Perkembangan teknologi yang terjadi pada era globalisasi dapat membawa perubahan yang memiliki banyak pengaruh pada berbagai sektor yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah pada bidang teknologi informasi. Perkembangan teknologi informasi semakin memudahkan masyarakat dalam mencari segala kebutuhan dan informasi melalui internet.

Itu artinya, teknologi digital berkembang secara masif. Terbukti pengguna internet Indonesia mencapai 204,7 juta orang atau setara 73,7 persen dari total populasi penduduk. Meski demikian, skor indeks keahlian, kecakapan, dan pemanfaatan teknologi digital yang rendah. Berdasarkan Indeks Literasi Digital Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dan Katadata Insight Center (KIC) pada 2021, indeks literasi digital Indonesia berada di angka 3,49.

Realitas itupun tentu membawa pengaruh pada dunia pendidikan di tanah air, karena sektor pendidikan pun tidak bisa lepas dari penggunaan teknologi itu sendiri. Dengan demikian, menjadi urgent atau penting adanya jika literasi digital ini pun perlu masuk dalam kurikulum pendidikan di negeri ini. Literasi digital di sekolah mampu membuat siswa, guru, tenaga kependidikan dan kepala sekolah, memiliki kemampuan untuk mengakses, memahami, serta menggunakan media digital, alat komunikasi dan jaringannya. Dengan kemampuan tersebut, mereka dapat membuat informasi baru dan menyebarkannya secara bijak.

Selain itu, melalui literasi digital setidaknya dunia pendidikan dan civitasnya memiliki pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat dan patuh hukum. Sebab, jika tidak digunakan secara bijak, maka dapat menimbulkan sebuah permasalahan yaitu penyalahgunaan media sosial berupa menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan kelompok tertentu (SARA), berita bohong atau hoaks, sehingga perilaku tersebut akan dikenakan sanksi berupa kurungan penjara dan denda.

Baca Juga  Siang-Malam Bersama al-Qur’an

Berbicara tentang media sosial (medsos) tentu memiliki dampak positif dan negatifnya. Maka dari itu, sebagai penguna media sosial yang bijak, kita harus bisa menggunakan dan memanfaatkan media sosial untuk tujuan yang sekiranya berdampak positif bagi diri sendiri dan orang lain. Dan, untuk menghadirkan kearifan dan kebajikan dalam bermedsos tentu sektor pendidikan membawa pengaruh besar dalam memberikan andil dan kontribusi.

Realitas itu mengingatkan semua pihak bahwa kecakapan hidup bagi peserta didik merupakan kemampuan pengetahuan yang dibutuhkan peserta didik untuk belajar berpikir kritis, kreatif, inovatif, dan dapat berkomunikasi dengan efektif di era digital saat ini. Dan, sektor pendidikan harus memberikan kontribusi akan hal tersebut. Lugasnya, berikut inilah bentuk tindakan kontribusi yang bisa dilakukan sektor pendidikan agar bangsa di negeri ini bisa lebih bijak dalam medsos.

Pertama, mengajari siswa cara mengevaluasi informasi dan memastikan keakuratannya. Artinya, sebagai pengguna media sosial yang bijak, alangkah baiknya jangan membagikan informasi yang diperoleh secara sembarangan dan lebih baik melakukan pengecekan kembali informasi yang kita peroleh di media sosial melalui aplikasi, seperti Turn Back Hoax, Cekfakta.com, Babe, Hoax Buster Tools (HBT), dll. Supaya kita tidak terjebak pada siklus penyebaran berita bohong atau hoaks.

Kedua, mengajari siswa bisa jaga etika dalam ber-media sosial. Artinya, mengajari siswa sebagai pengguna medsos bersikap sopan dan menghargai siapapun yang membuat karya dengan meminta izin dan mengutip sumbernya. Mengajarkan pada siswa agar mampu memberikan komentar maupun tanggapan positif yang sifatnya membangun guna menuju pada nilai-nilai positif yang sekiranya bisa memberikan edukasi.

Baca Juga  Anak Belajar al-Qur’an ala Abu HoHeMoDa

Ketiga, mengajari siswa agar tidak melakukan penyebaran SARA, pornografi dan aksi kekerasan. Ada baiknya sejak dini siswa selalu diingatkan agar tidak menyebarkan informasi yang berhubungan dengan SARA (Suku, Agama dan Ras) dan pornografi di jejaring sosial. Sebarkanlah hal-hal yang berguna yang tidak menyebabkan konflik antar sesama pada situs jejaring tersebut. Jangan ajarkan generasi muda tentang hal – hal kekerasan melalui fhoto – fhoto kekerasan yang diupload pada jejaring media sosial.

Keempat, mengajari dan memahamkan peserta didik akan pentingnya understanding digital footprints sebagai kemampuan yang perlu diketahui siswa untuk paham dengan jejak digital. Jejak digital sendiri adalah semua informasi yang ditinggalkan seseorang secara pasif dan dibagikan secara aktif tentang diri mereka sendiri secara daring, terutama di laman media social. Sehingga, dengan begitu siswa perlu diajari bener-bener selektif dan hati-hati dalam tindakan posting dan konsekwensinya.

Melalui keempat tindakan kontribusi yang bisa dilakukan sektor pendidikan dalam berliterasi digital itulah, besar kemungkinan jika diaplikasikan dengan baik dan benar maka literasi digital di sekolah mampu membuat siswa, guru, tenaga kependidikan dan kepala sekolah, memiliki kemampuan untuk mengakses, memahami, serta menggunakan media digital, alat komunikasi dan jaringannya. Dengan kemampuan tersebut, mereka dapat membuat informasi baru dan menyebarkannya secara bijak.

Dewi Khofifah
Ketua Umum HMI Komisariat Iqbal Walisongo Semarang & Mahasiswa Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang

Ayah Ideal adalah Pemimpin Ideal

Previous article

Analisis Teori Kepribadian Sigmund Freud dalam Kisah Nabi Yusuf As.

Next article

You may also like

Comments

Ruang Diskusi

More in Gagasan