Keteladanan Pemimpin

Keteladanan Pemimpin
Keteladanan Pemimpin. @ilustrasi

Mentalitas pemimpin idealnya memang sekokoh batu karang. Tidak mudah hancur diterjang gelombang laut yang datang menghantam. Begitulah sejatinya pemimpin. Tidak takut memperjuangkan dan mempertahankan idealismenya. Tidak bersedia berkompormi dengan beragam kepalsuan dan kemunafikan.

Benar-benar otentik dalam melayani dan mengayomi masyarakat. Segala regulasi, kebijakan, dan programnya hanya demi kepentingan masyarakat. Bukan kepentingan diri dan golongannya. Baginya, jabatan yang digenggam adalah tanggung jawab besar yang mesti segera ditunaikan.

Baginya, kekuasaan hanyalah alat untuk memperluas jalur pengabdian. Begitulah yang kita dambakan. Begitulah yang kita inginkan. Yakni, semakin banya muncul di tengah-tengah kita sosok pemimpin yang tegas, berani, dan berintegritas. Bukan yang culas dan suka bertindak sewenang-wenang dengan kekuasaannya. Pertanyaan saya selaku penulis yaitu: apakah bangsa dan negara ini menyediakan pemimpin semacam itu?

Menanggapi pertanyaan semacam itu, izinkan saya menjawabnya melalui catatan ini. Sejak zaman pra-kemerdekaan, Indonesia tidak memiliki cukup banyak tokoh pejuang yang sebagian besar hidupnya dipersembahkan untuk Tanah Air. Entah itu tokoh atau pemipin yang namanya sudah masyhur di telinga kita seperti halnya Sukarno, Hatta, Sjahrir, dan semacamnya; ataupun nama tokoh-tokoh yang namanya tidak tercatat di lembaran sejarah bangsa ini tapi kontribusinya tidak diragukan lagi.

Begitu juga dari zaman awal-awal kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, hingga Pasca Reformasi sekarang, pemimpin silih datang berganti. Artinya, rakyat Indonesia ini sebenarnya tidak kekurangan stok orang yang mau menduduki jabatan/kekuaaan. Hanya saja, yang menjadi persoalan kita saat ini yatiu semakin minimnya tokoh atau pemimpin yang memberikan keteladanan di tengah masyarakat. Entah itu kepala desa, bupati, wali kota, dan sebagainya. Faktanya, sebagian justru memanfaatkan kepolosan sebagian masyarakat untuk mempertebal isi dompet alias memperkaya diri.

Kembali ke pertanyaan awal tadi, intinya kita masih memiliki harapan akan semakin banyaknya muncul bertebaran di mana-mana pemimpin yang jujur, adil, berwibawa, dan siap mengabdikan diri sepenuhnya untuk kepentingan publik. Hanya saja, mungkin sebagian dari mereka bekerja dalam diam. Alias tidak disorot media massa maupun media sosial. Saya masih berprasangka positif dan optimistis bahwa masih ada pemimpin yang memang hidupnya diwakafkan untuk kemaslahatan umat.

Tidak tergiur oleh silaunya godaan materi dan jabatan. Sebab, yang ada dalam hati dan pikirannya yaitu bagaimana agar semua janji politiknya terwujudkan dan rakyat bisa menikmati hasil kepemimpinannya. Sayang seribu sayang, berita-berita di beragam media, entah cetak atuapun online, memang menampilkan banyak pejabat publik kita yang egosentris, individualis, hedonis, dan korup.

Terlalu sering kita disuguhi beragam pemberitaan negatif terkait bobroknya sebagian pemimpin dalam mengelola pemerintahan. Enggan untuk menyelami secara langsung persoalan aktual yang sedang dialami dan dirasakan oleh masyarakat. Hanya mengamati dari ruang kantornya saja. Hanya meminta masukan dari orang-orang terdekatnya mengenai kondisi dan situasi sosial dan ekonomi masyarakat.

Dalihnya, mereka hendak memanfaatkan staf ahlinya. Padahal. Belum tentu staf ahlinya tersebut mampu membaca dan menganalisis persoalan masyarakat. Tidak menutup kemungkinan, saran dan masukan yang diberikan oleh staf ahli tersebut hanya untuk kepentingan diri dan golongannya. Dampaknya kebijakan dan program yang ditetapkan berlawanan dengan kebutuhan masyarakat. Ini semua berawal dari pemimpin yang jarang turun langsung ke masyarakat. Ada yang hanya sekali dua kali turun. Itu pun untuk bertujuan untuk mendongkrak elektabilitasnya di waktu kampanye. Lagi-lagi, kita terjebak oleh tipu muslihatnya.

Di balik kenyataan itu, saya selaku penulis, sekali lagi, masih menyimpan sejuta harapan terkait masa depan negeri ini. Saya sepenuhnya meyakini bahwa dari Sabang hingga Merauke, masih terdapat pemimpi, di segala level, yang memang berjiwa patriot. Pemimpin yang dalam kesehariannya selalu berpikir bagaimana melaksanakan amanahnya dengan sebaik-baiknya. Pemimpin yang jangankan mengambil miiaran atau triliuanan uang negara; bahkan sepeser pun tak ada dalam pikirannya untuk menggelapkannya. Dia sadar betul akan tugas dan tanggung jawabnya.

Dia paham betul selain ada pengadilan di dunia, ada juga pengadilan di akhirat kelak. Artinya, segala gerak-geriknya selama hidup akan dimintai pertanggungjawaban.; Mak dari itu, dia selalu berupaya untuk mematuhi konstitusi dan melaksanakan sumpahnya dengan baik. Sumpah untuk menjalankan roda kepemimpinannya dengan adil dan bertanggung jawab.

Negeri ini tidak kekurangan pemimpin yang pintar. Mungkin, kita hanya kurang pemimin yang benar. Benar dalam menjalankan kekuasaaan. Perkataan dan perbuatannya tidak bertolak belakang. Apa yang dikatakan, pasti dilaksanakan. Dia mencintai rakyatnya sepenuh jiwa. Tanpa pamrih dan pura-pura. Rasa cinta yang datangnya dari kebeningan hati. Spirit pengorbanan dan pengabdiannya benar-benar hidup. Dalam setiap pengambilan keputusan, rakyat selalu dilibatkan dan diutamakan. Pemimpin seperti itu, tidak sudi menggadaikan nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip hidup yang selama ini dipegangnya erat-erat.

Kepemimpinannya sungguh-sungguh menginpirasi. Mampu menyadarkan dan menggerakan masyarakat untuk berkontribusi bagi nusa dan bangsa di segala bidang kehidupan. Api semangatnya tak pernah padam. Jiwa kesastrianya sukar untuk dilemahkan. Akhirnya, saya pribadi berharap di Indonesia semakin banyak kehadiran pemimpin semacam itu. Pemimpin bersedia menjadi problem solver. Bukan sebagai problem maker.  Jujur saja, kita semua menginginkan agar krisis ketadalanan di negeri ini bisa teratasi. Atau setidaknya, diminimalisir. Sebab, kita semua membutuhkan sosok pemimpin yang kharismatik, cerdas, visioner, patriotik, dan mampu menjadi panutan berbagai lapisan masyarakat.

*) Oleh: Muhammad Aufal Fresky, Penulis buku Empat Titik Lima Dimensi

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *