Assalamualaikum Wr. Wb.
Ibu Kita Kartini, bagaimana kabarmu? Apakah engkau tersenyum di sana melihat jejakmu di sini? Atau malah berserdih melihat punggung-punggungmu berlarian di mari? Ibu Kita Kartini, maafkan aku belum bisa menengok pusaramu karena corona. Doa terbaikku, semoga Tuhan mengampunimu dan menempatkanmu pada tempat terbaik di sisi-Nya. Kali ini, izinkan aku membacakan puisi sederhana di hari lahirmu.
Ibu Kita Kartini, ini bukan puisi tentangmu. Tapi tentang orang yang menyebut dirinya Kartini Masa Kini. Orang ini membanggakanmu, tetapi tak memahami cita-citamu. Orang ini bukan dia, melainkan mereka. Izinkan pula aku untuk memanggil mereka dengan panggilan “Kartini”, agar mereka senang. Puisi itu kuberi judul: “Kartini, Kau ini bagaimana?” Simak baik-baik ya, Bu.
***
Kartini, kau ini bagaimana
Kau bilang kau pejuang kaum perempuan
Tapi hari-harimu kau isi dengan rebahan
Kartini, kau ini bagaimana
Kau bilang perempuan bisa mandiri
Tapi ke mana-mana kau minta ditemani
Kartini, kau ini bagaimana
Kau bilang perempuan harus bisa memimpin
Tapi ada temanmu maju memimpin kau bisik-bisik ngrumpiin
Kau bilang perempuan bisa di depan,
Tapi saat kontestasi kau malah memilih pria menawan
Kartini, kau ini bagaimana
Kau bilang kau suka bau rakyat
Tapi Parfummu menyinggung setan yang lewat
Kartini, kau ini bagaimana
Kau bilang kau memperjuangkan literasi
Tapi ajakan menulis kau anggap basi
Kartini, kau ini bagaimana
Kau bilang perempuan harus menjaga kehormatan,
Tapi malam-malam kau nongkrong di angkringan
Kau bilang cantik itu di dalam,
Tapi fotomu kau umbar-umbar di instagram
Kartini, kau ini bagaimana?
Terhadap kebaikan kau mengendus-endus
Giliran aku berbuat baik kau bilang itu modus
Kartini, kau ini bagaimana
Kau bilang kau itu patner
Tapi kau selalu berambisi menyalipku dengan banter
Kartini, aku harus bagaimana
Kau bilang kritiklah, aku kritik kau bilang jangan hanya pandai bicara
Kau bilang carikan alternatifnya, aku kasih alternatif kau bilang jangan mendikte saja
Kau ini bagaimana
Aku bilang terserah kau, kau tidak mau
Aku bilang terserah kita, kau tak suka
Aku bilang terserah aku, kau memakiku
Aku bilang kita diskusikan dulu, kau tuduh itu hanya apologiku
Aku harus bagaimana
Kartini, kemarilah
Dekatkan telingamu
Ini bisikan dari hati yang suci
Kartini, harapku, tetaplah menjadi kartini
Yang meneruskan perjuangan Putri Sejati
Nama harumnya jangan pernah kau nodai
Jangan pernah bertindak bodoh ingin menjadi kartono
Kartini ya kartini, Kartono ya kartono
Mereka berbeda untuk bersama
Kartini, anggunlah sejak dalam pikiran
Cerdaskanlah hati untuk mengahalau bisikan setan
Lembutkanlah perangaimu untuk menopang Muhammad-nya zaman
Tak perlu takut kau tak bisa makan
Tak perlu pula khawatir menjadi pesakitan
Hindari menghinakan diri untuk mendapatkan pujaan
Pantaskan dirimu, maka yang kau impikan akan dikirim oleh Tuhan
Kartini, jangan sampai kau hanya mementingkan pujian kecantikan
Lalu tidak lagi takut akan pedihnya kebodohan
Kartini, kau hanya butuh pahamahaman yang benar untuk perjuangan
Pelajari dan pahamilah al-Qur’an
Lalu hafalkan
Renungi makna dan segala sari yang bertautan
Laksanakan dengan penuh kecintaan
Bukankah kau akan menjadi Ibu kehidupan?
Yang menjadi gerbang pertama pendidikan
Kartini, kembalikan cita-cita kejayaan perempuan
Perempuan sejati yang tidak melupakan kodrat dan tujuan
Perempuan lembut yang sadar akan tanggung jawab kemanusiaan
Perempuan tangguh yang menopang bangkitnya peradaban
Rembang, 21 April 2020
Diadaptasi dari puisi Gus Mus