Kata dakwah merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja da’a yad’u yang berarti panggilan, seruan atau ajakan. Dakwah (Arab: دعوة, da‘wah; “ajakan”) adalah pekerjaan yang bersifat menyeru, mengajak dan memanggil manusia untuk taat kepada Allah Swt beribadah sesuai dengan garis aqidah, syari’at dan akhlak Islam.
Kata dakwah sering dirangkaikan dengan kata “hikmah”, sehingga menjadi “Dakwah dengan hikmah” atau ad-dakwah bi al-hikmah. Dan kata hikmah di dalam al-Quran disandingkan dengan kata mauizhah al-Hasanah (an-Nahl : 125) yang berarti bahwa dalam penyampaian argumentasi kebenaran al-Quran mesti memasukan beberapa aspek kebijaksanaan.
Tujuan utama dakwah ialah memberi informasi terkait eksistensi Allah, memberi kabar gembira (basyir) dan memberi peringatan (nadzir) serta mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.
Nabi Muhammad SAW mencontohkan dakwah kepada umatnya dengan berbagai cara. Bisa melalui lisan, tulisan, dan perbuatan. Dimulai dengan dakwah secara sembunyi-sembunyi kepada istrinya, keluarganya, dan teman-teman karibnya. Hingga secara terang-terangan kepada raja-raja yang berkuasa pada saat itu seperti kaisar Heraklius dari Byzantium, Mukaukis dari Mesir, Kisra dari Persia (Iran) dan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia).
Dakwah Nabi tersebut dilakukan dengan penuh kebijaksanaan dalam mengambil sikap dan tidak memukul rata cara berdakwah, sehingga dakwah bil hikmah Nabi bisa diterima oleh rakyat biasa maupun raja. Orang yang memiliki hikmah disebut al-Hakim atau dalam bahasa yunani dikenal dengan sebutan filsuf.
Muhamad Abduh, seorang pemikir muslim dari Mesir dan salah satu penggagas gerakan modernisme Islam berpendapat bahwa hikmah adalah pengetahuan rahasia dan faedah dalam tiap-tiap hal.
Hikmah menurut Prof. DR. Toha Yahya Umar, MA adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya dengan berpikir, berusaha, menyusun, dan mengatur dengan cara yang sesuai dengan keadaan zaman dengan tidak bertentangan dengan larangan agama.
Dakwah bil hikmah mengandung nilai yang sangat penting. Nilai (value) yang terdapat dalam dakwah adalah sesuatu yang dianggap baik, yang diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh warga masyarakat.
Dengan adanya nilai maka seseorang dapat menentukan bagaimana ia harus bertingkah laku agar tingkah lakunya tersebut tidak menyimpang dari norma yang berlaku, karena di dalam nilai terdapat norma-norma yang dijadikan suatu batasan tingkah laku seseorang.
Dakwah bil hikmah dianggap bernilai apabila dakwah itu memilki sifat menyenangkan (pleasant), berguna (useful), memuaskan (satisfying), menguntungkan (profutable)¸ menarik (interesting), dan memiliki keyakinan (belief).
Nilai-nilai universal adalah nilai-nilai yang diterima oleh semua golongan , tidak dibatasi oleh suku, ras, daerah, budaya, agama ataupun kepercayaan kelompok lainnya. Nilai-nilai ini muncul atas fitrah manusia yang hanif (condong kepada kebenaran).
Sebuah proyek penelitian, dalam rangka perayaan ulang tahun PBB yang ke-50 meneliti apa saja nilai-nilai universal yang ada pada setiap orang, tak peduli suku, ras, agama, dan bahasanya. Nilai-nilai itu sangat penting di ketahui oleh seorang pendakwah, karena itulah yang dapat menjadi pegangan dalam menciptakan syiar agama yang lebih baik.
Penelitian yang melibatkan berbagai orang di seluruh dunia tersebut melahirkan 12 nilai universal yang disebut sebagai “Living Values”, yaitu kedamaian (Peace), penghargaan (Respect), tanggungjawab (Responsibility), kebahagiaan (Happiness), kebebasan (Freedom), toleransi (Tolerance), kerjasama (Coorporation), cinta kasih (Love), kesederhanaan (Simplicity), persatuan (Unity), kejujuran (Honesty), dan kerendahan hati (Huminity)
Living values tersebut ada pada diri setiap orang, menjadi harapan setiap orang, dan apabila nilai-nilai itu dihidupi oleh setiap orang, menjadi pegangan dalam berdakwah, islam akan mudah diterima, hidup menjadi lebih bahagia, damai dan sejahtera.
Dakwah bil hikmah adalah dakwah yang dalam proses pelaksanaannya menjunjung tinggi nilai-nilai universal tersebut. Dakwah bil hikmah adalah menyampaikan dakwah dengan cara yang arif bijaksana, yaitu melakukan pendekatan sedemikian rupa sehingga pihak objek dakwah mampu melaksanakan dakwah atas kemauannya sendiri, tidak merasa ada paksaan, tekanan maupun konflik. Wa allahu a’lamu bi al-shawab.