Puisi  

KEPICIKAN

Baladena.ID/Istimewa

Sempit dadaku mendengar guraumu

Mekar mawar mendadak layu

Jatuh diterjang angin bernada pilu

Hujanpun turut menyumbang air sendu

Menggenangkan luka di dalam qalbu

 

Semua menampakkan ketinggian

Tak kudapati ranting untuk berpegangan

Tetapi aku sudah berjanji untuk bertahan

Bertahan terhadap cinta dan cita yang sudah kuangankan

Itulah satu-satunya tumpuan

 

Tak ada pilihan

Tertidur bersama kepicikan

Tersenyum bersama kepalsuan

Tertawa bersama kepura-puraan

Termenung bersama keputusasaan

 

Menghancurkan kepingan asa yang telah kurintis

Menyadarkanku tentang pengorbanan yang terbalas sadis

Meringis merasakan sepotong hati teriris

Menahan mata untuk menyapa tangis

Menepukkan tangan untuk tergerak menulis

 

Lelah rasanya makin menggunung

Jenuh pun sudah hampir memecahkan tempurung

Dan alirannya kini tak mampu kubendung

Menghancurkan asa yang sudah kubangun laiknya gedung

Kini aku termenung

 

Kau ini Abu Lahab atau Abu Jahal???

Atau malah Dajjal??

Atau Kadal?

Sial!

 

Desiran laut biru tidak mampu memecah luka

Aku memandang langit dengan menengadah

Berharap dada ini menjadi lapang

Memberi ruang untuk penghianatan

Pergi sejauh-sejauhnya untuk meninggalkan

Agar yang tersisa tinggal puing-puing ketulusan

Akan ku susun kembali untuk merengkuh kemenangan

 

Semarang, 29 Februari 2020

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *