Di zaman sekarang ini atau yang biasa dikenal dengan Gen-Z, pergaulan bebas atau seks bebas marak terjadi di kota-kota Besar. Bahkan tidak hanya kota-kota besar saja, sex bebas sudah melebar ke daerah-daerah pinggiran kota bahkan ke daerah pedesaan.
Sex bebas sudah menjadi rahasia umum karena tidak hanya dilakukan oleh kalangan dewasa akan tetapi juga dilakukan oleh remaja. Sungguh hal ini merupakan fenomena sosial yang sangat memprihatinkan.
Perilaku sex bebas ini adalah bentuk perilaku penyimpangan sosial. Pada kenyataannya tidak hanya remaja laki-laki saja yang melakukan sex bebas. Tetapi remaja perempuan pun melakukan sex bebas. Remaja merupakan simbol masa ketidakstabilan jiwa, penuh gejolak dan emosi. Keadaan yang demikian membuat mereka mudah terpengaruh oleh lingkungan sosial mereka baik eksternal maupun internal salah satunya adalah media sosial. Tidak hanya itu, sex bebas kerap dilakukan oleh anak usia di bawah umur.
Seks bebas merupakan hubungan yang dilakukan oleh laki -laki dan perempuan tanpa adanya ikatan perkawinan. Desmita (2005) mengemukakan berbagai bentuk tingkah laku seksual, seperti berkencan intim, bercumbu, sampai melakukan kontak seksual. Akibat dari adanya sex bebas tersebut adalah adanya kehamilan di luar nikah. Ketika adanya kehamilan di luar nikah tersebut tidak diingankan, tidak sedikit yang melakukan aborsi.
Masalah aborsi adalah isu kontroversial, karena aborsi tidak hanya terkait dengan masalah kesehatan, tetapi juga erat dengan etika moral, agama, dan hukum. Dengan perkembangan teknologi, praktik-praktik aborsi illegal yang tidak terjamin keamanannya semakin berkembang. Pencarian di mesin pencarian seperti google mengenai obat-obatan aborsi dapat dengan mudah ditemui, dan bahkan banyak juga ditemui situs-situs yang menjual obat-obatan tersebut secara bebas di internet.
Mudahnya akses mendapatkan obat-obatan yang dapat menggugurkan kandungan tanpa resep dokter di Indonesia menjadi salah satu alasan maraknya terjadi upaya pengguguran kandungan secara mandiri. Tidak hanya itu, kerap terjadi pengguguran kandungan dengan cara bantuan orang lain.
Aborsi berarti tindakan seseorang menggugurkan kandungannya. Jika dikaji secara medis, aborsi memiliki makna berakhirnya kehamilan seseorang sebelum viability, yaitu masa janin belum dapat hidup dengan sendirinya di luar kandungan, yang jika menurut perkiraan maka usia kehamilannya adalah di bawah 20 (dua puluh) minggu. Merujuk pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menyatakan, anak merupakan orang yang berusia kurang dari 18 (delapan belas) tahun, dalam hal ini pula anak yang masih dalam kandungan.
Apabila seseorang sudah melakukan tindak pidana aborsi maka akan dikenakan hukuman. Siapapun pelaku dari tindakan tersebut maka akan tetap dijerat dengan hukum karena telah dengan sengaja menghilangkan nyawa atau menggugurkan janin yang seharusnya dirawat dengan baik. Baik pelaku maupun yang membantu melakukan tindak pidana aborsi tersebut maka akan dijerat hukuman sesuai hukum yang ada di Indonesia.
Dalam Hukum Positif di Indonesia, ketentuan yang mengatur masalah aborsi terdapat di dalam KUHP. Ketentuan di dalam KUHP yang mengatur masalah tindak pidana aborsi terdapat di dalam Pasal 299, 346, 347, 348, dan 349. Pasal 299 KUHP: “(1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah; (2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga; (3) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu”.
Pasal 346 KUHP: “Seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun penjara”.
Pasal 347 KUHP: “(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas bulan; (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Pasal 348 KUHP: “(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan; (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.
Pasal 349 KUHP: “Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan itu dilakukan”.
Dari ketentuan di atas dapat disimpulkan bahwa ancaman pidana bagi pelaku maupun orang yang membantu aborsi dapat dituntut pidana penjara mulai dari empat tahun sampai lima belas tahun penjara.
Aborsi merupakan tindakan menggugurkan janin atau dengan sengaja menghilangkan nyawa janin tersebut dan termasuk kedalam tindakan kriminalitas serta dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pembunuhan.
Adapun jika pelaku aborsi tersebut adalah anak dibawah umur, maka proses peradilan pidananya tunduk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Menurut undang-undang ini, Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Terhadap anak tersebut dapat dijatuhi pidana pokok berupa pidana peringatan, pidana dengan syarat, pelatihan kerja, pembinaan dalam Lembaga serta penjara yang merupakan pilihan terakhir jika pidana lainnya tidak dapat diterapkan. Kemudian, Pasal 81 ayat (2) menentukan bahwa pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Apabila ketentuan ini dikaitkan dengan ketentuan Pasal 346 KUHP, maka ancaman pidana bagi anak yang melakukan aborsi adalah 2 (dua) tahun penjara.
Namun demikian undang-undang ini juga memberikan hak bagi anak untuk mengajukan bebas bersyarat dan dapat bebas lebih cepat jika anak berkelakukan baik dan sudah menjalani 1/2 (satu perdua) dari lamanya menjalani pembinaan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak.
*Oleh :; Dr. Fajar Ari Sudewo, SH. MH dan Nita Wahyu Cahyaning Ratri, SH. MHD, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.