Membaca Hadis Misogini ala Fatima Mernissi

Dalam tatanan masyarakat sosial, perempuan mempunyai peran yang amat penting. Potensi yang dimiliki seharusnya mampu menempatkan mereka pada posisi yang sama dengan laki-laki.  Namun, sebab bayang-bayang budaya patriarki masa lalu menjadikan sosoknya masih melekat untuk berperan hanya dalam ranah domestik.

Dominasi laki-laki tidak hanya mencakup ranah personal saja, melainkan juga dalam ranah yang lebih luas seperti partisipasi politik, pendidikan, ekonomi, sosial, hukum dan lain-lain. Beberapa daerah di Indonesia bahkan masih kuat memegang aturan adat sehingga kemungkinan perempuan untuk berkarya lebih tidak ada peluang.

Tidak semua mampu memandang bijak aturan adat bahkan ada yang melanggengkan budaya ini dengan tambahan dalil teks-teks agama. Beberapa hadis anti perempuan atau hadis misogini masih menjadi perbincangan baik dikalangan publik atau di kalangan para perempuan.

Teks-teks agama ini sering sekali dijadikan dasar ketidakbolehan perempuan menjadi pemimpin. Hal ini bertentangan dengan nilai Islam yang sangat memuliakan perempuan dan mengangkat derajatnya. Diantaranya yaitu:

مَا كِدْتُ أَنْ أَلْحَقَ بِأَصْحَابِ الْجَمَلِ فَأُقَاتِلَ مَعَهُمْ قَالَ لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ « لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمُ امْرَأَةً »

Dari Utsman bin Haitsam dari Auf dari Hasan dari Abi Bakrah berkata: Allah memberikan manfaat kepadaku dengan sebuah kalimat yang aku dengar dari Rasulullah SAW pada hari perang jamal, setelah aku hampir membenarkan mereka (Ashabul Jamal) dan berperang bersama mereka, ketika sampai kabar kepada Rasulullah SAW bahwa bangsa Persia mengangkat putri Kisra sebagai pemimpin, beliau bersabda: Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (pemerintahan) mereka kepada seorang wanita.

Menurut Suyuthi dalam kitabnya Jam’ul Jawami’ hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, Tirmidzi dan Nasa’i dari Abu Bakrah.

Dalam khazanah literatur Islam, salah satu pemikir kontemorer, Yusuf al-Qardhawi dalam bukunya Fatawa Mu’asirah II dan Fiqh Al-Daulah fi al-Islam melihat bahwa muslimah layak memperoleh hak-hak dalam partisipasi politik sebagaimana halnya kaum muslimin. Namun tampaknya menarik jika membahas hadis tersebut dari sisi aktivis perempuan.  Fatima Mernissi. Ia mampu membaca hadis misogini disertai argumen yang cukup mendalam. Banyak literatur yang menyebutkan, ia adalah seorang feminis Islam abad ke-20.

 Membaca Hadis Misogini

Fatima Mernissi adalah penulis, akademisi, sosiolog, dan oleh banyak kalangan disebut sebagai tokoh feminis Islam. Mernissi lahir dari keluarga kelas menengah di Fes, Maroko, pada 1940. Dia menerima pendidikan dasarnya di sekolah, yang didirikan oleh gerakan nasionalis. Lalu melanjutkan ke sekolah tingkat menengah khusus untuk perempuan yang didanai oleh protektorat Perancis.

Pada 1957, Mernissi mempelajari ilmu politik di Sorbonne dan Universitas Brandeis, dan memperoleh gelar doktornya di sana. Dia pulang ke Maroko untuk bekerja di Mohammed V University dan mengajar di Faculté des Lettres, antara 1974 -1981 dengan mata kuliah antara lain: metodologi, sosiologi keluarga, dan psikososiologi. Ia mulai dikenal secara internasional sebagai tokoh feminis Islam.

Mernissi memberi perhatian pada masalah Islam dan peran perempuan di dalamnya dengan menganalisis perkembangan historis pemikiran Islam dan perwujudannya di dunia modern. Melalui penyelidikan yang rinci, dia meragukan validitas beberapa hadist (riwayat tentang ucapan dan tindakan Nabi Muhammad SAW yang ditulis sesudah Nabi wafat terutama tentang hadis yang memojokkan seorang perempuan.

Mengenai Abu Bakrah, perawi hadis diatas, Fatima dalam bukunya Woman in Islam, As Historical and Theological Enquiry menyebutkan bahwa Abu Bakrah adalah seorang sahabat yang mengenal Rasulullah semasa hidupnya dan bergaul cukup lama. Hadis anti perempuan yang dilontarkannya menuai beberapa konflik yang berkepanjangan.Lantas muncul dalam benaknya, apa sebab Abu Bakrah melontarkan hadis tersebut dan mengapa dirasa perlu mengemukakan hadis tersebut, melihat Ia mampu mengingatnya seperempat abad setelah kematian Rasulullah?

Bagi Fatima Mernissi, ada satu hal yang perlu dicatat dan tak mungkin ia abaikan. Kenyataan bahwa Abu Bakrah menyiarkan hadis ini setelah terjadinya perang Unta. Perang yang melibatkan Ali bin Abi Thalib dengan Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakar. Permohonan dukungan Aisyah kepada Abu Bakrah yang ketika itu menjadi pemuka kota Basrah, ditolaknya dengan dalih hadis Nabi diatas.

Beberapa literatur menyebutkan bahwa Abu Bakrah adalah kelompok pendukung Ali. Maka tak heran dalam situasi yang demikian, ia mampu mengingat hadis-hadis yang secara politis menguntungkannya. Maka cukuplah baginya berasalan bahwa ada hadis yang melarang ikut berperang seandainya seorang perempuan yang menjadi pimpinan pasukan.

Selain itu, hal yang sama juga pernah Ia lakukan ketika tonggak kepemimpinan Hasan bin Ali yang diklaim oleh Muawiyah. Disaat situasi politik yang tidak menentu, Abu Bakrah menyatakan bahawa Ia pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Hasan (Putra Ali) akan menjadi orang yang mendamaikan”. Abu Bakrah sungguh memiliki daya ingat yang kuat yang herannya sangat cocok dengan jalannya sejarah.

Apabila konteks historis sebuah hadis sudah jelas, evaluasi secara kritis telah disampaikan oleh Fatima Mernissi dengan menerapkan kaidah-kaidah metodologis yang didefinisika para fuqoha, maka apakah kita sebagai perempuan tetap menghendaki serta mengukir hadis yang memperlihatkan sikap misoginistik tersebut untuk tetap menjadi penghalang kita untuk berpolitik?

Penguatan argumen oleh Fatima Mernissi tersebut sekaligus mampu menjadi bahan renungan kaum perempuan era modern ini. Hadis-hadis anti perempuan sejatinya mempunyai kajian historis yang harus kita kupas dan pelajari sehingga tidak menimbulkan kepercayaan yang berujung pada ketakutan untuk memimpin ditambah lagi budaya patriarki yang di beberapa daerah masih menjadi adat yang tak terkalahkan.

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *