Ziarah kubur merupakan tradisi masyarakat Islam khususnya di Jawa yg diwariskan secara turun temurun. Bahkan agenda rutinan sering kali dijadikan ajang sebagai wisata rohani tahunan atau bulanan.
Salah satunya, Ziarah ke makam Wali Songo. Seolah menjadi agenda wajib sebagian masyarakat, misalnya dalam komunitas tertentu atau tingkat kelurahan yang mayoritas menganut madzhab syafi’iyah.
Tidak mengherankan jika perekonomian masyarakat sekitar makam juga ikut terangkat. Seperti halnya yg pernah disampaikan oleh Maulana al-Habib Lutfi dalam sebuah kajian: “Wong mati wae iseh iso manfaati kanggo wong sing iseh urip, opo gak isin?” (Orang meninggal saja masih bisa memberi manfaat bagi yg masih hidup, Apa nggak malu?).
Demikian bagian petikan kalimat bernada sindirin untuk kita yang masih hidup.
Meskipun sebagian dari umat Islam lainnya ada yg beranggapan bahwa itu bid’ah, dan bahkan syirik karena dianggap menyekutukan Allah Swt. Tentu, itu tidak benar dan perlu diluruskan supaya tidak terjadi kesalahpahaman dan tidak saling menuduh yg pada akhirnya akan menimbulkan perpecahan di antara umat Islam sendiri.
Dalam konteks ini, menjadi syirik kalau di situ orang menyembah kuburan atau meminta pertolongan kepada ahli kubur. Akan tetapi, pada konsepsinya dan semoga praktiknya, mereka berdoa di sana, karena di anggap tempat yang mustajab. Karena memang Rasulullah pernah berpesan bahwa ada waktu dan tempat yang mustajabah.
Ada pula yang mengatakan bahwa mendoakan orang yg sudah wafat pahalanya tidak akan sampai, Tidaklah jadi persoalan mengingat setiap orang punya tafsir masing-masing sesuai dg apa yg mereka yakini. Penulis hanya ingin menyampaikan fenomena-fenomena yg ada di masyarakat.
Di pulau Jawa, misalnya, ada makam Wali Songo, siapa yang tidak kenal dengan Wali Songo? Tentu sudah tidak asing lagi bagi kita semua. Mereka adalah ulama yg menyebarkan agama Islam di tanah Nusantara yang sebagian berasal dari negeri seberang utusan khilafah Ustmaniyah yang kini makamnya tersebar di berbagai daerah. Dan jumlah mereka banyak, namun masyarakat lebih mengenal dengan sebutan Wali Songo yang berarti wali (kekasih Allah) yang berjumlah sembilan, di antaraanya ada sunan bonang, sunan kudus, sunan gunung jati, sunan, dan lain-lain.
Bisa dibilang ziarah ke makam Wali Song adalah wujud terima kasih kita kepada mereka dan rasa syukur kepada Allah Swt. Sebab melalui pintu merekalah Islam bisa kita rasakan hingga saat ini. Tidak hanya itu, selain jelas merupakan wisata religi, aktivitas itu juga menjadi edukasi historis untui masyarakat umum, yang tidak berkesempatan untuk membaca dan mengakses pendidikan yang lengkap. Wallahu a’lam.
Oleh: Rochmatul Minan, S.Pd., Ketua Pimpinan Ranting GP Ansor Desa Logede, Kecamatan Sumber, Kabupaten Rembang.