Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

“Wong Jowo Ilang Jawane” Raja Jayabaya dalam ramalannya mengatakan bahwa suatu saat nanti orang jawa akan kehilangan jawanya. Jayabaya adalah Raja kediri yang bertahta sekitar tahun 1135-1157 dengan nama lengkap Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya  Sri Wameswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggaadewa.

Ramalan Jayabaya ini dapat dilihat di kitab Asrar (Musarar) yang digubah oleh Sunan Giri Peapen pada tahun saka 1540, Hijriyah 1028 dan Masehi 1618. kurang lebih 450 tahun setelah Jayabaya berkuasa, dan pada saat itu Mataram dipimpin oleh Sultan Agung (1613-1645).

Ramalan tersebut nampaknya juga dihayati oleh pendiri “The Founding Father” Bangsa Indonesia, sehingga pada tahun 1945 merancang Panca Sila (lima prinsip) dengan membawa salah satu konsep yang diramalkan oleh Jayabaya. Salah satu dari pancasila tersebut berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Sila kedua tersebut menjadi prinsip yang ‘diwanti-wanti’ oleh pendiri bangsa ini kepada nasib bangsanya mendatang. Sebab ramalan Jayabaya mengatakan bahwa suatu saat nanti orang-orang jawa akan kehilangan jawanya.

Maksud dari kehilangan jawanya adalah tidak mencerminkan perilaku dan nilai-nilai yang menjadi ciri khas orang jawa, seperi sopan, beradab, gotong royong dan nilai-nilai baik lainnya. Ramalan tersebut juga tidak hanya diartikan khusus bagi orang jawa, melainkan bisa ditarik ke wilayah yang lebih umum yaitu ‘Bangsa Indonesia’ yang terdiri dari 300 kelompok etnik atau lebih tepatnya 1.340 suku (menurut Sensus Badan Pusat Statistik 2010). Dari banyaknya suku tersebut bisa disamaratakan bahwa suatu saat nanti akan kehilangan jatidirinya bahwa mereka adalah Bangsa Indonesia.

Jatidiri yang dimaksud adalah bangsa Indonesia yang memiliki Adab, yang artinya budaya. Perilaku yang selalu dilandasi oleh nilai-nilai budaya dan nilai sosial kemanusiaan/ moral dalam kesehariannya. Secara kultural Indonesia telah memiliki budaya yang diserap dari nilai-nilai yang terkandung dalam Al- Quran.

Manusia yang beradab adalah manusia yang mengenal Tuhannya ‘insan adabiy’, yaitu manusia yang jujur dan menyadari segala bentuk kewajibannya kepada Allah Swt. Bentuk kewajibannya adalah memenuhi kebutuhan dirinya dan orang lain dalam bermasyarakat secara adil, dan senantiasa berusaha untuk memperbaiki diri dari segala aspek untuk menjadi seseorang yang beradab.

Disisi lain dalam surah at-Tahrim manusia harus menjadi dirinya dan keluarganya dari adzab neraka. “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (Surah tahrim, 66:6)

Dari ayat tersebut Abdurrahman Nashir as-Sa’di memaknai perintah tersebut dengan mengajari adab dan ilmu. Ali bin Abi Thalib dalam tafsir ibnu katsir juga berkata bahwa perintah memelihara diri dan keluarga adalah ajarilah mereka adab dan ilmu.

Realitas sekarang juga bisa dilihat adanya dekandensi adab, meski ilmu selalu berkembang dan bertambah. Apalagi dengan teknologi canggih saat ini, ilmu lebih mudah diakses, tapi tidak dengan adab. Adab memiliki penggerusan yang disebabkan guru hanya tampil sebagai pemindah ilmu (transfer of knowledge) tanpa mencontohkan keteladanan dan adab ( transfer of value).

Sebab lain adalah nilai-nilai kehidupan barat yang lebih disukai oleh pemuda saat ini yang mereka akses dari pelbagai informasi di media sosial. Mereka lebih menyukai bahasa Inggris tanpa diimbangi dengan belajar bahasa jawa yang mulai punah. Lebih menyukai ‘dance’ dibandingkan wayang kulit yang telah sukses membuat sebagian besar penduduk nusantara masuk Islam. Mereka lebih menyukai cerita ‘rama dan sinta’ dibandingkan cerita berdarah para pejuang kemerdekaan. Dan mereka lebih mensukai produk buatan impor dibandingkan hasil kerja keras petani desa.

Tugas kita sebagai penerus bangsa adalah terus memperkaya ilmu pengetahuan dan terus belajar tentang adab bersosial. Dengan adab tersebut diharapkan bisa membut kita mulia di dunia dan di akhirat. Sebab jika hanya berimu saja, mungkin manusia sekarang tidak lebih baik dibandingkan iblis yang telah lebih dahulu dekat dengan Allah. Karena Iblis dilaknat bukan sebab ilmunya,melainkan sebab adabnya kepada Allah Swt.

Terakhir, Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara mengatakan;

“Pancasila menjelaskan serta menegaskan corak warna atau watak rakyat kita sebagai bangsa-bangsa yang beradab, bangsa yang berkebudayaan, bangsa yang menginsyafi keluhuran dan kehalusan hidup manusia, serta sanggup menyesuaikan hidup kebangsaannya dengan dasar perikemanusiaan yang universal, meliputi seluruh alam kemanusiaan, yang seluas-luasnya, pula dalam arti kenegaraan pada khususnya.”

Penulis; Muhammad Ismail Lutfi S. Sos (CEO Cahaya Laundry).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *