Perkembangan Teknologi khususnya teknologi informasi era sekarang semakin mengancam demokrasi dan perdamaian secara pribadi, satu sisi teknologi informasi memudahkan kita mendapat segala informasi yang kita perlukan namun satu sisi hidup kita lebih dekat dengan jeratan hukum. Berita palsu semakin sulit dibedakan dari kebenaran. Bahkan berita yang awalnya merupakan berita benar dapat dimanipulasi seperti yang ada di media sosial Instagrams, Facebook, tweeter atau  video Youtube secara real time: ekspresi wajah dan apa yang dikatakan dapat diubah tanpa disadari oleh pembuat konten itu sendiri. Akhir tahun 2020 menjadi bukti kedasyartan diktator teknologi, banyak tokoh dari politik sampai artis terjerat kasus hukum, baik melalui video, chatt, opini ataupun hanya iseng melalui status media sosialnya.

Diktator teknologi informasi merupakan bukti yang mendukung seseorang untuk dituntut dihadapan hukum atas apa yang dibuat, diedarkan sendiri atau oleh orang lain, sengaja maupun tidak sengaja  dimuka umum melalui media sosial atau media lainya. Diktator teknologi informasi tidak mengenal batas wilayah dan waktu. Seseorang dari luar provinsi membuat opini secara pribadi di media sosial miliknya menjadi bermasalah manakala teman yang berada di media sosial membagikan (forward) keorang lain tanpa persetujuan terlebih dahulu dari anda dan kemudian orang lain tidak suka dengan opini anda maka orang tersebut melaporkannnya ke pihak berwajib dengan bukti opini anda di media sosial maka anda akan bermasalahan dengan hukum. Tidak mengenal batas waktu menjadi bukti kongkrit dan terbaru adalah kasus artis bermain mesum, pemeran merekam vidio tersebut namun tidak bermaksud/ sengaja membagikan konten tersebut kepada orang lain, kasus tersebut terjadi pada tahun 2017 namun baru beredar pada tahun 2020 akan maka pemeran vidio tersebut menjadi tersangka pada tahun 2020. Diktator teknologi informasi menjadi bukti yang mudah didapat oleh orang lain yang tidak menyukai kita secara pribadi dengan mencari track record bukti digital apa yang telah kita lakukan, perkataan ataupun opini secara pribadi di media sosila sebagai kritik namun berbeda tanggapan bagi mereka yang melakukanya karena tersinggung.

Baca Juga  Menjaga Keuangan Selama Ramadhan

Hadirnya Undang Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi jelas bahwa kita memiliki dua kehidupan, dunia maya dan dunia nyata dengan konsekwensi keduanya dapat bermasalah dengan hukum apabila kita secara tidak sengaja maupun sengaja berbicara, menuangkan ide, beropini dan mengkritik yang tidak sesuai fakta yang ada. Terlepas dari penegakan hukum kasus-kasus jeratan pidana pencemaran nama baik pada Undang Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjadi pro-kontra dalam dunia hukum. Berkaca pada kasus sebelumnya yang telah diputus bersalah beberapa dosen yang diduga melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dengan menggunakan sarana elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, misalnya kasus Ramsiah Tasruddin, Makasar; Saiful Mahdi, Aceh (Hukum Online). Sebagai masyarakat awam perlu menjaga diri dengan bijak bagaimana kita bersikap dan beropini di media sosial agar tidak berujung pada proses pidana. Beberapa Hal yang perlu dilakukan sebelum kita beropini, menulis di media sosial adalah; 1).  Koreksi kembali semua tata bahasa, 2). Pengaturan media sosial ke private, 3). Pastikan semua teman, relasi, kerabat yang ada di pertemanan media sosila kita terpercaya, 4). Atur dinding status kita ke private, 5). Segera hapus pertemanan dengan seseorang ketika sudah tidak satu ide.

Kelima langkah tersebut harus dilakukan suka ataupun tidak suka sebab pada dasarnya hari ini apa yang terjadi di dunia maya berlaku juga di dunia nyata sehingga langkah preventive perlu dilakukan sedini mungkin. Diktator teknologi informasi tidak mengenal sodara, sahabat ataupun rekan kerja, mungkin mereka tidak membagikan apa yang kita pikirkan tetapi rekan mereka yang membagikan ke Publik dan itu akan berujung pada kita menghadapi proses hukum.

Baca Juga  Negara Bahagia, Parameter Akurat atau Salah?

Oleh: Dr. Imawan Sugiharto, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal

Serangan Balik Polisi di Praperadilan Habib Rizieq

Previous article

Hikmah Jum’at-99: Mengawali Tahun 2021 dengan Kebermaknaan Hidup

Next article

You may also like

Comments

Ruang Diskusi

More in Gagasan