Jalan Sunyi Doktor Muda

Suatu waktu, Mohammad Hatta pernah menulis “siapa yang takut dilamun ombak, jangan berumah di tepi air”. Melalui tulisan tersebut, Bung Hatta hendak menjelaskan resiko berkecimpung dalam dunia politik. Bagi Bung Hatta, dunia politik ibarat samudera luas yang terkadang timbul ombak yang menyeret siapa saja kedalamnya. Sedangkan, politikus ibarat berumah di tepi air yang sewaktu-waktu dapat terseret dan hilang karena ombak yang timbul. Oleh karena itu, setiap politikus harus mempunyai keberanian untuk menghadapi resiko tersebut.

Dr. Mohammad Nasih, M.Si. adalah salah satu individu yang mengambil pilihan secara sadar untuk berumah di tepi air. Kalaupun sewaktu-waktu timbul ombak yang dapat menyeret dan melenyapkan, hal itu tidak menjadi perhatian utama. Bagi beliau, justru tepi air menyajikan suatu keindahan yang tak terperi. Di salah satu sudut, tertanam tegak pohon kelapa yang melambai-lambai mengikuti irama angin. Formasi karang terbentuk di sudut lain tepi air, memecah ombak-ombak kecil yang datang. Tak jarang, sinar matahari kala terbit dan tenggelam semakin memperindah tepi air. Selain keindahan, tepi air memberikan kemudahan untuk mengakses samudera politik yang memiliki kekayaan alam melimpah ruah. Oleh karena itu, banyak individu lain yang juga memutuskan untuk berumah di tepi air.

Sayangnya, tidak semua individu mempunyai tujuan yang baik. Bahkan, mayoritas individu berumah di tepi air agar kekayaan alam samudera dapat dieksploitasi untuk kepentingan pribadi maupun golongan. Kerakusan mayoritas individu tersebut tidak terbilang. Bahkan, kalau perlu seluruh kekayaan alam samudera dikeruk oleh mereka. Akibatnya, kesengsaraan menimpa khalayak masyarakat yang berumah jauh dari tepi air.

Dr. Mohammad Nasih, M.Si. adalah bagian dari sebagian kecil individu yang berumah di tepi air. Bersama sebagian kecil individu tersebut, Pak Doktor memiliki mimpi agar kekayaan alam samudera dapat digunakan untuk kemaslahatan semua lapisan masyarakat. Atas dasar mimpi tersebut, Pak Doktor harus menempuh jalan sunyi, menghindar dari gemerlap tepi air yang fana dan melenakan. Selain itu juga, hanya jalan sunyi tersebut yang dapat menghantarkan Pak Doktor menuju impian.

Pak Doktor menemukan banyak tantangan dalam perjalanan menempuh jalan sunyi. Pak Doktor mengatasi tantangan tersebut satu persatu dengan segala daya upaya. Namun, Pak Doktor sadar bahwa tak mungkin impiannya dapat tercapai kalau hanya diimpikan sebagian kecil individu. Pak Doktor harus mengajak sebanyak mungkin individu lain untuk mengimpikan impian tersebut. Tujuannya agar dengan semakin banyak individu yang bermimpi dan bergerak, impian tersebut akan semakin cepat untuk terwujud.

Atas dasar tersebut, Pak Doktor mengambil peran sebagai intelektual yang tidak hanya mencari dan mengumpulkan pengetahuan saja. Namun juga, menterjemahkan pengetahuan dan erudisinya menjadi sikap moral atau visi kebudayaan (Ignas Kleden : 2002). Pengetahuan yang dimiliki oleh Pak Doktor sangat kaya dan unik karena memadukan ilmu klasik yang termaktub dalam kitab kuning dengan buku filsafat kekinian. Berbekal pengetahuan tersebut, Pak Doktor sangat mumpuni dalam melakukan upaya-upaya perubahan masyarakat yang dilakukan dengan konsisten. Tulisan di media massa, ceramah di berbagai tempat, maupun lembaga pendidikan yang didirikan, adalah sekian dari banyak upaya lain yang telah Pak Doktor lakukan.

Usaha-usaha perubahan Pak Doktor sedikit demi sedikit memberikan hasil nyata. Banyak individu yang mulai mengikuti jejak Beliau untuk menempuh jalan sunyi. Walaupun begitu, Pak Doktor belum puas dan tidak akan berhenti untuk terus melakukan upaya perubahan. Pasalnya, sudah terlalu banyak individu rakus yang berumah di tepi air dan menguasai kekayaan alam yang terkandung di dalam samudera.

Pak Doktor jangan dibiarkan sendirian untuk menempuh jalan sunyi. Pak Doktor memerlukan dorongan dari belakang, gandengan tangan yang menguatkan, atau bentuk dukungan lainnya. Sebagai individu yang masih memiliki ati nurani, seberapa besarkah keberanian Anda untuk menempuh jalan sunyi bersama Pak Doktor?

Oleh: Muhammad Ditya Ariyansyah, Alumnus Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) Jakarta, Pegawai di Kementerian Keuangan RI.

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *