Hari berganti hari, waktu berganti waktu dan jam terus berputar seperti biasanya. Daun yang tertiup angin terlihat melambai-lambai. Udara dingin yang tercampur angin mului menusuk ke sela-sela tulang rusuk. Ku tarik kembali selimut yang terpapar di samping badanku.
Ku tatap kaca jendela ruanganku, gerimis mulai mengguyur dan menyapu pojok desa ini. Dingin dan rasa malasku tercampur menjadi satu. Aku kembali menutup kedua mataku, tapi jam alarmku berbunyi.
Waktu menunjukan pukul 03.40 WIB. Beberapa kali kututup mataku. Dan lagi-lagi jam alarmku berbunyi, sedikit kesal perasaanku. Ku paksakan tubuhku untuk bangun dari tempat ku bersandar, rasa malas menyelimutiku. Ku basuh mukaku menggunakan air yang mengalir dari kran. Rasa dingin dan menggigil menyebar keseluruh tubuhku.
Bisikan suara adzan mulia masuk ke daun telingaku dari mushola kecil dekat dengan tempat tinggalku. Ku gegaskan tubuhku menuju ke mushola tersebut. Dingin di pagi hari ini memang sangat luar biasa, tak seperti hari-hari biasanya.
Waktu terus berjalan hingga pukul 06.15 WIB. Pada detik itulah aku harus bersiap-siap untuk pergi kesokolah. Mandi, sarapan, dan berpakaian, ku lewati dengan terburu- buru. Teriakan kencang terdengar menggelegar di telingaku, teriakan temanku memang terkenal dengan ciri khas yang melengking.
Ku langkahkan kaki menuju ke sekolah. Langkah demi langkah ku lalui. Jalan yang terjal ku lewati dengan semangat yang tinggi. Aku kembali menatap jam yang menempel di tangan kiriku. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Jarum jam kembali berputar melewati lintasan seperti biasanya.
Waktu menunjukan pukul 07.00 WIB. Di waktu itulah aku sudah ada di depan gerbang sekolahku. Aku kembali melangkahkan kakiku menuju ruang kelasku. Namun saat di tengah langkahku, ada seorang gadis bermuka sangat cantik dan manis menghentikan langkahku.
Ku tatap wajah manisnya, sedikit rasa gemetar menyelimuti seluruh tubuhku. Gadis tersebut menyapaku dengan sapaan yang sangat manis.
”Selamat pagi…..?(ucapnya). ”Pagi juga”(jawabku).
Ditempat itu aku hanya bicara empat mata. Gadis tersebut kembali menanyakan pertanyaan yang sangat runtut, mulai dari siapa namaku dan apa statusku. Aku menjawab dengan bahasa yang terbata-bata layaknya orang terburu-buru. Aku membalas bertanya siapa nama gadis tersebut dan apa setatusnya. Gadis tersebut menjawab dengan ucapan yang sangat santai, suaranya halus dan wajahnya yang mulus membuat hatiku terelus.
Waktu kembali berjalan, setelah beberapa menit aku berbincang, bell sekolah berbunyi. Hal itulah yang membuat aku dan dia harus berpisah. Ketika aku hendak melangkahkan kakiku, gadis tersebut menghalangi jalanku, seolah-olah dia tidak rela ku tinggalkan.
Sekitar 180 detik aku berjalan, sampailah aku di ruang kelasku. Bangku yang berjejer rapi menyambutku. Ku sandarkan tubuhku di tempat dudukku. Angin di luar sana masih terlihat melambai-lambaikan dedaunan. Ku tatap kaca jendela yang ada di depanku. Aku terdiam dalam lamunan, hati kecilku sedikit bergumam;
“Mulailah menerima kenyataan dan bersabarlah karena terkadang Tuhan hanya mempertemukan bukan menyatukan.”
Beberapa murid-murid mulai masuk menempati tempat duduknya. Seorang laki-laki berpawakan tinggi dan berpakaian rapi masuk ke ruang kelasku, menempati tempat duduk paling depan yang menghadap ke arah kami. Beliau adalah guru Sejarah Indonesia yang bernama Pak Sayful. Pak Sayful adalah salah satu guru yang aku sukai. Dalam menyampaikan materi, Pak Sayful lah yang sangat berbeda.
Waktu terus berjalan, tak lama kemudian Pak Sayful membuka buku pelajaran yang Ia bawa. Murid-murid pun mengikutinya, Beliau juga menjelaskan materi pelajaranya. 60 menit berlalu, pelajaran berjalan lancar. Pak Sayful menutup bukunya berpamitan dan beranjak pergi.
Aku kembali terdiam dalam lamunan, memikirkan gadis yang tadi pagi menyapaku. Tapi temanku mengingatkan untuk tidak melamun, karena melamun itu tidak baik. Guru-guru mulai masuk secara bergantian di setiap jam pelajaran. Hingga waktu menunjukan pukul 13.30 WIB, lantunan suara doa penutup terdengar menggelegar di setiap ruang kelas. Murid- murid mulai keluar memenuhi pintu gerbang sekolah.
Panas matahari terasa menusuk ke ubun-ubun, membuat kepala terasa sakit. Aku kembali melangkahkan kakiku menuju tempat tinggalku. Tapi ssat aku hendak meningalkan gerbang sekolah, terdengar suara gadis menyebut-nyebut namaku. Aku menoleh, mencari sumber suara yang memanggilku. Tak lama kemudian, di sebelah kursi yang terbentang memanjang, ada seorang gadis yang melambaikan tangan ke arah ku. Ternyata dia adalah gadis yang sejak tadi pagi hadir dalam lamunanku.
Aku berbalik arah memutar balikan langkahku dan mendekati gadis tersebut. Ia kemudian meminta ku untuk duduk di kursi yang terbentang memanjang di dekatnya. Hatiku berdebar sangat kencang, hingga gemetar datang dan peluh di dahiku mulai bercucuran. Ah, apa yang sedang aku rasakan ini?
“Kursi yang panjang ini akan menjadi saksi bahwa aku pernah duduk di sini dengan seorang gadis,” kataku dalam hati.
Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. 15 menit berlalu. Saat aku masih asik berbincang, Naas nasib sial menjemputku. Pak Sayful melihat aku sedang duduk berdua.
“Sedang apa kalian?” tanya Pak Sayful dengan nada tinggi.
“Tidak apa-apa, Pak.” jawabku dengan muka tanpa dosa.
“Kalian ini gimana? disuruh pulang malah pacaran di sini!” sahut Pak Sayful kembali menaikan nada ucapanya.
“Tidak, Pak. Kami tidak pacaran,” jawabku dengan rasa gemetaran.
”Sudah-sudah, pulang sana!” Kata Pak Sayful dengan nada yang mulai merenda.
”Iya, Pak,” jawabku
Tak lama kemudian, aku berpamitan kepada gadis tersebut dan beranjak pergi dari tempat duduk. Aku kembali melanjutkan langkahku. Tak terasa 480 detik berlalu. Tibalah aku di tempat tinggalku.
Udara panas menyambutku, hingga hangatnya merasuk ke kepalaku. Ku buka pintu kamarku, berganti pakaian dan merebahkan tubuhku. Gadis tersebut hadir kembali ke benakku, hingga aku lelap tertidur. Melanjutkan langkah bersamanya, di dalam mimpi yang menghanyutkanku ke dalam kebahagian yang sangat luar biasa.
Rembang, 08 April 2020
Oleh: Alfian Yusuf Syafi’i, Santri Remaja (Sanja) Planet NUFO Rembang asal Banjarnegara