“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang yang beriman,” (QS. Al-Buruj: 4-7).
Sebagai muslim yang taat beragama, sangat perlu kiranya meneladani kisah-kisah pendahulu yang memiliki sepak terjang unik dalam berserah diri kepada Allah Swt. Setidaknya ada dua kisah yang populer dan perlu diteladani, keduanya sama-sama kisah seorang mukmin yang berada dalam kawasan kepemimpinan seorang Raja yang dholim. Pertama adalah kisah seorang Ghulam yang diabadikan dalam al-Qur’an surah al-Buruj, peristiwa ini terjadi sekitar tahun 523 M di daerah Najran yang dipimpin oleh Raja Dzu Nuwais, dan kisah Nabi Musa pada masa Firaun di Mesir.
Ghualam merupakan seorang anak yang diasuh oleh seorang raja dholim dan seorang tukang sihir. Awalnya, tukang sihir yang sudah lanjut usia menghadap sang raja meminta untuk dicarikan penerus sihir yang bisa mewarisi dirinya. Anak tersebut ditunjuk untuk menjadi penerus tukang sihir dan diminta ke istana untuk belajar ilmu sihir. Namun, setiap perjalanan ke Istana, di tengah jalan, ia bertemu dengan Rahib yang memberikan pengajaran tauhid kepadanya. Ia sangat antusias dan mendengarkan nasihat-nasihat rahib tersebut.
Disebabkan selalu bertemu rahib di tengah perjalanan, ia selalu datang terlambat dan mendapatkan hukuman dari tukang sihir karena tidak tepat waktu. Ghulam menceritakan kejadian tersebut kepada rahib dan mendapatkan saran agar jika ditanya tukang sihir mengapa telat, jawablah aku ditahan keluargaku sehingga terlambat ke sini, dan jika ditanya keluargamu mengapa telat, jawablah aku ditahan tukang sihir sehingga terlambat pulang.
Suatu hari ia terhalang pergi ke rahib karena ada binatang buas yang menghalangi jalan manusia. Disitu, ia mencoba meyakinkan diri sekaligus membuktikan apakah lebih utama rahib atau tukang sihir. Ghulam mengambil batu dan melemparkannya ke binatang tersebut sembari berdoa, ” Ya Allah, apabila perkara rahib lebih engkau sukai daripada tukang sihir maka bunuhlah binatang buas itu,” binatang buas tersebut mati dan jalan bisa dilewati oleh manusia.
Ghulam menceritakan kejadian tersebut kepada rahib dan rahib mengatakan bahwa ia sudah menduga bahwa ghulam memiliki kelebihan, sehingga nanti akan dapat banyak banyak pujian sehingga. Rahib berpesan kepada Ghulam agar jangan pernah menunjukkan rahib kepada raja. Setelah itu, Ghulam bisa menyembuhkan berbagai penyakit, seperti buta, kusta dan yang lainnya.
Salah seorang yang dekat dengan raja mendengar kabar ini. Ia ingin memberikan seluruh hartanya kepada Ghulam agar bisa mengobati penyakit butanya. Tapi Ghulam mengatakan bahwa ia tidak bisa menyembuhkan penyakit, yang bisa menyembuhkan hanyalah Allah, Tuhanku. Jika engkau mau beriman kepada Tuhanku, maka akan aku mohonkan kesembuhanmu. Orang tersebut bersedia dan bisa sembuh atas kehendak-Nya. Sang raja dholim mengetahui dan mengatakan jika engkau tidak kembali ke agama semulamu (menganggap raja sebagai tuhan), maka aku akan membunuhmu. Orang tersebut memilih mati dalam keadaan beriman kepada Allah swt.
Rahib juga dipanggil oleh raja, jika tidak mau kembali kepada agama sebelumnya, maka akan dibunuh. Rahib pun tetap kokoh dengan pendiriannya. Raja dholim pun membunuhnya dengan membelah tubuhnya menggunakan gergaji. Ghulam juga dipanggil oleh raja dholim, jika tidak mau kembali ke agamanya, maka akan dibunuh juga. Ghulam memilih tetap beriman dan akan dibunuh oleh raja dholim. Ghulam dibawa oleh prajurit raja dholim untuk dibuang di tengah laut, akan tetapi saat akan dibuang Ghulam berdoa kepada Allah “Allahumma Ikfinihim Bima Syi’ta” (Ya Allah! Jagalah diriku dari tipu daya mereka dengan kehendak-Mu). Perahu seketika terbalik dan seluruh prajurit mati tenggelam dan Allah menyelamatkan Ghulam.
Ghulam kembali mengahap raja dholim dan raja menyuruh prajurit yang lain untuk menjatuhkannya dari puncak gunung. Akan tetapi saat hendak dijatuhkan, Ghulam kembali berdoa “Ya Allah! Jagalah diriku dari tipu daya mereka dengan kehendak-Mu,” seketika gunung bergetar dan para prajurit jatuh ke dalam jurang.
Ghulam kembali ke hadapan raja dholim dan mengatakan bahwa ia tidak akan bisa membunuhnya kecuali dengan berdzikir kepada Allah. Raja juga harus menghadirkan seluruh manusia di tengah alun-alun untuk menyaksikan dirinya dibunuh langsung oleh raja dengan menggunakan anak panah. Jika anak panah tersebut mengenai dirinya, maka Ghulam akan mati.
Raja dholim mengumpulkan seluruh manusia di alun-alun dan bersiap melepaskan anak panah sesuai petunjuk ghulam sembari berdzikir (Bismillah Rabbin Ghulam, dengan menyebut nama Allah, Rabb anak ini). Sang raja dholim melepaskan anak panahnya dan mengenai pelipis ghulam, ia meninggal dunia dan seluruh manusia di alun-alun berkata “Aamanna bi Rabbil Ghulam, kami beriman kepada Allah Rabb-nya anak tersebut”. Dengan demikian seluruh manusia di alun-alun beriman kepada Allah Swt.
Dari kisah tersebut, terdapat doa mujarab yang dipanjatkan dengan kerendahan hati, kepasrahan kepada Sang Illahi dan pengkosongan hati tiada harap kecuali oleh-Nya. Ini bisa dipraktikkan dalam menghadapi pemimpin yang sangat dholim yang mengajak untuk kekufuran. Seperti halnya yang dilakukan oleh Nabi Musa a.s yang sangat pasrah dan berserah diri saat menghadapi kepungan Firaun dan prajuritnya di tepi laut. Nabi Musa memanjatkan doa “Allahumma laka al’hamdu, wa ilayka al-musytaka, wa anta al-musta’in, wa la hawla wa la quwwata illa billah al-“aliyy al-azdhim” (Ya Allah, segala puji hanya bagi-Mu, hanya kepada-Mu lah kami mengadu, dan hanya kepada-Mu lah kami memohon pertolongan. Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung. Wallahu a’lam.
Oleh: Muhammad Ismail Lutfi, Sekretaris Himpunan Muda Berdaya (Himbe) Omah Tahfidz Semarang, dan Komandan Brigade GPII Jawa Tengah.