Hari ketujuh bulan September, gadis dengan balutan gamis maroon dengan jilbab mocca mematut diri di depan kaca. Sekali lagi ia memeriksa lekat kertas di atas meja yang ia tulis malam kemarin. Tak lupa gadis itu beranjak mengambil secarik kertas berpita biru di ujung meja. Sudah sepekan surat ini bersama dirinya. Kini, Ia pun memasukkan kedua kertas itu ke dalam tasnya, bersiap menuju kampus.

Tiba di kampus, gadis itu memeriksa ponselnya lalu berjalan menuju salah satu gedung. Matanya mengitari sudut gedung dan gadis itu menemukan orang yang ia cari. Entah sudah berapa kali gadis itu menemukan laki-laki itu dengan aktivitas yang sama. Ia hampir curiga laki-laki itu tidak punya hobi lain selain yang sekarang sedang dilakukan.

“Buku apa itu?” Ucap gadis itu tanpa basa-basi. Laki-laki itu kaget, sedetik kemudian ia tersenyum dan menggeser posisi duduknya, mempersilahkan gadis itu duduk. “Saya ngga lama kok, Cuma mau memberikan ini saja,” sembari mengulurkan surat yang ia persiapkan. “Saya tahu, orang yang diam-diam memasukkan surat ke dalam tas saya adalah kamu.” Laki-laki itu menerima uluran surat tersebut dan menyimpannya. “Saya pamit dulu, hari ini saya akan sibuk.” Gadis itu berjalan menjauh dari laki-laki itu.
“Kamu memang unik.” Laki-laki itu tersenyum sekali lagi melihat tingkah gadis itu.

***
Beranda Rumahku, 7 September 2020

Assalamu’alaikum, Esok.
Awal surat ini, aku tak akan menanyakan kabarmu. Sebab aku yakin kamu baik-baik saja. Oh iya, kamu tak apa kan jika aku memanggilmu seperti itu? Biar aku jelaskan. Esok, seperti yang kamu tahu, aku adalah penggemar novel-novel Tere Liye. Mungkin saja kamu sudah tak asing dengan tokoh Esok, Laki-laki yang telah menyelamatkan Lail saat gempa dahsyat yang menghancurkan hampir separuh permukaan bumi. Hujan adalah novel yang paling aku gemari. Bahkan, aku sudah membacanya puluhan kali.

Baca Juga  Teen in Helpless

Ah aku rasa itu bukan hal penting untuk membuka surat ini. Aku tak mungkin menulis surat ini hanya untuk membahas Tere Liye dan karya-karyanya.
***

Laki-laki itu tertawa membaca awal tulisan gadis itu, Laki-laki itu hafal, jika berhubungan dengan nama penulis itu, maka akan sulit membuatnya diam. Gadis itu amat menyukainya. Perihal panggilan yang gadis itu gunakan, sepertinya laki-laki itu terlihat tak mempermasalahkannya.

***
Esok, Aku sudah melalui satu pekan bersama September. Belum ada hal istimewa yang terjadi dalam sepekan ini. hanya saja aku ingin memberitahu sesuatu, aku sudah menamatkan satu novel Tere Liye lagi berjudul Tentang Kamu. Sungguh, itu novel yang luar biasa. Kapan-kapan akan ku ceritakan padamu isi novel itu.

***

Membaca bait tersebut laki-laki itu menggelengkan kepalanya tanda heran. “Lagi-lagi kamu membahas penulis itu.”

***
Esok, siapa yang bilang bahwa aku melewati Agustus dengan biasa saja? Bagiku Agustus istimewa. Kamu tak perlu tahu istimewa karena apa, biar itu menjadi rahasiaku dengan-Nya.

Kini, aku sudah memeluk seluruh benang merah yang kamu berikan padaku. Perihal ceriaku, bukankah itu memang tabiatku? Aku orang yang ceria dan kamu tak boleh melupakan itu. Hanya saja moodku bisa tiba-tiba berubah.

Esok, aku selalu ingat bagaimana kamu menebak namaku dan salah, aku juga ingat saat kamu lancar menyebut tanggal kelahiranku dengan tepat. Apalagi saat pertama kali aku tak sengaja bertemu denganmu saat pulang kuliah. Kemudian, berjalan kaki bersama, berteman terik panas dan tentunya tanpa suara dan setelah itu aku tak pernah lagi mendapat kesempatan itu.

Baca Juga  Bersinergi Mengutopia Bumi

Setelah momen-momen itu, sepertinya sisi lain dari dirimu mulai bangun. Awalnya aku tak pernah berniat seperti itu. Aku hanya ingin berkomunikasi denganmu. Sungguh, hanya itu. Kamu sungguh pendiam, aku mengira kamu tak keberanian untuk berbicara dengan orang lain.

Oh iya. Esok? sisi diriku yang mana yang membuat aku berbeda dari dia yang dulu? Pertanyaan ini boleh kamu jawab kapan saja, tak perlu sekarang, tapi ingat! kamu harus menjawab pertanyaan ini.
***

Laki-laki itu mengambil nafas panjang setelah membaca bait itu. “Kamu sudah mengusik hidupku sejak lama, Lail. Mungkin kamu tak sadar bila hari-hari itu adalah hari yang berat.” Untuk pertanyaan yang gadis itu tuliskan ia tak akan menjawab pertanyaan itu sekarang. Nanti saat ia kembali bertemu dengan gatis itu, ia akan menjawabnya.

***
Ingatkah kamu saat malam mulai larut dan kamu masih bersedia menemaniku hingga kantuk menyerangku? Lucunya saat bunyi bip tanda sambungan telepon sudah terputus, kantukku hilang. Otakku masih mencerna apa yang baru saja terjadi. Hingga saat ini, obrolan itu masih terngiang.
Ternyata aku perlu menjauh darimu supaya kamu semakin mendekat padaku.

Sepertinya, kamu lebih hidup saat aku dan kamu tak saling tatap. Esok, kamu aneh. Aku ingin memberitahumu satu hal lagi. Aku memang sudah cantik sejak kecil, Ibuku yang bilang begitu. Hahaha bercanda, Esok.
Esok, aku harap kamu tidak bosan membersamaiku. Tak bosan dengan tingkah anehku. Esok, saat kamu mendorongku dan membiarkan ombak menggulungku, aku berterima kasih padamu. Sebab kejadian itu aku bisa belajar melepas sesuatu yang bukan seharusnya untukku.

Baca Juga  Ace, si Ajaib

Kamu juga tak perlu berjanji seperti itu, juga jangan terlalu banyak meminta maaf, kamu tahu aku tak suka itu. Tak usah bersusah payah menyembuhkan lukaku. Kamu bilang akan selalu ada ria setelah lara, jadi biarlah Dia yang menata kembali hatiku dengan rencana-Nya yang tak terduga, tetapi indah.

Dariku

Eine

***
“Kamu selalu saja melarangku berjanji perihal hati.” Sembari memasukkan surat yang baru saja ia baca ke dalam ransel hitamnya.

 

Oleh: Eine Kluge Frau

Pandemi Covid-19 dan Kriminalitas

Previous article

Tim Pengabdian Fakultas Hukum USM Lakukan Pengabdian Masyarakat di Sendangmulya

Next article

You may also like

Comments

Ruang Diskusi

More in Cerpen