jika tidak mampu menjadi pemimpin yang amanah, sebab janji-janji kampanye dan visi misi yang disampaikan kepada umatnya belum bisa diperjuangkan dalam masa jabatannya, setidaknya dia mampu menjadi pemimpin yang baik. Yaitu dengan tidak menghalang-halangi orang lain untuk mengambil kursi kepemimpinan tersebut yang sudah dinilai cacat. Bahkan secara kualitas pun, banyak yang layak menggantikan pemimpin dzalim tersebut untuk menahkodai kapal yang besar.

Setidaknya menjadi pemimpin yang baik bisa dengan merelakan kursi kesayangannya dikelola oleh orang lain, dan pemimpin dzalim tersebut mengakhiri segera kepemimpinannya. Minimal harus selesai tepat waktu dalam satu periode kepemimpinan, itupun sudah membuat jemu umat sebab minim aksi dan nihil prestasi.

Bacaan Lainnya

Sungguh aneh, yang terjadi malah sebaliknya. Saat yang lain ingin mengganti pemimpin dzalim secara konstitusional, malah dengan garang ia menendang para pahlawan tersebut dan menyembunyikan kursi singgasana di dalam lemari kaca.

Ditambah dipamerkan kesana kemari tanpa tahu malu dan dosa. Dibawa saat seminar, dibawa saat latihan keumatan, dibawa saat screnning pendaftaran, dan dibawa saat naik perahu ketika banjir melanda Semarang.

Tidak ada yang salah dengan kegiatan tersebut, sebab aktifitas keumatan menjadi peran utama sebuat instansi himpunan. Tapi jika saat aktifitas dinodai oleh kursi yang sudah kehilangan keempat kakinya justru hanya menguntungkan diri sendiri. Tidak memberikan atmosfer positif dan kemanfaatan bagi umat dan kaum mustadafin. Padahal jika kursi tanpa kaki tersebut diperbaiki dengan memasang empat kaki, dan sangat baik jika diberi roda kehidupan maka yang akan terjadi pemimpin beserta elit politik lainnya mampu mensejahterakan masyarakat menuju adil makmur yang diridhoi Allah swt.

Ada sebuah peristiwa, lucu, tapi jika anda sekalian tertawa, bisa menyebabkan dosa. Apalagi diimbangi dengan ghibah. Pada Maret 2021 terdapat Musyawarah di tingkat Internasional Institusi Himpunan (Konges MIIH), dan kegiatan tersebut bisa dibilang inti dari semua sebab kursi pemimpin dzalim disembunyikan di almari kaca. Padahal terhitung tiga tahun lebih pemimpin dzalim tersebut tertawa tanpa dosa di atas singgasana kursi tanpa kaki dan roda.

Bagaimana tidak, pemimpin dzalim terpilih menjadi boneka pada Mei 2018, itupun dengan proses yang panjang sejak Februari 2018 (Jika salah tolong dibetulkan, hatur nuhun). Dia baru disahkan pada Agustus atau September 2018.

Seharusnya harus mengakhiri masa kepemimpinan pada September 2019, tapi aneh dan lucu jika saat kalender menunjukkan bulan Maret 2021 dengan gagahnya dia pergi ke Negara Sura Buaya untuk mengikuti kegiatan musyawarah internasional. Padahal kepengurusan di distrik rayon sudah berganti tiga pemimpin, tapi doi pemimpin dzalim awet sampai ngoyot. Sebentar lagi tumbang, Insyaallah.

Kami lanjut kejadian yang tidak lucu, tapi boleh tertawa ya. Selama tiga tahun pemimpi dzalim jadi boneka, yang tujuan akhirnya adalah memenangkan pemimpin yang ia gadang-gadangkan di musyawarah internasional tersebut, pemimpin dzalim tidak meraih apa yang ia inginkan. Jagoan yang ia idam-idamkan kalah telak dengan seorang ustadz kelahiran Serambi Makkah, Ust. Raihan Ariari.

Tentunya kekalahan telak itupun sudah ia ketahui saat sebelum garis finish. Sehingga saat akan mencapai garis finish pemimpin dzalim melipat-lipat suaranya supaya tetap diakui ustadz yang terpilih itu, minimal bisa mendapatkan akomodasi untuk pulang dari Negara Sura Buaya.

Dia pulang tentunya menanggung banyak malu, tapi bohong. Sebab jika punya malu, mestinya sudah harus malu pada awal 2020 lalu. Saat pemimpin dzalim menandatangani surat perjanjian bersama panglima distrik rayon yang dikuatkan oleh materai 6000, meski sekarang kita harus pakai materai 10.000.
Jika pemimpin dzalim niat untuk malu, perjanjian itu sudah sangat memalukan, sampai-sampai penulis jika berpapasan dengan pemimpin dzalim tak pernah lihat wajahnya yang hilang, melainkan kedua kakinya yang berjalan sempoyongan (jika dilihat menggunakan indra keenam).

Perlu diperjelas, bahwa perjuangannya selama ini menyembunyikan kursi kekuasaan demi memenangkan jagonnya dalam kontes musyawarah gagal. Jadi sia-sialah ia bersuara di forum tersebut, padahal sudah babak belur dan sakit kejiwaan, tapi impiannya itu sekarang tinggal cerita pahit yang harus selalu ia ingat seumur hidup.

Jika jagoannya menang dikontes musyarah tersebut, setidaknya dia bisa bangga atas kesalahannya. Bangga telah ikut menyumbangkan suara yang selama ini ia gadang-gadangkan (sebenarnya tak layak dibanggakan, tidak sama sekali). Tapi nasi sudah menjadi bubur, kita berharap bisa menjadi bubur ayam supaya umat masih merasakan kenyang dan senang. Tapi bagaimana jika bubur tersebut menjadi bubur bayi atau bahkan bubur basi? Astagfirullah.

Jangan lupa apa yang penulis sampaikan diawal, untuk selalu istigfar. Harapan penulis adalah akan diadakan Konfercab sebelum bulan suci ramadhan datang. Supaya kita bisa menyambut bulan suci dengan semangat baru, pemimpin baru dan kursi baru yang lengkap dengan empat kaki dan ditambah roda. Supaya mampu berjalan dengan cepat dan dengan segera mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah swt, Amin.

Untuk para pemimpin, tetaplah menjadi pemimpin yang amanah, setidaknya jadilah pemimpin yang baik. Supaya menjadi amal jariyah di dunia dan menjadi jalan kita masuk surga. Menjadi pemimpin yang baik bisa dengan memuruti hati nurani, menolak transaksi jual beli dengan senior yang akhirnya kita dipangku, dan mati-Aksara Jawa. Wallahu A’lam.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *