Menyoal Teriakan WNI Eks-ISIS

Baladena.ID/Istimewa

ISIS, pasti tidak asing lagi di telinga kita. Islamic State Of Iraq and Syria (ISIS) adalah sekelompok atau suatu organisasi yang ingin mengekspansi kekuasaannya ke seluruh dunia, membawa hukum syariah dengan cara berjihad.

Akhi-akhir ini ISIS kembali membuat panas warga net, kembali menjadi perbincangan bukan hanya di Indonesia saja melainkan di beberapa Negara seperti Albania, Bulgaria, Mesir, India, Kuait, Pakistan, Serbia, Sri Lanka, Turki, dan lainnya. Pasalnya terjumlah 629 eks ISIS dari Indonesia sendiri menginginkan untuk kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Namun keputusan yang disampaikan oleh Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) bahwa tidak akan memulangkan eks-ISIS, karena mereka telah kehilangan kewarganegaraan dengan sendirinya, itu artinya mereka sudah bukan tanggung jawab dari Indonesia.

Ini menjadi perdebatan dari berbagai kalangan, apakah ada rasa kemanusiaan dari pemerintahan? Karena sebagian dari ISIS adalah anak-anak dan perempuan-perempuan yang tidak bersalah, dalam arti mereka menjadi korban di Timur Tengah sana.

Anggota Komisi I DPR, Fadli Zon menilai langkah Presiden Joko Widodo tidak tepat setelah mengisyaratkan menolak kepulangan warga negara Indonesia (WNI) X kelompok teroris Islamic State of  Iraq and Syria (ISIS). “Menurut saya tidak tepat karena bagaimana pun mereka adalah WNI, Ada anak-anak yang dibawa, mereka tidak tahu apa yang terjadi di sana,” tutur Fadli Zon di Kantor DPP Gerindra, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (6/2/2020).

Ada banyak pertimbangan untuk menerima kepulangan mereka. Pertama, eks, WNI bergabung dengan ISIS, karena ketidaktahuan mereka tentang kondisi sesungguhnya ISIS. Kebanyakan dari mereka yang bergabung berasal dari luar Suriah, sementara di dalam Suriah sendiri tidak ada yang bersimpati dengan ISIS.

Menurut tokoh yang tinggal di Idlib Suriah, masyarakat Suriah terutama pemuda-pemuda sudah tahu dan menyaksikan sendiri kekejaman dan penyimpangan ISIS selama ini. Mereka membunuh, memperkosa wanita, menghancurkan bangunan dan‎ menyiksa masyarakat sipil. Mereka yang di luar tidak tahu apa-apa tentang ISIS di lapangan, hanya mengetahui dari media-media propaganda ISIS yang menampilkan hal-hal positif tentang cita-cita negara Islam, sehingga ini tetap menarik bagi mereka.

Kedua, sebagian dari mereka adalah pengikut keluarga saja. Seperti anak-anak dan para perempuan yang mengikutu suami atau ayah mereka, yang tidak tahu kalau mereka akan di bawa ke lingkungan ISIS.

“Saya manusia. Saya membuat kesalahan… Nasihat saya kepada siapa pun yang berpikir untuk menjadi bagian dari ISIS adalah mereka seharusnya menyelamatkan diri mereka sendiri sekarang… Jika Anda mati bersama ISIS, Anda tidak akan masuk surga, Anda tidak akan mendapatkan apa pun yang dijanjikan oleh mereka. Dan yang menunggu Anda adalah neraka!”.

Nasehat dari salah satu WNI yang bergabung dengan ISIS, juga seorang ayah yang merasa menyesal karena telah membawa keluarganya ke lingkungan Isis yang sekarang Ia di penjara dan keluarganya terlantar menjadi korban pembantaian karena ulahnya.

Di sisi lain, pemerintahan berpendapat untuk menolak kembalinya eks-WNI, karena perlu dilihat juga ke dalam konteks kepentingan nasional, pemerintahan mengambil keputusan untuk tidak memulangkan mereka karena tugas konstitusi yang pertama adalah melindungi seluruh segenap rakyat indonesia. Dan sikap kehati-hatian pemerintah ini perlu dilihat sebagai upaya agar kepentingan nasional lebih terjaga .

Terkait polemik status kewarganegaraan para simpatisan ISIS ini, Wakil Presiden Ma’ruf Amin juga menegaskan bahwa mereka sendirilah yang memilih untuk berbaiat kepada Negara Islam Irak Suriah atau ISIS. Karenanya bukan lagi tanggung jawab pemerintah untuk memikirkan kembali bagaimana status mereka. Menurut Ma’ruf, status kewarganegaraan mereka itu, sebenarnya sudah mereka sendiri yang membuat menjadi terlepas dari kewarganegaraan (stateless). Mereka itu tidak dikeluarkan dari kewarganegaraan (Indonesia), tapi mereka sudah membuat dirinya sendiri lepas kewarganegaraan.

Hal itu memang ada benarnya tetapi pemerintah tidak seharusnya mengambil keputusan hanya melihat secara kasus terkait WNI eks-ISIS di timur tengah tersebut, perlu juga mempertimbangkan kembali nasip orang-orang yang dirugikan.

Pemerintahan bisa saja menerima mereka kembali ke Indonesia, kecuali mungkin orang-orang yang memang secara sadar melakukan tindakan-tindakan yang sudah betul-betul merugikan banyak orang, orang dewasa memang telah terlibat ke dalam Isis atau terorisme dan sebagainya. Memang benar mengkedepankan pencegahan jauh lebih penting dari mengambil manfaat. Menjaga keamanan 267 Juta rakyat Indonesia memang lebih penting dari menyelamatkan lebih kurang 600 eks-ISIS.

Menerima WNI eks-ISIS selain karena alasan kemanusiaan. Tidak tertutup kemungkinan juga meninggalkan mereka di kamp-kamp lebih besar resikonya dari pada memulangkan mereka. Pasalnaya anak-anak  yang ditinggalkan di Suriah dan besar di sana bisa jadi radikal dan menjadi ancaman bagi Indonesia di masa depan. Namun, jika pemerintah punya upaya yang lebih jitu untuk menangani, tentu jauh akan lebih bermartabat bangsa ini, karena telah memanusiakan manusia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *