Fikih  

Inilah Bahaya Toleransi yang Kebablasan

Inilah Bahaya Toleransi yang Kebablasan
Istimewa

Setiap akhir tahun selalu menjadi momen pembahasan toleransi. Hal ini disebabkan oleh adanya perayaan hari besar salah satu umat dari enam agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia. Perayaan tersebut banyak  mengundang polemik antar umat. Masing-masing orang atau kelompok mempunyai pemahaman sendiri terhadap toleransi. Ada yang bertoleransi dengan mengucapkan selamat kepada orang yang merayakan momen tersebut. Ada pula yang memilih tidak mengucapkannya atau diam karena menganggap perbuatan itu akan berpengaruh terhadap akidah.

Sebenarnya dua permasalahan di atas tidak terlalu penting. Hal ini juga telah ditetapkan oleh MUI, bahwa permasalahan tersebut dikembalikan kepada kaum muslimin untuk mengikuti pendapat yang telah ada sesuai keyakinan masing-masing. Namun, yang menjadi masalah adalah ketika toleransi itu telah melewati batasnya. Batasan toleransi telah dijelaskan dalam al-Qur’an dan hadis secara gamblang dan telah diuraikan dengan lebih jelas lagi oleh para ulama. Semua itu dapat  dilihat dalam kitab-kitab klasik atau pun kontemporer sehingga kesimpulan yang diambil oleh para ulama tersebut dapat diamalkan dengan baik. Toleransi bukanlah kata yang salah, tapi pemaknaan terhadap toleransi itulah yang kebanyakan orang, khususnya kaum muslim masih salah dan keliru.

Keberagaman suku dan agama yang ada di Indonesia dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika menjadikan sebagian masyarakat muslim Indonesia salah dalam pemaknaan toleransi. Padahal, agama Islam telah memberikan batasan-batasan terhadap toleransi agar setiap muslim tidak mengorbankan akidahnya hanya karena toleransi. Namun, masih banyak muslim Indonesia belum paham dengan hal tersebut atau belum mengetahui bahaya yang dapat ditimbulkan atau bahkan sudah tahu, tapi terhalang hasrat kekuasaan atau takut dicela, diejek dan dikucilkan. Sehingga banyak dari kaum muslim yang masih menjalankan toleransi yang salah.

Toleransi yang kebablasan, sebut saja seperti itu. Hal tersebut dapat menimbulkan sikap pluralis terhadap agama. Pluralis berasal dari kata plural atau jamak, yang berarti mempertahankan kondisi kemajemukan apa adanya dengan menerima gesekan-gesekan antar kepercayaan yang ada di dalamnya. Sebenarnya, Pluralis tidaklah salah, karena dari sini seseorang dapat menerima perbedaan dan mempertahankan kesatuan bangsa. Namun, seiring berjalannya waktu kata ini mengalami pergeseran makna yang membawa paham pluralisme. Paham ini menuntut penyetaraan terhadap agama dalam pandangan setiap orang, yaitu dengan menganggap semua agama benar hanya cara ibadahnya saja yang berbeda. Pemahaman seperti ini akan berimbas pada kerusakan akidah seseorang.

Menganggap agama yang dianut paling benar merupakan hak setiap pemeluk agama, karena tidak mungkin seseorang memeluk suatu agama tanpa Ia yakin bahwa agamanya lah yang paling benar. Jika tidak seperti itu, maka setiap orang dapat berpindah-pindah agama semaunya. Hak beragama telah diatur dalam undang-undang yaitu pasal 28I ayat (1) dan pasal 29 ayat (2). Dalam agama Islam mempercayai agama Islam adalah agama yang paling benar telah difirmankan dalam surah Ali Imran: 19.

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam.”

Agama Kristen juga tetap mempertahankan bahwa agama mereka benar. Pernyataan ini dapat dilihat dalam kitab Yudas 1:3.

“Saudara-saudara yang kukasihi, ketika aku cuba menulis kepadamu tentang penyelamatan yang telah kita terima bersama, hatiku tergerak hendak memberikan perangsang kepadamu supaya terus berjuang untuk iman yang telah dikurniakan Allah kepada orang salih-Nya cuma sekali untuk selama-lamanya”.

Jadi, tak ada alasan bagi seseorang untuk menyamaratakan derajat agama atau pluralisme, karena masing-masing agama menganggap bahwa dialah yang paling benar. Jalan terbaik bagi seorang muslim ialah tetap berpegang teguh pada ajaran Islam dan mengabaikan konsep pluralisme.

Jika penyakit pluralisme ini terus menyebar dan berkembang, maka bahaya selanjutnya yang akan timbul ialah senkritisme. Apa itu sinkretisme ?. Sinkretisme adalah proses percampuradukkan beberapa tradisi aliran atau paham agama atau kepercayaan. Lebih singkatnya, yaitu mencampuradukkan agama. Sikretisme ini juga termasuk memakai atribut atau berdandan seperti agama lain. Lebih parah lagi jika percampuran ini terbawa sampai pada kasus pernikahan, sebagaimana yang banyak terjadi disalah satu daerah Indonesia, yaitu di salah satu kampung yang berada di Bekasi. Disana, perkawainan antar agama bukan lagi hal yang terlarang apalagi tabu. Semua berjalan atas dasar toleransi dan pluralisme yang mengakar. Padahal, Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّىٰ يُؤْمِنَّ ۚ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ۗ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤْمِنُوا ۚ وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ ۗ أُولَٰئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ ۖ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ ۖ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

 

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. AL-Baqarah: 221)

Itulah bahaya yang ditimbulkan jika toleransi yang dilakukan kebablasan. Lalu, bagaimanakah toleransi yang dimaksudkan oleh agama Islam ?.

Suatu ketika Rasulullah SAW pernah didatangi oleh sekelompok kaum kafir Quraisy dengan membawa proposal toleransi menurut mereka. Mereka berkata:

“Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagaian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.” (Tafsir Al Qurthubi, 14: 425)

Dari peristiwa ini, Allah menurunkan surah al-Kafirun yang secara eksplisit menentang permintaan mereka dan memberikan solusi terbaik, yakni

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. Al Kafirun: 6)

Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan mengenai ‘lakum diinukum wa liya diin’, “Bagi kalian agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian pilih dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke agama selain itu.” (Tafsir Ath Thobari, 14: 425).

Terkait larangan, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Tidak boleh kaum muslimin menghadiri perayaan non muslim dengan sepakat para ulama. Hal ini telah ditegaskan oleh para fuqoha dalam kitab-kitab mereka. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dengan sanad yang shahih dari ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Janganlah kalian masuk pada non muslim di gereja-gereja (tempat-tempat ibadah) mereka saat perayaan mereka. Karena saat itu sedang turun murka Allah.”

Demikianlah bahaya toleransi yang kebablasan dan toleransi yang seharusnya. Semoga kita dapat memahami lebih dalam lagi terkait toleransi dan dapat mengaplikasikannya tanpa harus takut cemoohan orang lain. Dan semoga pula kita selalu dalam lindungan Allah dan istiqomah dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangannya. Wallahu a’lam bi al-shawaab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *