Oleh: Mukharom, Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM) dan Mahsiswa Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang
Kontroversi kembali terjadi di Kementrian Agama Republik Indonesia, sebelumnya soal cadar dan celana cingkrang, kini pro dan kontranya adalah soal keluarnya Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim. Hal ini terkait kewajiban Majelis Taklim terdaftar di Kemenag sesuai dengan pasal 6 Ayat (1) berbunyi: Majelis Taklim sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 harus terdaftar pada kantor Kementrian Agama. Alasannya adalah aturan dikeluarkan untuk memudahkan Kemenag dalam meemberikan bantuan dan pembinaan.
Jika kita kaji tentang Majelis Taklim dan keberadaanya di tanah air akan ditemukan fakta yang menarik yaitu secara etimologi istilah Majelis Taklim terdiri dari dua kata, Majelis berasal dari bahasa Arab yang artinya “duduk”, sedangkan Taklim artinya “pengajaran”. Jika dipadukan menjadi satu menjadi “tempat pengajaran”. Setelah ditelusuri di berbagai negara ditemukan bahwa Majelis Taklim hanya ada di Indonesia. Di beberapa negara menggunakan istilah Halaqah yang mendasarkan pada sekelompok atau sekumpulan muslim untuk mengkaji ilmu agama, baik ilmu teologi, tasawuf, filsafat dan lain-lain.
Majelis Taklim di Indonesia merupakan salah satu lembaga nonformal dengan tujuan meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt, di dalamnya membentuk akhlak jamaahnya, fokus pada pengajaran agama Islam, dijalankan secara fleksibel tanpa terikat waktu dan tempat serta bersifat terbuka. Artinya suku apa pun, usia berapa pun, profesi apa pun dapat bergabung di dalamnya, kemudian pelaksanaannya bisa pagi, siang, sore bahkan malam hari. Lokasipun bisa indoor maupun outdoor. Kegitan ini pun tidak mengikat masyarakat dan tanpa paksaan bagi yang mengikutinya
Tujuan Majelis Taklim di antaranya adalah dakwah dan pendidikan. Dakwah dalam arti menyampaikan risalah aqidah, syariah dan akhlak untuk lebih menambah keimanan dan ketaatan kepada Allah Swt serta mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan hidup, baik di dunia maupun akhirat berdasarkan ridlo Allah Swt. Tujuan selanjutnya adalah pendidikan, terutama pendidikan agama Islam, karena di dalamnya pendakwah menyampaikan sebuah kajian Islam pada jamaahnya untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga kualitas pemahaman keagamaan setiap pribadi muslim semakin meningkat, dengan mengacu pada iman, ilmu dan amal.
Majelis Taklim di Indonesia keberadaannya diakui dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan. Keputusan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2006 tentang Struktur Departemen Agama tahun 2006. Dan terbaru Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim.
Mayoritas Majelis Taklim berada di desa-desa di seluruh Indonesia dan sebagian perkotaan, jumlahnya ribuaan, faktanya sebelum ada aturan yang lebih spesifik tentang Majelis Taklim, keberadaanya sudah berjalan tanpa campur tangan pemerintah, bergerak dengan menghimpun dana dari anggota majlis yang bersifat sukarela dengan niat shadaqah tanpa ada paksaan, akan tetapi dijalani dengan senang hati dan hanya mengharap pahala serta ridlo Ilahi Rabbi. Jika dianalisis justru keberadaanya sangat membantu pemerintah dalam menjaga keutuhan NKRI, karena di dalamnya ditanamkan arti nasionalisme.
Dikeluarkannya Peraturan Menteri Agama (Permenag) Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim. Hemat penulis merupakan bentuk intervensi yang kecenderungannya berlebihan, dan ini perlu ditinjau ulang, juka hanya tujuannya memberikan bantuan, itu bisa dilakukan dengan cara bekerjasama dengan ormas yang sudah terdaftar di Kemenag, karena ormas di indonesia terbentuk mulai dari pusat sampai tingkat yang paling bawah yaitu desa, bahkan tingkat RT. Di sisi yang lain sebenarnya pekerjaan rumah Kemenag masih banyak dan jauh lebih besar yaitu, kesejahteraan guru agama yang belum tersentuh, infrastruktur gedung madrasah yang belum dibenahi, menjaga kerukunan antar umat beragama yang paling utama sehingga persatuan tetap terjaga, dari pada mengurusi hal-hal yang jalan dan tidak ada masalah, jika pemerintah mencampuri lebih dalam justru masyarakat akan lebih apatis terhadap pemerintah dan ini bahaya bagi keutuhan negeri. Oleh sebab itu, perlu dikaji kembali aturan tersebut demi kepentingan yang lebih luas. Jika perlu dicabut peraturan tersebut.
Di era globalisasi keberadaan Majelis Taklim sangat penting, upaya menangkal dampak negatif dari budaya yang datang dari luar dan eksistensinya tetap harus dijaga demi kepentingan ummat dan bangsa. Menuntut ilmu bagian dari kewajiban setiap muslim laki-laki maupun perempuan, sehingga guna memenuhi kebutuhan dasar manusia, majelis ilmu sangat dibutuhkan. Lebih banyak Majelis Taklim lebih bagus, karena dampaknya juga lebih baik, baik bagi bangsa dan negara dan ini harus didukung oleh semua pihak termasuk pemerintah dalam bentuk fasilitas dan kesejahteraan bagi ustadz, guru agama dan struktur fisik berupa bangunan yang layak untuk digunakan sebagai tempat menimba ilmu agama.