Oleh: Dr. Mohammad Nasih, M.Si.

Pengajar Mata Kuliah Kekuatan-kekuatan Politik di Indonesia di FISIP UMJ, Jakarta, Guru Utama di Rumah Perkaderan Monasmuda Institute Semarang dan Pengasuh Pesantren & Sekolah Alam Nurul Furqon (PLANET NUFO) Mlagen, Pamotan, Rembang, Jateng.

 

Di Indonesia, mahasiswa telah menjadi kekuatan politik sejak jauh sebelum kemerdekaan. Bahkan, mahasiswa mampu secara efektif mentranformasi diri sebagai kekuatan untuk memperjuangkan kemerdekaan. Setelah kemerdekaan, dalam momentum-momentum tertentu, mahasiswa yang sesungguhnya memiliki fokus utama belajar di dalam kampus, mampu mentransformasikan diri sebagai kekuatan politik. Itu terjadi di berbagai era yang kemudian dikenal dengan Orde Lama, Orde Baru, dan juga Orde Reformasi, bahkan sampai saat ini.

Di era Orde Lama, dengan berbagai latar belakang dan kepentingan, muncul organisasi-organisasi kemahasiswaan. Kelahiran organisasi-organisasi ini membuat mahasiswa memiliki wadah untuk memperkuat diri sebagai kekuatan sosial dan juga politik. HMI misalnya, walaupun awalnya lahir (1947) karena latar belakang yang bersifat sangat lokal, tetapi kemudian berkembang dengan sangat cepat, sehingga kemudian menjadi organisasi mahasiswa yang memiliki peran politik sangat signifikan.

Orde Lama berhasil dijatuhkan oleh gerakan mahasiswa yang mengornisir diri dalam wadah KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) pada tahun 1965. Orde Baru berhasil dijatuhkan juga oleh gerakan mahasiswa yang menuntut reformasi pada tahun 1998. Di dalam Orde Reformasi cukup banyak momentum politik besar, bahkan diwarnai dengan kejatuhan pemimpin nasional, yang disebabkan oleh gerakan mahasiswa, di antaranya pemakzulan Abdurrahman “Gus Dur” Wachid. Selain momentum kejadian surut pasang kekuasaan, momentum yang juga sangat terkenal di Indonesia adalah Malari yang terjadi pada tahun 1974.

Momentum-momentum politik besar tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa merupakan salah satu kekuatan politik yang sangat signifikan di Indonesia. Kekuatan politik mahasiswa, walaupun hanya berbentuk aksi jalanan, akan tetapi berhasil mengeraskan suara sehingga “terpaksa” harus di dengar oleh para penguasa.

Baca Juga  Organisasi Silat Bukan Organisasi Preman

Mahasiswa yang habitat sesungguhnya di kampus dengan fokus utama pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, kadangkala bertransformasi menjadi kekuatan politik. Sesungguhnya, transformasi menjadi kekuatan politik dilakukan justru  merupakan manifestasi dari fokusnya dalam melakukan pengabdian kepada masyarakat. Dan mahasiswa bisa melakukan itu karena memiliki beberapa hal secara bersamaan yang tidak dimiliki oleh yang lain, yaitu:

Pertama, basis keilmuan. Modal utama mahasiswa adalah basis keilmuan yang kuat. Mahasiswa adalah orang muda yang sedang berada dalam puncak idealisme. Perkembangan logika yang memungkinkan untuk menganalisis berbagai persoalan, terutama yang berhubungan dengan disiplin ilmu yang dipelajari, membuat mahasiswa memiliki idealisme tinggi. Dengan itu, mereka mampu menemukan kesenjangan antara yang seharusnya dengan yang terjadi. Idealisme yang dimiliki mahasiswa bisa membangkitkan kesadaran bahwa mereka harus melakukan usaha, agar kesenjangan antara yang seharusnya dengan yang terjadi tidak terlalu lebar. Dari sinilah muncul benih-benih semangat perubahan yang tidak boleh lambat, tetapi haruslah perubahan yang cepat atau revolusi.

Kedua, kemampuan dan kesempatan mengorganisir diri. Kampus adalah sebuah lingkungan yang disebut sebagai civitas akademika. Dalam mengoptimalkan upaya untuk menjadi lembaga pendidikan dengan hasil optimal, para mahasiswa juga mengorganisasir diri, baik untuk melakukan usaha-usaha pendidikan ekstra, maupun untuk melakukan negosiasi dengan penyelenggara pendidikan. Karena itulah terbentuk organisasi-organisasi kemahasiswaan, baik ekstra maupun intra kampus. Walaupun di Indonesia awalnya organisasi intra kampus merupakan disain rezim  untuk mendomestikasi mahasiswa, akan tetapi dalam konteks internal kampus tetap bermanfaat untuk membuat mahasiswa cukup terlatih dalam mengorganisir diri. Dan dalam konteks tertentu, organisasi-organisasi yang awalnya dimaksudkan untuk menjadi tali kekang, ternyata justru menjadi alat perlawanan terhadap rezim penguasa.

Baca Juga  UANG BESAR UNTUK MENANG PEMILU (Bagian IV dari Empat Tulisan)

Ketiga, lokasi kampus dekat dengan lokasi pusat kekuasaan. Bisa dikatakan bahwa kampus didirikan tidak jauh dari pusat kekuasaan, baik dalam konteks nasional maupun daerah. Kampus-kampus excellent sampai saat ini masih berada di pusat-pusat kekuasaan. Karena itulah, kampus-kampus excellent secara umum terdapat di kota-kota besar dan memiliki riwayat kekuasaan, di antaranya Jakarta (UI), Bandung (ITB), Yogyakarta (UGM), Surabaya (UNAIR, ITS), dan Semarang (Undip). Tiga kampus pertama bahkan sering dijadikan sebagai tolak ukur gerakan mahasiswa. Posisi kampus dengan pusat kekuasaan, membuat civitas akademika memiliki akses yang jauh lebih baik kepada jejaring politik, informasi, dan juga sumber daya. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa banyak insan kampus yang juga menjadi agen kekuasaan dengan menjadi staff-staff ahli.

Keempat, kemampuan membangun komunikasi antar kampus. Sebagai entitas yang sama, jika muncul kesadaran yang sama, maka antar kampus bisa melakukan komunikasi intensif. Gerakan yang awalnya kecil kemudian menjadi ibarat bola salju yang kemudian bisa menggelinding dengan terus membesar. Dan ketika gerakan mahasiswa sudah membesar, maka juga akan diikuti oleh kekuatan-kekuatan politik lain, baik itu organisasi kemasyarakatan, buruh, petani, dan lain-lain.

Kelima, keberanian melakukan perlawanan. Modal yang juga termasuk dalam kategori penting bagi mahasiswa adalah keberanian. Keberanian ini muncul karena mahasiswa belum berada dalam fase hidup yang mapan dengan fasilitas-fasilitas yang melenakan. Bahkan, gerakan mahasiswa bisa menjadi modal untuk membangun heroisme yang menjadi awal “masa depan”. Ilmu bagi orang yang sudah merasakan kemapanan justru akan menimbulkan ketakutan untuk melakukan perubahan. Sebab, mereka berkalkulasi bahwa ada kemungkinan mereka akan keluar dari lingkungan yang mapan. Sedangkan mahasiswa justru sebaliknya memiliki harapan untuk merebut kekuasaan untuk meningkatkan level kepemimpinan mereka.

Baca Juga  Bayang Bisnis dalam Politik di Pemilu

Itulah sebab, pengisi kekuasaan setelah sebuah rezim berhasil dijatuhkan, baik pada Orde Lama, Orde Baru, maupun Orde Reformasi adalah para mantan aktivis mahasiswa. Sebab, merekalah yang melakukan usaha keras terjadinya sirkulasi elite politik. Dengan mengisi posisi-posisi tersebut, mereka memiliki kesempatan untuk menghilangkan kesenjangan yang sebelumnya telah mereka sadari dan rasakan.

Namun, bukan berarti bahwa setelah mereka berhasil berkuasa, lalu mereka selalu berhasil untuk mewujudkan yang mereka perjuangkan. Untuk mewujudkan apa yang sebelumnya mereka inginkan memerlukan usaha yang tidak mudah. Sebab, selain mereka, ada kekuatan lain yang juga menginginkan untuk mengendalikan negara. Di antara yang paling dominan adalah kaum kapitalis. Dan keberadaan mereka ini telah disebut secara kritis oleh Karl Marx bahwa negara sesungguhnya adalah alat kaum kapitalis untuk mengamankan kapital yang mereka miliki dan bahkan melakukan akumulasi secara lebih banyak lagi. Karena itu, setelah orang-orang idealis berhasil masuk ke dalam kekuasaan politik, mereka akan berhadapan dengan musuh riil yang akan berusaha untuk menghalangi untuk menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk menolong. Ini yang menyebabkan penguasa baru akan kembali terlihat sebagai rezim yang tidak revolusioner dan akan mengundang kembali kritik revolusioner mahasiswa yang berada di luar kekuasaan. Dan ini mengakibatkan siklus gerakan mahasiswa akan kembali terjadi. Penguasa yang pada masa muda adalah juga mahasiswa harus menghadapi perlawanan yang dimotori oleh mahasiswa. ***

Dr. Mohammad Nasih, M.Si.
Oleh: Dr. Mohammad Nasih, Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ, Pembangun Qur’anic Habits di Rumah Perkaderan MONASH INSTITUTE Semarang dan Sekolah Alam Planet NUFO Pilanggowok Mlagen Rembang.

    KOSMOS, WAHYU, DAN AKAL

    Previous article

    KAUSALITAS DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DENGAN PENGUJIAN CAUSA PROXIMA

    Next article

    You may also like

    Comments

    Ruang Diskusi

    More in Gagasan