*Oleh: Dinar Mahardika, SH. MH, dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.
Setelah menyelesaikan proses Pemilihan Presiden dan Legislatif pada 14 Februari 2024, masyarakat akan kembali dihadapkan pada Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang dilaksanakan pada 27 November 2024. Pilkada di Indonesia adalah salah satu momentum penting dalam sistem demokrasi yang menempatkan masyarakat sebagai pemegang kekuasaan dalam memilih pemimpin daerah mereka. Dengan adanya pemilihan ini, masyarakat memiliki kesempatan untuk memilih calon pemimpin yang dianggap dapat mewakili dan mensejahterakan kehidupan masyarakat di daerah tersebut. Pilkada menjadi ajang yang strategis untuk mengukur tingkat partisipasi dan kecerdasan politik masyarakat Indonesia.
Pentingnya Pilkada dapat dilihat dari dampaknya yang langsung dirasakan oleh masyarakat setempat. Pemimpin yang terpilih memiliki peran besar dalam menentukan kebijakan, pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Oleh karena itu, partisipasi aktif masyarakat dalam Pilkada sangat diharapkan untuk memastikan terpilihnya pemimpin yang berkualitas dan mampu mengemban tanggung jawabnya dengan baik. Namun, dalam melihat pelaksanaan kampanye Pilkada di Indonesia, terdapat berbagai aspek yang perlu dievaluasi dan diberikan perhatian lebih.
Salah satu aspeknya adalah Fenomena Pilkada Core yang menjadi potret buram elektabilitas calon kandidat Pilkada 2024. Apabila ditafsirkan berdasarkan sufiks, kata “core” dapat diartikan sebagai tren, estetika, hingga gerakan tertentu yang dibicarakan oleh banyak orang. Lebih lanjut, istilah “core” saat ini juga dapat dimaknai sebagai pola, warna, hingga item yang tengah disukai dan mewakili karakteristik terkait hal yang sedang ditampilkan. Salah satunya adalah Ajang Debat Politik para Calon Kepala Daerah.
Ajang debat politik sejatinya bisa membuka topeng kapabilitas para calon kepala daerah. Debat politik sebenarnya merupakan sarana untuk menguji calon pemimpin. Melalui debat Pilkada diharapkan rakyat dapat menilai kapasitas para calon pemimpin mereka. Kualitas para kandidat akan tercermin di pangung debat bahwa Ia merupakan calon pemimpin yang berkualitas dan capable atau hanya pemimpin lucu-lucuan belaka. Fenomena Pilkada Core muncul sebagai panggung yang memperlihatkan kelayakan kandidat pemimpin daerah. Popularitas Pilkada Core membawa konsekuensi terhadap elektabilitas para kandidat.
Kampanye debat harusnya bisa dijadikan salah satu metode kampanye untuk meyakinkan pemilih. Di debat ini pemilih bisa menimbang apakah para kandidat mempunyai gagasan yang sesuai dengan aspirasi publik. Selain itu, di forum debat juga akan terlihat bagaimana gestur dan cara bicara sang calon kepala daerah. Bagaimana mereka merespon pertanyaan juga akan terlihat. Kampanye debat sejatinya bukan hanya ajang obral janji, omong kosong tak berdasar data, saling serang lawan, dan sejumlah hal buruk lain hanya akan membuat masyarakat muak. Kampanye debat idealnya ruang beradu gagasan yang konstuktif untuk kemajuan daerah. Dengan begitu ajang debat bisa jadi referensi masyarakat calon pemilih dalam menentukan calon pemimpin terbaik.