Guru Mengejar Nilai atau Mengajarkan Nilai-nilai?

Istimewa

Di dunia pendidikan formal maupun non formal salah satu elemen terpenting dalam kelancaran suatu pembelajaran adalah Guru, Ustadz atau Ustadzah, Pengajar atau Tutor merupakan cerminan dari pada seorang murid, bagaimana keilmuannya, pengetahuan, serta budi pekertinya akan ditiru, oleh karena itu jika seorang guru bertanggungjawab, disiplin tinggi, professional, tentu akan memberikan nilai tersendiri bagi para murid. Berhasil tidaknya sebuah kegiatan belajar mengajar di sekolah ditentukan oleh keberhasilan guru itu sendiri, oleh karena itu tugas guru sangat berat tidak hanya sebatas mentransfer ilmu, akan tetapi, harus memastikan keberhasilan belajar muridnya di sekolah.

Keberhasilan belajar siswa di sekolah identik dipatok dengan nilai yang telah mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) oleh santuan pendidikan untuk mata pelajaran. Dari patokan nilai tersebut menjadikan guru harus berfikir keras bagaimana setiap siswanya mampu mencapai nilai KKM, banyak cara yang dilakukan guru dari mulai melakukan remedial sampai pengkatrolan nilai setinggi-tingginya, pada ujian nasional dibeberapa sekolah di Indonesia.

Guru memberikan kunci jawaban agar mereka mampu lulus dengan nilai yang memuaskan dan mengharumkan nama sekolah. Sanksi sosial yang akan diterima  jika ada murid yang tidak lulus di instansi tersebut, yang akan menjadikan anggapan di masyarakat bahwa sekolah tersebut buruk system pembelajarannya Seingga menyebabkan murid ada yang tidak lulus pada ujian nasional, belum lagi orangtua murid yang akan protes “mengapa anak saya tidak lulus?” “bagaimana dengan masa depannya jika dia tidak lulus?” dan pertanyaan yang lain, selain itu emosional pada si murid, tepatnya terhadap mental, mendapatkan label dari masyarakat bodoh, malu dengan teman-temannya, berfikir negative mengenai masa depannya bahkan  tidak jarang dari ketidak lulusan tersebut menjadikan si murid frustasi dan jalan terakhir melakukan bunuh diri.

Hal ini menjadikan pihak-pihak yang bersangkutan di sekolah berfikir dua kali ketika melakukan kejujuran atau hendak melulus tidakkan murid setelah mengikuti ujian nasional, dan  akhirnya mencari segala cara agar semua murid yang mengikuti ujian nasional dinyatakan lulus 100%. Inilah masalah yang masih sering terjadi, atas dasar mengharumkan nama sekolah dan kesejahteraan bersama, justru dasar tersebut dijadikannya melakukan kecurangan. Akhirnya guru seperti gila nilai akademis dan melupakan penerapan nilai-nilai terhadap muridnya. Terlepas dari masalah realita di atas, masih banyak juga instansi-instansi sekolah, kepala sekolah dan guru yang masih mengutamakan nilai kejujuran dan nilai berjuang bagi muridnya untuk mencapai kelulusan murni hasil dari murid tanpa ada bumbu kecurangan.

Guru adalah penuntun murid untuk menyelesaikan sains dan makrifat. Menurut kitab Taisirul Kholaq syarat menjadi guru adalah memiliki sikap terpuji. Guru dalam tradisi Jawa merupakan akronim dari “digugu lan ditiru” (orang yang dipercaya dan diikuti), bukan hanya bertanggung jawab mengajar mata pelajaran yang menjadi tugasnya, melainkan lebih dari itu juga mendidik moral, etika, integritas, dan karakter.

Di sinilah tidak semua orang bisa menjadi guru, walaupun sering terdengar kalimat “ semua orang bisa menjadi guru”. Penyebabnya adalah jiwa keguruan yang memang belum dimiliki olehnya. Sudah saatnya seorang guru mendalami kembali apa isi dari tujuan pendidikan, agar jiwa keguruan segera terpatri di dalam hati. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 Pendidikan Nasional berfungsi mengebangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertangnggung jawab .

Dari tujuan pendidikan yang telah dipaparkan di atas, seorang guru harus memahami bahwa sekedar mengajarkan materi pelajaran tidak cukup menjadikan murid berhasil di masa yang akan datang. Guru harus berusaha memberikan kesempatan kepada muridnya menjalani hal-hal yang kelak mereka hadapi di luar sekolah. Dengan membiasakan mereka menerapkan ilmuya di sekolah akan menjadi bekal mereka ketika menghadapi dunia kerja, usaha, dan masyarakat.

Oleh karena itu, penting bagi semua guru untuk mengajarkan nilai-nilai kepada muridnya seperti nilai agama, mengenalkan tuhan dari agama yang dianut, kegiatan berdoa sebelum maupun setelah pembelajaran, guru mengajarkan rasa syukur kepada Allah, melaflkan kalimat dalam artian mengangungkan Allah swt. Selanjutnya nilai sosial sama halnya nilai agama yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat. Tindakan individu atau kelompok yang baik tanpa melanggar nilai sosial, akan menciptakaan kehidupan sosial yang harmonis dan dapat berlanjut dalam keproduktifan masyarakat itu sendiri.

Diharapkan guru mengajarkan sikap tanggungjawab, toleransi, rasa tidak takut menyadari kesalahan kepada murid. Nilai budaya adalah nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), dan simbol-simbol. Di lingkungan sekolah nilai budaya yang paling ketara adalah budaya mengantri ketika memasuki gerbang, salim dan mencium tangan guru dalam bentuk hormat murid, budaya membaca sebelum melanjutkan materi minggu sebelumnya.

Dari nilai-nilai yang telah sedikit dipaparkan, diharapkan nilai-nilai tersebut dapat diterapkan oleh guru kepada murid, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi unggul yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

 

 

 

 

 

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *