Degradasi moral; antara perbudakan dan keharusan

Baladena.ID/Istimewa

(Analisis Bab III NDP HMI)

Dinamisasi sosial era abad ini membutuhkan konsentrasi kuat dari berbagai kaum akademisi untuk segera di selesaikan, bukan diwacanakan. Melihat arus perubahan sosial yang dimotori langsung oleh industri manufaktur telah merombak tatanan sosial lama yang ada sebagai identitas sebuah kelompok. Dalam skala besar hal ini potensi disintegrasi nasional. Sesaat para cendekiawan mulai memaparkan temuan fenomena yang gencar di tengah-tengah masyarakat pada forum-forum dialektis sebagai iktikad baik memahami situasi sosial, namun sesaat itu pembahasan mulai basi, karena forumnya selesai. Tidak adanya gerakan untuk revitalisasi karena kekurangan amunisi. Apa lagi mengambil alih peran.

Harusnya kita melek terhadap fenomena ini, melihat ketidaksiapan masyarakat dengan arus globalisasi atau modernisasi terutama wilayah usia dini. Akibatnya, bermunculan kasus-kasus tidak wajar yang dilakukan oleh masyarakat, terutama usia remaja, pencabulan, pembunuhan, rampok dan aksi-aksi krimal lainnya. Kebiasaan mereka mengkonsumsi budaya luar lewat gagdetnya telah membangun suatu mind set pada otak mereka, sehingga pada situasi yang sama akan dilakukan tindakan yang tergambar pada pemikiran mereka.

Suatu bentuk penyalahgunaan media terjadi karena mereka secara prinsip belum siap dengan perkembangan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang setiap saat mewujudkan alat baru untuk kemudian didistribusikan ke masyarakat komsumtif. Sudah jelas siapa yang punya peran dalam perubahan sosial ini, jadi siap-siap masyarakat kita kehilangan budaya leluhurnya.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Jika diamati lebih spesifik lagi, perkembangan zaman yang pesat telah merubah masyarakat secara substantif, tidak lagi pada bagian kulit luarnya saja. Dari sektor pendidikan, Keluhan para guru terhadap siswa didik mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi, bahwa ada pergeseran nilai dimana adab seorang pelajar mulai menurun, artinya degradasi moral. Siswa mulai berani mengintimidasai guru pada situasi dimana keinginan siswa dirasa tak terpenuhi, atau merasa terkekang.

Siswa didik mulai berani berhubungan intim dengan lawan jenis yang bukan mahromnya dengan dasar suka sama suka, ditambah dengan trend tawuran pelajar antar lembaga dengan konflik kecil yang diperbesar, sehingga mau tidak mau seorang pendidik sangat diperlukan keterlibatannya. Parahnya, fenomena ini sering terjadi di lembaga-lembaga pendidikan modern. Hampir setiap hari beritanya terpampang di media informasi.

Keharusan Universal atau Degradasi moral

Kearifan lokal masyarakat tradisional mulai terkikis secara teratur, menunggu waktu yang tepat untuk kemudian tidak dikenal lagi oleh generasi selanjutnya. Namun bukan soal krussial jika itu demi sebuah peradaban manusia itu sendiri. Sebagaimana di gagas oleh Nur Cholis Madjid bahwa kita harus siap sewaktu-waktu meninggalkan budaya kita dan beradaptasi dengan budaya baru demi suatu peradaban, sebab budaya yang melembaga dan turun temurun terkadang menjadi penghambat bagi peradaban manusia itu sendiri. Oleh karena itu, manusia harus mampu membuat formulasi baru untuk menjawab tantangan sosial dengan mengindahkan paradigma humanistik secara menyeluruh.

Manusia secara asasi ialah merdeka, kemerdekaan itu merupakan sebuah anugrah yang diberikan tuhan pada manusia, hal itu untuk kemudian diaplikasikan di ruang lingkup kehidupan komunal, agar manusia hidup sesuai hakikat manusia itu sendiri, hidup dengan kemerdekaannya sebagai bagian dari struktur sosial. Dengan ini, prinsipnya manusia harus bertindak sesuai kehendak hati nuraninya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kerja sukarela tanpa paksaan yang didorong oleh kemauan yang murni. Sehingga akan timbul upaya kreatif pribadi untuk perkembangan dirinya dan masyarakatnya. Oleh karena itu, kemerdekaan harus diciptakan untuk pribadi dalam konteks hidup ditengah masyarakat.

Sekalipun kemerdekaan adalah esensi daripada kemanusiaan, tidak berarti bahwa manusia selalu dan dimana saja merdeka. Adanya batas-batas dari kemerdekaan adalah suatu kenyataan. Batas-batas tertentu itu dikarenakan adanya hukum-hukum yang pasti dan tetap menguasai alam-hukum yang menguasai benda-benda maupun masyarakat manusia sendiri-yang tidak tunduk dan tidak pula bergantung kepada kemauan manusia. hukum-hukum itu mengakibatkan adanya keharusan universal atau kepastian umum dan Taqdir. Kemerdekaan manusia terbatas dengan kemerdekaan manusia yang lainnya, hingga kemudian disana terbangun sebuah kepastian umum yang ada secara hakikat. Jadi, manusia berekspresi, manusia yang berusaha akan tiba pada suatu titik dimana itu kadar kemanusiaannya.

Usaha untuk membangun kembali spirit nilai islami kepada kalangan didik harus dimaksimalkan melalui wujud amal perbuatan yang didasari pada sebuah konsep manusia merdeka. Sebagaimana keterangan diatas bahwa, hanya manusia merdeka yang bisa menciptakan inovasi dan kreatifitas terhadap pribadinya dan masyarakatnya, dan rasa ikhlas pula mutlak hanya dimiliki individu yang merdeka. Supaya fenomena sosial ini tidak sekedar wacana untuk di biaskan di telinga kita, maka segala upaya harus terus di injeksi melalui berbagai sektor, sebagai wujud dari usaha kita mengembalikan manusia pada kehidupan manusia sejati, untuk mempersiapkan regenerasi bangsa yang lebih baik. Sebut saja memanusiakan manusia.

Sudahkah itu di lakukan ? Atau mungkin fenomena ini termasuk keharusan universal (taqdir) ? karena berbagai usaha belum menuai hasil secara signifikan.

Atau apakah ini memang perbudakan ? Degradasi moral

Jikalau kemerdekaan pribadi diwujudkan dalam kontek hidup ditengah alam dan masyarakat dimana terdapat keharusan universal yang tidak tertaklukkan, maka apakah bentuk yang harus dipunyai oleh seseorang kepada dunia sekitarnya ? sudah tentu bukan hubungan penyerahan, sebab penyerahan berarti meniadakan terhadap kemerdekaan itu sendiri.

Pengakuan akan adanya keharusan universal yang diartikan sebagai penyerahan, artinya pasrah kepada taqdir sebelum suatu usaha dilakukan berarti perbudakan. Pengakuan akan adanya kepastian umum atau taqdir hanyalah pengakuan atas adanya batas-batas kemerdekaan. Sebaliknya, suatu persyaratan yang positif daripada kemerdekaan ialah pengetahuan tentang adanya kemungkinan-kemungkinan kreatif manusia. Yaitu tempat bagi adanya usaha yang bebas dan dinamakan “ikhtiar”artinya pilih merdeka.

Ikhtiar adalah kegiatan kemerdekaan dari individu, juga berarti kegiatan dari manusia merdeka. Ikhtiar merupakan usaha yang ditentukan diri sendiri dimana dimana manusia tidak diperbudak oleh suau yang lain kecuali oleh keinginannya sendiri dan kecintaannya kepada kebaikan. Tanpa adanya kesempatan untuk berusaha atau ikhtiar, maka manusia menjadi tidak merdeka dan menjadi tidak bisa dimengerti untuk memberikan pertanggung jawaban pribadi dari amal perbuatannya.

Kegiatan merdeka berarti perbuatan manusia yang merubah dunia dan nasibnya sendiri. Jadi meskipun terdapat keharusan universal atau taqdir, manusia dengan haknya untuk berikhtiar mempunyai peranan aktif dan menentukan bagi dunia dan dirinya sendiri. Sebelum pasrah harus usaha dulu.(Cak Nur)

Kerangka analisa diatas menegaskan bahwa, persoalan degradasi moral yang disebabkan oleh arus perubahan sosial bukan merupakan sesuatu yang harus kita pasrah terhadap situasi tersebut, bukan suatu keharusan universal yang mesti cukup kita yakini sebagai taqdir, melainkan sebuah keniscayaan bagi masyarakat kita untuk bisa mengembalikan moral dari yang awalnya buruk menjadi baik dengan kreatifitas dan inovasi baru, tidak juga bersikap antipati terhadap perkembangan zaman, sejatinya semua berada di tangan kita, asalkan kita mau hidup merdeka dan ikhtiar pasti akan sampai, sebab keyakinan yang dikejawantahkan kepada usaha (ikhtiar) akan sampai juga. (Yakin Usaha Sampai)

 

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *