Setop Polemik Ijazah Palsu Jokowi

Belakangan ini, saya cukup geregetan dengan tingkah polah Roy Suryo cs. Awalnya, saya iseng-iseng hanya menonton cuplikan video pendek mengenai ijazah palsu Jokowi yang berseliweran di TikTok.

Namun, ketertarikan saya semakin membuncah. Perlahan, saya mengikuti kasusnya. Ternyata, isu mengenai ijazah palsu ini sudah berlangsung lama sebelum Jokowi lengser dari kursi kekuasaan. Tentu saja, saya sebagai rakyat biasa penasaran dan bertanya-tanya, apa motif di balik mencuatnya kasus ini. Kenapa sampai saat ini, masih terus bergulir, semakin viral, dan ramai diperbincangakan masyarakat.

Rasa-rasanya, ada yang aneh dan janggal dalam polemic ijazah palsu ini. Bagaimana tidak, logika sederhananya bagaimana mungkin Jokowi lolos dari pencalonan wali kota Solo hingga presiden Indonesia tanpa verifikasi KPU. Jika memang betul ijasah palsu, saya rasa KPU tidak akan sesembrono itu meloloskannya.

Beragam tuduhan dan fitnah menyasar Jokowi. Bahkan, pribadi dan marwahnya seakan diinjak-injak oleh segelintir kalangan yang selalu berkoar-koar sebagai pembela kebenaran. Selalu berteriak-teriak sebagai pembela keadilan. Lucunya lagi, mereka mengatasnamakan rakyat atas kepentingan diri dan gologannya. Perlu digarisbawahi, saya bukanlah pendukung fanatik Jokowi.

Catatan ini hanya mencoba sedikit mengurai secara jernih berdasarkan logika sederhana saya bahwa seperti ibarat peribahasa: ada udang di balik batu dalam kasus ini. Artinya, Roy Suryo dan gerombolannya itu hanyalah pion yang bertugas untuk mengangkat terus menerus ijazah palsu Jokowi.

Hemat saya, ada motif terselubung. Ada tangan-tangan tak nampak yang bermain. Ada aktor intelektual yang merancang strategi. Tujuannya adalah bisa jadi untuk menghancurkan nama baik Jokowi.

Sebab, jika saya perhatikan, kasus ini seperti bola panas yang menggelinding ke segala arah. Bahkan, tanpa rasa malu, apalagi sungkan, beberapa orang dari gerombolan itu dengan membabibuta bersilat lidah untuk mengelabui publik. Di hadapan wartawan, gerombolan itu selalu menyudutkan Jokowi.

Seakan-akan Jokowi menyembunyikan ijazahnya. Seolah-olah Jokowi memanipulasi keaslian ijazahnya. Padahal, secara hukum, Jokowi tidak ada kewajiban untuk menunjukkan ijazahnya kepada siapa pun. Herannya, orang-orang itu selalu menagih Jokowi untuk memperlihatkan ijazahnya.

Padahal sebelumnya, Universitas Gajah Mada (UGM) dan Bareskrim Polri juga sudah mengerluarkan pernyataan resmi mengenai keaslian ijazah Jokowi. Apa boleh buat, api kebencian mungkin sudah menyelimuti Roy Suryo cs. Sebab, mereka masih bersikukuh untuk tidak mengakui keaslian ijazah Jokowi. Tentu saja ini membuat kita geleng-geleng kepala dan mengelus dada. Bagaimana tidak, institusi sekelas Bareskrim Polri dan UGM saja mereka pandang sebelah mata. Tentu saja, ini menjadi ancaman serius. Bisa mencoreng marwah dan martabat lembaga penegak hukum. Tidak hanya itu, ulah Roy Suryo cs ini juga bisa menggerogoti kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan tinggi sekelas UGM.

Ironinya lagi, pelapor yang menuduh ijazah palsu itu tidak datang ketika dipanggil oleh Polri. Lagi-lagi, kita pun semakin yakin bahwa gerombolan ini sudah mempermainkan hukum. Jika memang beritikad baik untuk memecahkan persoalan, seharusnya panggilan Polri itu dipenuhi. Selain agar persoalan ijazah ini semakin jelas dan terang benderang, tentu saja agar tidak membuat suasana publik kian gaduh.

Apalagi sebagian masyarakat kita bisa dengan mudahnya mempercayai beragam informasi yang beredar di media sosial (medsos) tanpa menyaring dan menganalisis lebih lanjut. Padahal, bisa jadi hoaks dan fitnah yang tujuannya untuk menjatuhkan kredibilitas Jokowi.

Selanjutnya, pasca purnatugas sebagai presiden, Jokowi tidak tinggal diam. Dia pun melaporkan balik orang-orang yang selama ini melontarkan berbagai tuduhan, fitnah, dan ujaran kebencian kepadanya. Saya mendukung penuh langkah hukum yang ditempuh oleh beliau. Sebab, orang-orang yang mengaku dirinya pakar dan akademisi tersebut selalu menyerang pribadi Jokowi.

Martabatnya sebagai pribadi dan mantan orang nomor satu di negeri ini diinjak-injak. Artinya, para penuduh itu harus menerima konsekuensi hukum atas ucapan dan perbuatannya.

Maka dari itu, tudingan tak berdasar itu wajib dihentikan. Sudah saatnya, rakyat disuguhi tontonan yang mendidik dan mencerahkan. Orang-orang yang doyan membuat keresahan itu mestinya jangan diberikan panggung di acara-acara TV nasional. Sebab, jutaan pasang mata menonton. Rawan menimbulkan perpecahan. Padahal, pemerintahan baru Prabowo-Gibran sedang bekerja dan membangun negeri ini.

Tentu saja, kagaduhan terkait ijazah palsu ini bisa mengusik kerja pemerintahan. Di sisi lain, masih banyak masalah dan pekerjaan rumah bangsa ini yang belum terselesaikan. Sudah saatnya, soliditas dan solidaritas nasional kembali dikukuhkan. Perjalanan kita masih panjang

Besar harapan saya agar penegak hukum menindak tegas orang-orang yang mencemarkan dan merusak nama baik Jokowi. Sebab, demokrasi yang kita anut adalah bukan demokrasi yang tanpa adanya batasan. Kita menganut paham demokrasi Pancasila. Artinya, setiap orang berhak berbicara dan mengeluarkan pendapat asalkan tidak melanggar norma hukum. Sebab, hukum adalah panglima tertinggi di republik ini. Jangan sampai Roy Suryo cs mengacak-ngacak institusi penegak hukum.

Jangan sampai gerombolan orang-orang itu dengan leluasa dan seenaknya berbicara. Kasus ini harus segera disetop. Pernyataan orang-orang itu berpotensi menjadi ancaman bagi persatuan dan kesatuan nasional. Jadi, tidak ada alasan untuk terus membiarkannya.

*Oleh: Muhammad Aufal Fresky, penulis buku Empat Titik Lima Dimensi.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *