Para ulama kita terdahulu begitu merindukan datangnya bulan yang mulia ini. Hal ini terlukis dari doa yang mereka panjatkan,
اللهم سلمني إلى رمضان وسلم لي رمضان وتسلمه مني متقبل
“Ya Allah, pertemukan diriku dengan bulan Ramadhan, selamatkan Ramadhan untukku, dan terimalah seluruh amalku di bulan Ramadhan.” (Lathaif al-Ma’arif hlm. 158)
Mereka sangat meyakini keutamaan orang yang bisa berjumpa dan memanfaatkan Ramadhan untuk beribadah kepada Allah ta’ala.
Terkait keutamaan ini ada satu kisah yaitu ada dua orang sahabat, saling bersaudara, salah seorang di antara mereka lebih bersemangat dibandingkan yang lain, dan akhirnya dia pun memperoleh syahid. Adapun sahabatnya, wafat setahun setelahnya.
Thalhah radliallahu ‘anhu bermimpi bahwa orang yang terakhir meninggal memiliki derajat yang lebih tinggi daripada yang pertama. Thalhah menginformasikan hal tersebut kepada sahabat yang lain dan mereka pun merasa heran. Maka Nabi shallallah ‘alaihi wa sallam pun bersabda,
“Bukankah orang ini hidup setahun setelahnya?” Mereka menjawab, “Ya.”
Beliau bersabda, “Bukankah ia mendapatkan bulan Ramadan dan berpuasa? Ia juga telah mengerjakan shalat ini dan itu dengan beberapa sujud dalam setahun?” Mereka menjawab, “Ya.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kembali bersabda,”Sungguh, sangat jauh perbedaan antara keduanya (dalam kebajikan) bagaikan antara langit dan bumi.” (HR. Ibnu Majah: 3925, shahih)
Ya Allah, pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan.