Orang Tua dan Pendidikan Anak yang Seutuhnya

Baladena.ID

Sehat itu mahal harganya. Inilah slogan yang sudah masyhur di dalam masyarakat, namun penerapan atas slogan ini masih belum maksimal. Secara yuridis, kesehatan sudah diatur sedemikian rupa. Diantaranya definisi kesehatan telah tertuang dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 1 ayat 1 mengatakan bahwa; “Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis”.

Ini menunjukkan bahwa, jiwa juga mempengaruhi kesehatan manusia. Kesehatan jiwa telah mempengaruhi kerja pikir seseorang menjadi terganggu. Faktor yang menjadikan kesehatan jiwa seseorang terganggu tidak lain dan tidak bukan adalah dari faktor lingkungannya sendiri, yaitu faktor keluarga maupun di luar keluarga.

Contoh kecil penyebab kesehatan jiwa terabaikan adalah pola pendidikan kepada anak yang dilakukan di lingkup keluarga. Banyak keluarga yang tak sadar bahwa cara mendidik atau memperlakukan anak dengan keras, sangat berdampak pada mentalitas si anak itu sendiri.

Dalam hal ini, keras diartikan sebagai tidak memberi panutan yang sesuai dengan peran orang tua, yaitu penganut bagi anak-anaknya. sebagai contoh, film yang penulis tonton kemarin yakni film ”Zain al-Hajj” seorang anak umur 12 tahun yang mempunyai pemikiran dewasa karena keadaan yang membuatnya berfikir dewasa. Peran orang tua di dalam film ini sangat tidak menjadi teladan bagi para orang tua lain. Betapa tidak. Didikan yang sangat keras serta tidak memberi efek kebaikan pada anak, justru akan membuat efek keburukan pada tokoh (anak, yakni Zain al-Hajj).

Akhirnya apa yang terjadi? Orang tua yang berbicara kotor serta keras menjadikan Zain dan Adiknya terancam jiwanya. Di dalam film tersebut, tokoh Zain berperan layaknya orang tua bagi adiknya, Sahar. Karena orang tua kakak beradik tersebut tidak menjalankan peran dengan baik–karena hidup serba kekurangan–maka Sahar pun menjadi korban santapan mereka setiap hari (menjual Sahar kepada pejabat kaya).

Faktor Lain

Ekonomi juga membuat kesehatan jiwa manusia terabaikan.  Tak jauh dari kisah itu, orang tua Zain juga terancam jiwanya sebab ekonomi. Masalah dalam bidang ekonomi juga menjadi salah satu penyebab terancamnya jiwa manusia. Dari sini, kita dapat mengetahui bahwa, kebanyakan orang menganggap bahwa kunci bahagia itu jika memiliki harta melimpah. Sementara, hal lain selain harta, dianggap bukan rizqi. Padahal, Islam telah mengajarkan rizqi itu bukan hanya seberapa tebal dompet kita, tapi rizqi itu banyak macamnya. Nikmat nafas, berapa kali kita bernafas dalam 1 jam? Dalam hal seperti itu jarang manusia berfikir bahwa rizqi itu tidak berupa seberapa tebalnya dompet, tapi semua ini adalah rizqi.

Anak adalah rizqi dari Allah swt sebagai bentuk amanah yang diberikan kepada hambaNya, ketika itu tugas orang tua mulai muncul sebagai pendidik. Cara orang tua mendidik anak berbeda-beda. Sebagai seorang anak, pasti juga ingin mendapatkan kasih sayang dari orang tua, tapi sebagai orang, kita menyadari bagaimana orang tua bisa memposisikan diri pada perannya.

Tentu sulit menjadi pendidik untuk melahirkan anak yang terdidik dengan baik dan hebat di masa yang akan mendatang. Maka, sebagai orang tua, harus bisa menjadi sahabat serta musuh bagi anak-anaknya. Maksudnya, sahabat bagi anak-anaknya adalah menjadi orang yang terdekat dengan anak.

Sementara maksud musuh bagi anak-anaknya adalah, menjadikan anak-anak takut pada orang tuanya, sehingga anak juga ada tantangan sendiri atas perintah orangnya.

Dr. Mohammad Nasih al-hafidz, dosen Universitas Muhammadiyah mengatakan;“di dalam jiwa yang kuat, terdapat raga yang sehat”. Artinya, apabila dalam hati kita tidak ada rasa yang memberatkan jiwa, maka semua akan baik- baik saja. Inilah yang disebut sebagai pendidikan yang seutuhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *