Dakwah  

Dakwah di Selingi dengan Lelucon apakah Efektif atau Tidak?

Dakwah sudah menjadi makanan para umat muslim di seluruh belahan manapun, kita sdah sering menjumpai para ulama yang melakukan dakwah dengan caranya masing-masing, sering kali kita menemui dakwah yang menggunakan dengan lelucon, dakwah seperti ini yang secara sederhana bisa kita sebut mencuri perhatian orang. Pertanyaan seperti inilah yang kiranya sering muncul di pikiran saya, anggapan mereka para pendengar yang sering saya dengar dari beberapa orang, mengapa mereka menyukai dakwah yang diselingi dengan lelucon karena mereka menyukai dakwah dengan pembawaan yang santai dan diselingi dengan candaan itu sangat asyik, sehingga kita tidak terlalu bosan dengan materi yang dibawakan oleh seorang da’i. Pertanyaan yang sering muncul di pikiran saya pun akhirya terjawab.

Seperti dalil pada Al-qur’an dalam surat An-nahl: 125 yang berbunyi:

ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ

Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Ada beberapa tafsiran menurut beberapa ulama namun saya ambil salah satu. (Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia) Serulah (wahai rasul) oleh mu dan orang-orang yang mengikutimu kepada agama tuhanmu dan jalanNya yang lurus dengan cara bijakasana yang telah Allah wahyukan kepadamu di dalam al-qur’an dan -sunnah. Dan bicaralah kepada manusia dengan metode yang sesuai dengan mereka, dan nasihati mereka dengan baik-baik yang akan mendorong mereka menyukai kebaikan dan menjauhkan mereka dari keburukan. Dan debatlah mereka dengan cara perdebatan yang terbaik, dengan halus dan lemah lembut. sebab tidak ada kewajiban atas dirimu selain menyampaikan, Dan sungguh engkau telah menyampaikan, adapun hidayah bagi mereka terserah kepada Allah semata. Dia lebih tahu siapa saja yang sesat dari jalanNya dan Dia lebih tahu orang-orang yang akan mendapatkan hidayah.

Referensi : https://tafsirweb.com/4473-surat-an-nahl-ayat-125.html

Tidak lain kita sebagai umat nabi Muhammad harus bisa menyampaikan dakwah dengan cara yang bijaksana dengan tidak menghina orang seperti yang teah di tafsirkan di atas, dan ketika ia berbicara pun kita harus dengan penuh hati-hati agar mereka terjauh dari keburukan.

Namun, dalam hal ini tentunya memiliki batasan dari lelucon yang mereka sampaikan seperti kasus yang sedang hangat dan banyak di bicarakan oleh netizen kita sudah tidak asing dengan pembawaan dakwah gus Miftah, ia terkenal berkat dakwahnya yang tidak terlalu arogan dan pembawaannya santai, namun di satu sisi ia melakukan kesalahan di mana ia mengucapkan kalimat yang tdak senonoh kepada seorang yang sedang mencari nafkah dan ia pun mengharapkan datang nya rezeki pada dagangan yang ia jual. Lantas mengapa perkataan yang keluar dari seorang pen da’i tersebut menjadi perbincangan netizen, karena ia secara tidak sengaja mengatakan kata yang tidak sepatutnya ia katakan, walaupun menurut saya secara pribadi dakwah dari da’i tersebut memanglah sangat menarik dan ia pun sudah sangat terkenal, tetapi memang kalau saya sebut, semakin tinggi seorang tersebut maka semakin besar juga badai yang akan mendatanginya. Sebenarnya boleh-boleh saja dakwah dengan di selingi lelucon tetapi memiliki batasan seperti contohnya seperti diatas (menghina orang lain ataupun perbuatan yang buruk) kita harus tahu kapasitas atau bisa melihat lingkungan dari orang-orang, dan itu adalah salah satu bentuk kebablasan dirinya sendiri.

Kita harus bisa membatasi diri kita ketika kita berbicara, entah itu berbicara dengan orang lain ataupun dengan teman kita sendiri, sebisa mungkin kita harus bisa menghindari kata-kata yang bisa menyakiti hati mereka.

*Oleh: Akhmad Faiz Zulkhaq, mahasiswa UIN KH. Abdurrahman Wahid Pekalongan tempat tingal asal; desa Tembok Lor – Adiwerna – Tegal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *