Total korban tragedi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pascapertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya berjumlah 754 orang, sebanyak 135 di antaranya meninggal dunia, 596 orang luka ringan dan sedang, serta 26 lainnya luka berat. Komnas HAM menyebut faktor penyebab terjadinya tragedi ini karena gas air mata yang ditembakkan aparat ke arah tribun penonton stadion Kanjuruhan. Pemerintah membentuk TGIPF yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD yang menyimpulkan gas air mata sebagai pemicu utama kepanikan berujung meninggalnya ratusan nyawa penonton.

Namun ketika sampai pada proses hukum, melalui proses persidangan, akhirnya hakim justru memberikan Vonis bebas terhadap 2 polisi yang menjadi terdakwa dalam kasus Kerusuhan Stadion Kanjuruhan. Publik terkaget-kaget dengan putusan ini, sungguh sangat mengecewakan keluarga korban dan mencederai rasa keadilan masyarakat. Kedua polisi yang divonis bebas oleh majelis hakim pada Pengadilan Negeri Surabaya adalah mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi dan mantan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto. Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Bambang Sidik Achmadi dan Wahyu Setyo Pranoto melanggar pasal kumulatif, yaitu Pasal 359 KUHP, Pasal 360 ayat (1) KUHP dan Pasal 360 ayat (2) KUHP. Mereka juga dituntut 3 tahun penjara dalam perkara tersebut.

Hakim memutus semata-mata untuk keadilan, untuk mewujudkan keadilan, hakim dimungkinkan untuk menafsirkan, melakukan konstruksi hukum, bahkan boleh tidak menerapkan atau mengkesampingkan suatu ketentuan yang berlaku. Dalam hal hakim tidak dapat menerapkan hukum yang berlaku maka hakim wajib menemukan hukum demi terwujudnya suatu putusan yang adil. Undang-undang Kekuasaan Kehakiman telah menggariskan bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dimasyarakat, sehingga dapat memberi keputusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan. Dalam melakukan penafsiran, konstruksi hukum, hakim harus tetap berpegang teguh kepada asas-asas umum hukum (general principle of law) dan asas keadilan umum (the general principle of natural justice).

Baca Juga  Makna Mudik yang Mendidik

Delik Kelalaian

Kealpaan, kelalaian, atau culpa adalah macam kesalahan dalam hukum pidana sebagai akibat dari kurang berhati-hati, sehingga secara tidak sengaja sesuatu itu terjadi. Undang-undang sendiri tidak mendefinisikan pengertian dari culpa, namun terkait dengan culpa, di Indonesia terdapat pasal kelalaian yang mengakibatkan kematian orang lain diatur dalam Pasal 359 KUHP.

Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

Berdasarkan bunyi pasal kelalaian tersebut, R. Soesilo berpendapat bahwa kematian dalam konteks Pasal 359 KUHP tidak dimaksudkan sama sekali oleh pelaku. Sebab, kematian tersebut hanya merupakan akibat kurang hati-hati atau lalainya pelaku. Sementara itu, jika kematian ternyata dikehendaki pelaku, maka pasal yang dapat diberlakukan adalah Pasal 338 atau 340 KUHP. Kelalaian adalah salah satu bentuk kesalahan yang timbul karena pelaku tidak memenuhi standar perilaku yang telah ditentukan oleh undang-undang, serta kelalaian tersebut terjadi dikarenakan perilaku orang itu sendiri. Kealpaan akibat, merupakan suatu peristiwa pidana jika akibat dari kealpaan itu sudah menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum pidana, misalnya kematian orang lain sebagaimana yang diatur dalam Pasal 359 KUHP. Selain itu, pasal kelalaian merugikan orang lain juga diatur dalam Pasal 360 dan 361 KUHP, yakni culpa yang menyebabkan luka-luka berat hingga timbul penyakit atau halangan tertentu.

Dengan demikian kealpaan atau culpa memiliki 3 (tiga) paling tidak dapat digambarkan:

Baca Juga  Menakar Efektivitas Lockdown dalam Mengurangi Penularan Wabah

Pelaku berbuat lain dari apa yang seharusnya diperbuat menurut hukum tertulis maupun tidak tertulis, sehingga sebenarnya ia telah melakukan suatu perbuatan (termasuk tidak berbuat) yang melawan hukum;

Pelaku telah berlaku kurang hati-hati, ceroboh dan kurang berpikir panjang; serta

Perbuatan pelaku itu dapat dicela, oleh karenanya pelaku harus bertanggung jawab atas akibat dari perbuatannya tersebut.

Dari konstruksi peristiwa di stadion Kanjuruhan jelas sekali terdapat unsur kelalaian yang mengakibatkan kematian penonton sampai menyentuh angka 135 orang. Persoalannya kenapa hakim tidak ada pertimbangan terhadap korban? Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal:

Pertama, subyektivitas: Keputusan hakim dapat dipengaruhi oleh pandangan, keyakinan, dan pengalaman pribadi mereka. Oleh karena itu, kadang-kadang keputusan hakim dapat terlihat subjektif dan tidak adil. Dalam kasus korbasn Kanjuruhan hakim hanya mempertimbangkan unsur perbuatan saja, nurani hakim seakan melayang jauh meninggalkan perasaan duka keluarga korban.

Kedua, ketidakmampuan untuk memahami hukum: Beberapa hakim mungkin tidak sepenuhnya memahami hukum atau kasus yang mereka hadapi. Hal ini dapat menyebabkan keputusan yang salah atau tidak memuaskan. Pikiran hakim nampaknya terperangkap pada bingkai daad-dader saja.

Ketiga, faktor politik atau kepentingan pribadi: Ada kemungkinan bahwa keputusan hakim dapat dipengaruhi oleh faktor politik atau kepentingan pribadi yang tidak berkaitan dengan kasus tersebut. Ini dapat menyebabkan keputusan yang tidak adil dan merugikan salah satu pihak.

Keempat, keterbatasan hukum: Kadang-kadang hukum tidak memberikan solusi yang memuaskan bagi semua pihak yang terlibat dalam kasus tersebut. Ini dapat menyebabkan keputusan yang tidak memuaskan.

Baca Juga  Jangan Remehkan Ma'ruf Amin!

Terhadap Putusan Bebas pada Pengadilan Tingkat pertama, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan upaya hukum kasasi dapat dilakukan bagi putusan bebas. Hal ini tertuang dalam putusan MK Nomor 114/PUU-X/2012. Mahkamah berpendapat apabila Pasal 67 KUHAP menentukan pengecualian untuk memohon pemeriksaan terhadap putusan tingkat pertama yang menyatakan bebas. Kemudian, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat, maka Pasal 244 KUHAP mengecualikan permohonan pemeriksaan kasasi terhadap putusan bebas.

Kita tunggu kiprah Jaksa (yang sering disebut mewakili korban) untukmengajukan Kasasi terhadap Putusan Hakim yang sangat jauh dari rasa keadilan korban dan rasa keadilan masyarakat.

*Dikutip dari berbagai sumber.

Oleh: Dr. Hamidah Abdurrachman, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.

 

Beasiswa Kuliah, Menghafal al-Qur’an dan Kewirausahaan Monasmuda Institute Semarang

Previous article

Menyoal Penambangan Ilegal

Next article

You may also like

Comments

Ruang Diskusi

More in Gagasan