“Raihlah cita-cita setinggi langit agar ketika jatuh masih berada di bintang-bintang”. Pepatah tersebut sudah menjadi mainset setiap orang untuk memiliki cita-cita yang tinggi. Namun, dewasa ini tidak sedikit orang yang meragukan cita-citanya karena kemampuan yang dimilkinya. Belajar dan bekerja keras adalah bentuk untuk menempuh cita-cita, namun itu saja tidak cukup. Cita-cita yang terbentuk seharusnya dipikirkan secara matang dan jelas. Langkah-langkah yang harus dilakukan dengan tepat dan tetap.
Pintar saja tidak cukup untuk meraih kesuksesan. Bagi kebanyakan orang tua menginginkan anaknya pintar agar bisa meraih cita-citanya. Keinginan orang tua yang demikian tidaklah salah, namun seorang anak tidak akan sukses dengan kepintarannya saja, perlu adanya bimbingan-bimbingan untuk masa depannya. Terkadang ornag tuapun menyepelekan hal-hal yang praktis seperti kedisiplinan. Orangt tua yang terlalu menyayangi anaknya bukan tidak mungkin akan memanjakan seorang anak.
Kekuatan materi tidak dapat menjadikan kehidupan dapat dipastikan kesuksesannya. Perlunya proses untuk meraih kesuksesan adalah suatu hal yang tidak dapat dinafikan kegembiraannya ketika berhasil. Tidak adanya proses atau sering disebut dengan instan menjadikan orang yang mendapatkan suatu keinginan akan terasa hampa. Tidak adanya kemampuan dalam mengelola setiap masalah ketika kesuksesan dicapai secara instan.
Cita-cita dapat diibaratkan sebagai komitmen atau pendirian, prinsip. Komitmen orang yang sudah kuat tertanam dalam hati dan pikiran akan sulit terpatahkan. Begitu pula halnya dengan cita-cita setiap orang yang sudah jelas langkah-langkahnya untuk meraih kesuksesan. Prinsip atau komitmen sudah menjadi hal dasar yang dimiliki setiap orang.
Komitmen bagi setiap orang akan sulit tanpa adanya dukungan dari luar, baik secara rohani/moril maupun secara jasmani/moral. Dukungan rohani menjadi sangat penting ketika keadaan seseorang terserang oleh pembicaraan buruk tentang dirinya. Hal itu menjadi melemahnya sebuah komitmen. Sedangkan dari segi jasmani adalah melemahnya kesahatan fisik karena hal tersebut akan menghalangi apa yang sudah menjadi sebuah komitmen. Ketika seseorang yang sakit sangatlah memerlukan bantuan orang lain agar kesembuhannya menjadi lebih cepat.
Pembentukan komitmen tidaklah mudah, namun yang lebih sulit adalah menjaga dan menjalankan komitmen. Dalam pembentukan sebuah komitmen perlu adanya janji-janji, namun sering sekali ada orang yang menyepelekan bahkan mengingkari janji. Oleh karena itu, orang yang sedang dalam membentuk sebuah komitmen haruslah memiliki latar belakang yang kuat. Tidak hanya membentuk sebuah komitmen, namun perlu adanya langkah yang nyata untuk menjaga sebuah komitmen dan menjalankanya, sebab pada dasarnya yang tantangan yang terbesar adalah ketika menjalankan komitmen.
Untuk menjaga komitmen perlunya manajemen waktu yang harus benar-benar dikelola dengan baik. Sudah menjadi hal yang penting ketika menejemen harus memilki keterkaitan untuk menjaga komitmen. Langkah awal dalam mengatur manajemen waktu adalah kedisiplinan. Tidak hanya datang dengan tepat waktu, namun kita harus bisa memilah mana yang harus didahulukan dan yang harus diakhirkan.
Komitmen dan kedisplinan dapat menjadi kesinambunagan yang menjadi pokok dari kunci sukses. Ketika komitmen dijalankan bersamaan dengan kedisiplinan, maka tidak dapat dinafikan jika kadisiplinan dan komitmen menjadi kunci dari kesuksesan. Sebuah komitmen sangat memerlukan kedisiplinan dalam menjalankan.
Oleh: Mochamad Faqih, Mahasiswa UIN Walisongo Semarang, Pengurus PD GPII Pemalang.