Sedang ku lihat, hatiku ternyata sekarat. Sudah ku pencet tombol suka, meski padaku kau belum balas suka. Sudah ku pencet tombol bagikan, sebab aku tak ingin kau sendirian. Walaupun, antara kita hanya aku yang jatuh cinta.
Dalam pertemuan, hanya sedikit kita berbincang. Sibuk aku mencuri pandang, berharap kau menyadari tatapan yang sedang aku pasang. Tidak peduli mencintai sepihak, walau akan melukai diri ini. Diam diam hening perlahan, tanpa ada yang merawat untuk menyembuhkan.
Cinta adalah dekat, rindu adalah sekat. Hati tak perlu pekat untuk dia yang begitu kasat. Sadarilah, mereka mencintamu tanpa mengukurmu. Aku mencintaimu sebab aku ingin kamu lebih maju.
Teruntuk dirimu, hadirmu kurindu. Karna dalam setiap sepiku selalu memikirkanmu. Aku masih percaya, rindu tanpa sekat adalah rindu yang terkuat. Hari-hari kita bertemu, tapi masih saja aku merindumu.
Cintaku melekat tanpa pernah terikat, kubiarkan rasa ini mengenaskan disaat rasa yg sudah nyaman, mungkin ini yg dinamakan patah hati sebelum memiliki.
Nikmat cinta tanpa jatuh cinta, bahagia berdekat tanpa terikat. Mendekap curhat yang kamu sampaikan, bibir tersenyum walau hati ini sangat pekat. Kamu memaksaku mundur dengan alasan yg kamu buat-buat tanpa melihat aku yang hatinya tersayat.
Karena kita adalah dekat yang enggan berdekap, perih yang berbisik dalam lirih, rona yang tertahan dalam setiap jumpa. Kita adalah dua yang menyangkal segala kemungkinan untuk dipersatukan, mengatasnamakan persahabatan dan memilih memendam segala perasaan.
Rindu bukan hanya milik mereka yang berjauhan, melainkan juga milik orang-orang yang pernah ditinggalkan dari kepastian.Begitupun cinta, bukan hanya milik mereka yang berpasangan. Cinta juga milik mereka yg memilih diam memendam angan di hadapan sang pujaan.
Seiring deru perhatian dan upayaku yg kau paksa mundur, waktu mungkin akan menjelaskan satu cara mencintai adalah dengan pergi.